Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah ditutup menguat pada perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Dalam perdagangan, harga minyak terombang-ambing namun akhirnya mammpu ditutup menguat.
Mengutip Reuters, Rabu (4/7/2018), harga minyak mentah AS ditutup naik 20 sen menjadi USD 74,14 per barel, rebound dari harga terendah di sesi sebelumnya yang tercatat USD 72,73 per barel. Pada awal perdagangan, harga minyak AS ini sempat naik menjadi USD 75,27 per barel yang merupakan angka tertinggi dalam 3 tahun.
Sedangkah harga minyak mentah Brent yang menjadi patokan dunia naik 46 sen menjadi USD 77,76 per barel, setelah diperdagangkan di level rendah USD 76,67 dan setinggi di USD 78,85 per barel.
Advertisement
Baca Juga
Dalam beberapa hari terakhir harga minyak mengalami kenaikan karena adanya kekhawatiran kekurangan pasokan. Pada awal perdagangan hari ini harga minyak mengalami tekanan karena aksi ambil untung dari pelaku pasar.
Kemudian harga minyak mampu menguat kembali di sesi akhir perdagangan karena para analis melihat bahwa kekuarangan pasokan minyak di dunia tidak akan bisa cepat diatasi oleh para produsen.
Harga minyak naik usai American Petroleum Institute mengatakan bahwa stok minyak mentah turun lebih dari yang diperkirakan pekan lalu. Data stockpile dari the U.S. Energy Information Administration belum keluar karena adanya penundaan karena libur nasional pada 4 Juli.
Selain itu, kenaikan harga minyak juga disebabkan adanya sentimen bahwa Iran mengancam untuk mengganggu pengiriman minyak dari Teluk Timur Tengah jika AS memberikan sanksi kepada mereka. Minyak mentah AS naik di atas USD 75 per barel untuk pertama kalinya sejak 2014.
Kenaikan Produksi di Arab Saudi
Pada perdagangan sebelumnya, harga minyak turun ditopang meningkatnya pasokan dari Arab Saudi dan Rusia. Pertumbuhan ekonomi di Asia tersendat di tengah perselisihan perdagangan dengan Amerika Serikat.
Dalam akun twitter-nya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengaku telah menelepon Raja Salman untuk meningkatkan produksi minyak hingga 2 juta barel agar harga dapat stabil. Itu karena saat ini kondisi negara produsen minyak seperti Iran dan Venezuela sedang bergejolak.
Sebuah survei Reuters menunjukkan produksi minyak Arab Saudi tercatat naik hingga 700 ribu barel per hari (bph) dibandingkan Mei, mendekati rekor 10,72 juta bph dari November 2016.
"Sepertinya ada ketidakpastian yang besar tentang berapa banyak minyak yang akan ditambahkan ke sisi pasokan pasar untuk mengimbangi kekurangan stok minyak di seluruh dunia," tutur Gene McGillian, Vice President of market research Tradition Energy di Stamford, Connecticut.
Produksi dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) meningkat 320.000 bpd pada bulan Juni, menurut survei Reuters yang dipublikasikan Senin. Produksi Rusia naik menjadi 11,06 juta bph pada Juni dari 10,97 juta bph pada Mei, berdasarkan laporan Kementerian Energi Rusia.
Produksi AS telah melonjak 30 persen dalam dua tahun terakhir, menjadi 10,9 juta bph, yang berarti tiga produsen minyak terbesar dunia sekarang bergejolak hampir 11 juta bph, memenuhi sepertiga dari permintaan minyak global.
Faktor lain yang juga membebani permintaan minyak adalah perang perdagangan antara Amerika Serikat dan ekonomi besar lainnya termasuk China, Uni Eropa, India dan Kanada.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement