Presiden Dewan Eropa Peringatkan Perang Dagang Ancam Tatanan Dunia

Pemimpin Dewan Eropa imbau negara adidaya meningkatkan tatanan dunia, sementara perang dagang berpotensi menghasilkan sebaliknya.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 17 Jul 2018, 09:32 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2018, 09:32 WIB
20170406-Donald Trump Bertemu dengan Xi Jinping di Florida-AP
Presiden AS, Donald Trump menjabat tangan Presiden China, Xi Jinping saat jamuan makan malam di resor Mar a Lago, Florida, Kamis (6/4). Kedua pemimpin negara tersebut diagendakan akan menghabiskan waktu bersama secara privat. (AP Photo/Alex Brandon)

Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan yang diambil Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membuat gelisah negara-negara besar lain, seperti China dan Uni Eropa. Presiden yang sebelumnya adalah pebisnis tersebut memang tak pandang bulu lagi saat menghadapi pihak-pihak yang dianggapnya merugikan Amerika Serikat (AS), baik itu kawan maupun lawan.

China sudah menunjukkan kekecewaan terhadap Trump dan mengambil langkah untuk meminimalisir efek perang dagang. Sekarang, giliran Dewan Eropa yang angkat bicara.

Presiden Dewan Eropa Donald Tusk memberikan peringatan kepada para kepala negara adidaya ini untuk menjaga tatanan dunia, bukannya memulai perang dagang yang menimbulkan konflik.

Itu disampaikannya dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri China Li Keqiang di Beijing.

"Ini adalah tugas bersama Eropa dan China, Amerika, dan Rusia agar tidak menghancurkan tatanan ini tapi meningkatkannya. Bukannya memulai perang dagang yang sering berubah menjadi konflik panas di sejarah kita," ucap Tusk seperti dikutip Associated Press, Selasa (16/7/2018).

Tusk mengingatkan pentingnya mencari solusi bersama ketimbang bermain keras seperti perang tarif.

"Masih ada waktu untuk mencegah konflik dan kekacauan. Hari ini kita sedang menghadapi dilema. Antara bermain keras dengan perang tarif dan konflik seperti di Ukraina dan Suriah, atau mencari solusi bersama dalam peraturan adil," ucap Tusk.

Pada perang dagang ini, kondisi Trump dan Eropa memang sedang tidak dalam kondisi terbaik. Pemerintahannya menambah tarif untuk produk baja dan alumunium dari Eropa.

Trump mengatakan bahwa Uni Eropa adalah musuh dalam berdagang, kemudian Tusk malah menjawab yang mengatakan hal demikian sama saja menyebar berita palsu.

 

China Tidak Tinggal Diam

Presiden Xi Jinping saat menghadiri Kongres Rakyat Nasional yang memutuskan menyetujui penghapusan masa jabatan presiden
Presiden Xi Jinping saat menghadiri Kongres Rakyat Nasional yang memutuskan menyetujui penghapusan masa jabatan presiden (AP Photo/Aijaz Rahi)

China selama ini mendominasi ekonomi di Asia, dan negara tersebut tengah melakukan ekspansi ekonomi ke Eropa, bahkan Afrika. Sayang, ambisi mereka sedang diguncang perang dagang.

Dilansir CNBC, China yang bersumpah melakukan balas dendam telah memiliki sejumlah rencana selain menerapkan tarif balasan. Salah satunya adalah mempersiapkan industri agrikultur agar tidak bergantung pada kedelai AS.

China merupakan tujuan utama ekspor kedelai AS. Hampir setengah produksi kedelai Amerika Serikat (AS) dikirim ke negara tersebut. Sebelumnya, China sudah membatalkan pesanan impor kedelai AS sebesar 1,1 juta ton. Umumnya, kedelai itu dipakai sebagai pakan 700 juta babi di sana.

Merespons langkah China, konsultan Majelis Ekspor Kedelai AS John Baize pesimistis terhadap efektifnya rencana China.

"Tidak banyak yang bisa mengganti kacang kedelai. Cepat atau lambat kau butuh suplemen protein," ucapnya.

Ia menambahkan rencana penghentian kedelai AS hanya rencana politisi yang tidak memahami keadaan ternak.

Media pemerintah China, Global Times, menyebut perang dagang ini sebagai trik pemerasan AS. Mereka juga menyatakan pihak pemerintah telah siap mengambil langkah retaliasi.

"Pemerintahan China telah siap mengambil tindakan pembalasan kapanpun diperlukan," tulis Global Times.

Lebih lanjut, media China mengakui adanya perusahaan-perusahaan ekspor China sedang menderita akibat perang dagang. Pemerintah China juga menyebut bisa mengurangi ketergantungan dari AS.

"Masyarakat China marah dengan hegemoni dagang AS. Beberapa perusahaan-perusahaan ekspor di China telah menderita secara langsung dari perang dagang dan pantas mendapat bantuan pemerintah untuk meminimalisir kerugian. Pemerintah China bisa menyesuaikan ekonomi dan dagang agar mengurangi ketergantungan dengan AS," tulis Global Times.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya