Rencana Kenaikan Bunga The Fed Kembali Tekan Rupiah

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.387 per dolar AS hingga 14.416 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 16 Jul 2018, 12:21 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2018, 12:21 WIB
Pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS
Petugas menunjukkan uang pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (18/5). Pagi ini, nilai tukar rupiah melemah hingga sempat menyentuh ke Rp 14.130 per dolar Amerika Serikat (AS). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali bergerak melemah pada perdagangan di awal pekan ini.

Mengutip Bloomberg, Senin )16/72018),rupiah dibuka di angka 14.393 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.378 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.387 per dolar AS hingga 14.416 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 6,07 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakartaa Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.396 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan pada Jumat lalu yang ada di angka 14.358 per dolar AS. 

"Pelemahan di awal seiring imbas masih terapresiasinya laju dolar AS dan masih melemahnya Euro," kata Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada dikutip dari Antara.

Pergerakan rupiah akhir pekan lalu sempat mengalami pelemahan sebelum akhirnya mampu kembali bergerak positif.

Rupiah memang sempat melemah di awal karena melemahnya Euro dan juga kenaikan inflasi yang memicu anggapan kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed).

Di sisi lain, meski Bank Indonesia meminta perbankan untuk menahan kenaikan bunga kreditnya, namun Bank Indonesia juga memproyeksikan adanya surplus neraca perdagangan di bulan Juni sehingga cukup direspons positif.

Reza menuturkan, pergerakan rupiah yang mulai terapresiasi diharapkan dapat kembali terjadi seiring masih adanya sentimen positif dari dalam negeri dan dapat mengimbangi sentimen global.

"Namun demikian, masih terdepresiasinya sejumlah mata uang lainnya terhadap dolar AS patut diwaspadai imbasnya terhadap Rupiah," kata Reza.

Bos OJK Sebut Rupiah Memasuki Era Baru

Pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS
Petugas memperlihatkan uang pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (18/5). Pagi ini, nilai tukar rupiah melemah hingga sempat menyentuh ke Rp 14.130 per dolar Amerika Serikat (AS). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan nilai mata uang negara berkembang dibandingkan dolar Amerika Serikat (AS) tengah menunjukkan tren depresiasi, salah satunya rupiah. Ini tidak terlepas dari terus membaiknya ekonomi AS.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyatakan, dengan berbagai hal yang terjadi di dunia, khususnya di AS, menjadikan rupiah telah memasuki di titik keseimbangan yang baru (new normal). Saat ini rupiah bertengger di atas level 14.000 per dolar AS.

"Untuk merespons kejadian ini, selain managing volatility, tapi ada yang lebih fundamental yaitu bagaimana memberikan ruang kepada sektor rill agar dampak dari new normality tidak terlalu berat bagi sektor rill," kata Wimboh, Rabu (11/7/2018).

Sebagai senjata pertama untuk stabilitas rupiah, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuannya langsung 50 basis poin menjadi 5,25 persen pada Juni kemarin.

Memang dengan kenaikan suku bunga acuan ini secara cepat atau lambat akan menjadikan bunga simpanan dan kredit di perbankan juga turut naik. Namun demikian, sebagai salah satu otoritas di industri keuangan, Wimboh meminta kepada perbankan untuk bisa meminimalisir dampaknya agar kenaikan tersebut tidak langsung dirasakan nasabah.

Caranya dengan menciptakan efisiensi bisnis dan manajemen. Salah satunya dengan memaksimalkan teknologi dan integrasi.

"Caranya cobalah menggunakan teknologi supaya cost-nya tidak terlalu besar, lebih efisiensi, supaya tidak semua kenaikan suku bunga ini berakibat pada kenaikan suku bunga kredit," terangnya.

Sebagai kompensasi dari kenaikan suku bunga, lanjut Wimboh, Bank Indonesia dan OJK memberikan ruang gerak di sektor perumahan melalui pelonggaran kebijakan Loan To Value ( LTV) dengan membebaskan uang muka pada pembelian pertama.

Tak hanya membantu orang yang belum memiliki rumah, pertumbuhan sektor perumahan ini  juga sangat penting karena bisa menggerakkan sektor lain seperti membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

"Artinya ini pemerintah akan menerima benefit karena pendapatan pajak juga naik. Rumah itu butuh semen, kan membutuhkan banyak tenaga kerja lebih banyak," tutur dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya