Liputan6.com, Jakarta - Pelemahan rupiah dan naiknya harga minyak dunia tentu akan berimbas terhadap meningkatnya biaya pembelian bahan bakar untuk pembangkit-pembangkit yang dikelola PT PLN (Persero).
Kenaikan biaya produksi listrik tersebut harus ditanggung PLN karena pemerintah sudah memastikan tidak akan ada kenaikan tarif listrik hingga 2019.
"Apa pun persoalannya PLN harus survive dan tetap fight. Minggu ini kami lakukan simulasi stress test, ambil level terburuk dalam enam bulan terakhir, langkahnya apa kami siapkan strateginya, " kata Direktur Utama PLN Sofyan Basir di Jakarta, seperti ditulis Kamis (24/5/2018).
Advertisement
Baca Juga
Sofyan menuturkan, PLN menyiapkan sejumlah strategi khusus untuk menghadapi hal tersebut. Misalnya dengan melakukan efisiensi internal, mengurangi penggunaan pembangkit sewa berbahan bakar diesel, dan suplai batu bara juga diperketat pengawasannya.
"Kami juga lakukan zonasi transportasi batu bara. Pembangkit di Sumatera harus disuplai oleh tambang batu bara di Sumatera. Tidak boleh dari Kalimantan ke Sumatera, " terangnya.
Tak hanya itu, lanjut dia, PLN juga mengejar para pencuri listrik, memperbaiki meteran rusak serta menagih piutang-piutang para pelanggan. "Piutang lama itu cukup besar. Misalnya di Jawa Timur, dari 2 pabrik saja bisa Rp 150 miliar, " ungkapnya.
Jika upaya yang ditempuh masih kurang, lanjut dia, PLN tidak menutup kemungkinan untuk mengajukan tambahan subsidi listrik ke pemerintah.
Pelemahan Rupiah Masih Wajar
Direktur Keuangan PLN Sarwono menuturkan fluktuasi rupiah merupakan hal yang wajar terjadi. Hal ini juga pernah dialami perseroan pada 2013 dan 2015 silam.
"Yang riil itu adalah bagaimana kita menyiapkan utang jatuh tempo yang harus kita bayar. Kalau misalnya kita emisi obligasi tahun ini maka kita harus antisipasi bayar kupon untuk tahun 2048," terangnya.
Terkait rencana penerbitan global bond senilai USD 2 miliar, Sarwono menuturkan perseroan telah melakukan roadshow ke sejumlah negara dan mendapat sambutan baik dari para investor.
Saat ini PLN masih mencari waktu yang pas untuk menerbitkan obligasi tersebut. "Kupon obligasi dipatok 7,5-8 persen dengan tenor 20 tahun, " ungkap dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement