Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara resmi memberikan izin perdana berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) kepada beberapa pengusaha pabrik liquid vape.
Hal ini dilakukan seiring keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang berlaku mulai 1 Juli 2018.
Di dalam aturan yang mulai berlaku pada 1 Juli 2018, liquid vape yang merupakan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) dikenakan tarif cukai sebesar 57 persen. Pengenaan tarif tersebut merupakan upaya intensifikasi cukai hasil tembakau dan merupakan instrumen pemerintah untuk mengendalikan konsumsi serta melakukan pengawasan terhadap peredaran vape.
Advertisement
Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi menyatakan bahwa meski telah berlaku mulai awal Juli 2018, pemerintah memutuskan untuk memberikan relaksasi di mana waktu pengimplemetasiannya diundur hingga 1 Oktober 2018.
"Hal ini ditujukan agar para pengusaha vape memiliki waktu cukup untuk mempersiapkan perijinan dan mendapatkan pita cukai dan pemerintah," ungkap Heru di Gedung Merauke, DJBC, Jakarta, Rabu (18/7/2018).
Selain diatur dalam PMK 146/PMK.010/2017, pemerintah juga telah menetapkan beberapa aturan pendukung untuk industri HPTL guna semakin memberikan kepastian hukum, meningkatkan pelayanan di bidang cukai, serta meningkatkan administrasi keuangan negara.
Di antaranya melalui PMK nomor 66/PMK.04/2018 tentang Tata Cara Pemberian, Pembekuan, dan Pencabutan NPPBKC. PMK nomor 67/PMK.O4/2018 tentang Perdagangan Barang Kena Cukai yang Pelunasan Cukainya dengan Cara Pelekatan Pita Cukai atau Pembubuhan Tanda Pelunasan Cukai Lainnya; dan PMK 69/PMK.04/2018 tentang Pelunasan Cukai.
Ketua Asosiasi Pengusaha e-Liquid Mikro (APeM), Deni mengungkapkan bahwa dirinya dengan 200 produsen liquid skala kecil lainnya yang merupakan anggota APeM berterima kasih kepada pemerintah khususnya Bea Cukai atas penyerahan izin NPPBKC.
"Kami sangat berterima kasih karena dengan adanya NPPBKC merupakan salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap pengusaha vape. Dengan penyerahan izin ini kami sebagai pengusaha tambah yakin untuk berusaha di industri vape," ujar Deni.
Sejalan dengan Deni, Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia, Aryo Andrianto mengungkapkan hal yang senada.
"Kami sangat berterima kasih atas respon cepat pemerintah khususnya Bea Cukai dalam mengatur legalitas vape, kami juga bersedia bekerja sama dengan Bea Cukai untuk menyukseskan program pemerintah," jelas Aryo.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Pengusaha Nilai Pungutan Cukai Vape Terlalu Tinggi
Langkah pemerintah untuk memberlakukan cukai bagi Produk Hasil Tembakau Lainnya (HPTL) diapresiasi oleh pengusaha vape di Indonesia.
Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andrianto menyatakan, pengusaha menghargai kebijakaan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 146/PMK.010./2017 (PMK 146). Kebijakan tersebut dianggap sebagai tahapan yang baik bagi industri vape untuk lebih berkembang.
"Kami mengapreasiasi upaya nyata pemerintah yang telah mengatur vape dan HPTL secara spesifik serta terpisah dari rokok. Melalui peraturan ini, pemerintah telah mengakui eksistensi vape di Indonesia dan sudah menjadi produk legal. Sekarang, saya melihat ada sebuah peluang besar yang tidak hanya berlaku bagi industri vape, tapi juga bagi industri HPTL lainnya," kata Aryo di Jakarta, Selasa (17/7/2018).
Baca Juga
Aryo menyebutkan, bahwa jika di masa mendatang industri vape dan industri HPTL lainnya dapat bertumbuh dengan baik, maka peluang usaha baru akan bermunculan di Indonesia.
"Kalau semakin baik maka akan semakin tumbuh pelaku usaha di Indonesia, seperti pengusaha mod vape, baterai, dan lain-lain. Ini merupakan peluang bagus untuk negara," ujarnya.
Kendati demikian, Aryo menilai bahwa cukai yang diterapkan untuk vape masih terlalu tinggi.
"Industri vape adalah industri baru yang baru berjalan empat tahun. 90 persen pelaku usahanya merupakan pelaku UMKM dan industri rumahan, jadi kalau dikenakan cukai yang sangat besar (57 persen) maka dapat berpotensi untuk menghambat atau bahkan mematikan industri ini. Padahal, jika dilihat dari pertumbuhannya, industri ini memiliki potensi besar untuk berkembang," ungkapnya.
Dia berharap pemerintah akan mengkaji ulang besaran cukai untuk HPTL 57 persen lebih lanjut dengan mempertimbangkan kondisi industri yang masih baru.
"Selain itu, kami juga meminta Pemerintah untuk melihat lebih dalam mengenai hasil-hasil penelitian tentang produk tembakau alternatif yang berpotensi lebih rendah risiko daripada rokok ini, sehingga dapat membuat peraturan yang berimbang."
Advertisement