Kelangkaan Pakan Ternak Ikut Andil Dongkrak Harga Telur

Meroketnya harga telur sebulan terakhir juga disebabkan minimnya pasokan akibat berkurangnya populasi ayam petelur.

oleh Arthur Gideon diperbarui 21 Jul 2018, 20:00 WIB
Diterbitkan 21 Jul 2018, 20:00 WIB
(Foto: Liputan6.com/Maulandy R)
Harga telur jelang akhir pekan ketiga Juli 2018 (Foto:Liputan6.com/Maulandy R)

Liputan6.com, Jakarta - Tingginya harga telur maupun daging ayam ras semenjak bulan Ramadan disinyalir disebabkan juga karena adanya kelangkaan pakan ternak dalam proses produksi. Swasembada bahan pakan tak tercapai, yang pada akhirnya ini menyebabkan biaya produksi menjadi kian tinggi.

“Masalahnya bukan hanya masalah produksi, namun juga kontinuitas. Jangan dilihat ketika panen jagung, terus kita swasembada. Jagung masih diragukan bisa memasok kebutuhan industri pakan,” urai Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Yeka Hendra Fatika, dalam keterangan tertulis, Sabtu (21/7/2018).

Untuk tahun ini, sasaran upaya khusus (upsus) adalah peningkatan produksi jagung menjadi 33,08 juta ton. Angka produksi ini bisa dicapai dengan dukungan program 4 juta hektare (ha) lahan, alat dan mesin pertanian serta bantuan pembinaan.Namun, Yeka menilai, konsistensi menjadi persoalan.

Dalam setahun kebutuhan industri pakan hanyalah 8 juta ton. Jika dirata-rata, kebutuhan per bulan berkisar 660 ribu ton. Namun, budaya petani yang menanam jagung, padi dan palawija secara bergantian tiap musim menyebabkan produksi jagung tak merata sepanjang tahun.

Pada saat yang sama, depresiasi rupiah juga turut mendorong lonjakan harga pakan. Hal ini karena bungkil kedelai masih harus didatangkan dari luar negeri.

Meroketnya harga telur sebulan terakhir juga disebabkan minimnya pasokan akibat berkurangnya populasi ayam petelur. Menurut Yeka, berkurangnya jumlah pelaku usaha akibat banyaknya pelaku usaha skala kecil yang bangkrut ketika harga jatuh dua tahun lalu menjadi penyebab terpangkasnya populasi ayam petelur.

Ia memperkirakan setidaknya 30 persen peternak ayam kecil yang terpaksa menutup usahanya akibat harga telur yang terlalu rendah.

Faktor lain yang lebih berpengaruh, adalah adanya penyebaran penyakit yang ditemui di beberapa sentra penghasil telur, yang menyebabkan tingkat kematian hingga 40 persen-100 persen. Selain itu, juga ditemui penurunan produktivitas ayam petelur akibat serangan penyakit.

 

Harga Telur Naik, Peternak Reguk Untung

Erman (28), pedagang telur di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. (Maulandy/Liputan6.com)
Erman (28), pedagang telur di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. (Maulandy/Liputan6.com)

Menteri Pertanian Amran Sulaiman berharap masalah kenaikan harga telur ayam yang terjadi belakangan ini tidak terus dibesar-besarkan. Sebab sebelum melambung, harga telur sempat anjlok sehingga membuat sejumlah peternak kecil gulung tikar.

Amran mengungkapkan, dua tahun lalu harga telur ayam sangat rendah. Hal ini membuat peternak kecil merugi dan akhirnya harus menutup usaha ternaknya.

"Kita tahu 2 tahun yang lalu, pengakuan mereka (peternak) harga telur hancur-hancuran dan banyak peternak gulung tikar. Dan 2 tahun ini mulai bangkit," ujar dia di Toko Tani Indonesia Centre (TTIC), Jakarta, Kamis (19/7/2018). 

Dan dengan kenaikan harga yang terjadi belakangan ini, lanjut dia, diharapkan bisa mendorong perkembangan usaha ternak ayam dan telur, lantaran keuntungan yang cukup menjanjikan saat ini.

"Akhirnya 1-2 tahun ini, harga khusus telur stabil kemudian 1 minggu terakhir ada kenaikan. Kami terima laporan. 1 minggu naik (harga telur ayam), beritanya sudah luar biasa," ungkap dia.‎

Namun demikian, kata Amran, pihaknya tidak akan membiarkan harga telur ayam terus melambung tinggi. Kementan akan menggelar operasi pasar telur ayam murah hingga harga bisa kembali pada level yang normal.

"Tapi memang perlu ada yang diselesaikan. Kan ada banyak masalah, perubahan iklim dan rantai pasok panjang. Dan tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya