Harga Minyak Menguat Terdorong Antisipasi Sanksi Iran

Harga minyak menguat didorong kekhawatiran sanksi AS terhadap Iran akan hapus volume minyak mentah dari pasar dunia di tengah meningkatnya permintaan global.

oleh Agustina Melani diperbarui 30 Jun 2018, 05:30 WIB
Diterbitkan 30 Jun 2018, 05:30 WIB
Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, New York - Harga minyak menguat didorong kekhawatiran sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran akan hapus volume minyak mentah dari pasar dunia di tengah meningkatnya permintaan global.

"Sekarang semua fokus pada masalah pasokan cadangan dan ke depannya. Perhatian pasar telah bergeser menjadi serentetan gangguan usai berminggu-minggu fokus pada pasokan dari OPEC dan produsen besar lainnya,” ujar Tamar Essner, Analis Nasdaq, seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu (29/6/2018).

Harga minyak AS naik 62 sen per barel menjadi USD 74,08 pada pukul 1.22 waktu setempat. Harga minyak berada di jalur kenaikan selama sepekan dengan tumbuh 8,2 persen. Harga minyak sempat sentuh level tertinggi USD 74,43 sejak 26 November 2014.

Harga minyak Brent naik USD 1,54 menjadi USD 79,39 per barel. Harga minyak sempat melompat sebanyak USD 1,85 ke level tertinggi USD 79,70. Harga minyak Brent menguat lima persen selama sepekan.

"Semua potensi kekurangan dapat melampaui peningkatan produksi yang disepakati oleh OPEC dan usia,” kata Direktur Manajemen Risiko EMI DTN, Dominick Chrichella.

Ia mencatat risiko, pasokan Iran dapat berkurang lebih lanjut sehingga negara lain ikuti jejak AS dan pemangkasan impor. Pemerintah AS berharap produsen minyak besar lainnya yang tergabung dalam the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan Rusia akan meningkatkan produksi untuk mengimbangi kehilangan minyak mentah Iran.

Namun, gangguan yang tidak direncanakan di Kanada, Libya dan Venezuela telah membuat pasar minyak dunia ketat. Sejumlah analis dan investor berharap penegakan sanksi AS yang ketat akan mendorong harga minyak.

"Semakin jelas Arab Saudi dan Rusia akan berjuang untuk kompensansi potensi kerugian dalam produksi minyak dari Venezuela, Iran dan Libya,”  kata Abhishek Kumar, Analis Interfax Energy.

Dalam survei Reuters menyebutkan, 35 ekonom dan analis memperkirakan rata-rata harga minyak Brent akan berada di posisi USD 72,58 per barel atau 90 sen lebih tinggi dari perkiraan USD 71,69.

 

Kondisi Kanada dan AS

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Di Amerika Utara, produksi berhenti di Syncrude, Kanada telah terkunci lebih dari 300 ribu barel per hari. Suncor Energy menyatakan akan bertahan setidaknya hingga Juli.

Sementara itu, berdasarkan data Baker Hughes, produksi minyak tetap mendekati tingkat rekor. Namun, jumlah rig turun empat dalam sepekan menjadi 858. Produksi minyak mentah AS turun 2.000 barel per hari menjadi 10,46 juta pada April, yang merupakan level tertinggi. Hal itu berdasarkan data the Energy Information Administration (EIA).

Di luar Amerika Utara, rekor permintaan dan pemangkasan pasokan yang dipimpin oleh OPEC telah mendorong kenaikan harga. Pembeli utama minyak Iran termasuk Jepang, India, dan Korea Selatan telah mengindikasikan akan berhenti impor minyak mentah Iran jika sanksi AS diberlakukan. Impor minyak mentah Iran melonjak ke level tertinggi dalam delapan bulan pada Mei 2018.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya