Berakhir 31 Juli, Izin Sementara Freeport Bakal Diperpanjang Lagi

Kementerian ESDM akan memperpanjang masa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara PT Freeport Indonesia, jika proses negosiasi belum selesai.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 30 Jul 2018, 15:47 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2018, 15:47 WIB
Pertambangan
Ilustrasi Foto Pertambangan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) akan memperpanjang masa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara PT Freeport Indonesia, jika proses negosiasi belum selesai.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot mengatakan, jika proses negosiasi dengan Freeport belum selesai sampai batas waktu IUPK sementara 31 Juli 2018, maka status tersebut akan kembali diperpanjang.

"IUPK prinsipnya kalau belum selesai, perpanjang," kata Bambang, di Jakarta, Senin (30/7/2018).

Namun Bambang belum bisa menyebutkan lama waktu perpanjangan status IUPK sementara, Sebab, hal tersebut akan ditetapkan Menteri ESDM Ignasius Jonan. "Ya terserah Pak Menteri. Mau sebulan, seminggu," tuturnya.

Menurut Bambang, sampai saat ini belum ada sinyal selesainya salah satu poin negosiasi yaitu pelepasan saham (divestasi) Freeport menjadi 51 persen. Sedangkan poin lain negosiasi adalah, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter), stabilitas investasi dan perpanjangan masa operasi.

"Belum (belum ada sinyal penyelesaian negosiasi). Tanya Inalum," tandasnya.

Sebelumnya, Freepot Indonesia telah mendapatkan perpanjangan waktu status IUPK sementara sampai 31 Juli 2018, setelah habis masa sebelumnya 4 Juli 2018.

HoA Divestasi Saham Freeport Mengikat Secara Moral

Pertambangan
Ilustrasi Foto Pertambangan (iStockphoto)

Pemerintah Indonesia dan Freeport McMoRan telah sepakat terkait divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia kepada PT Inalum (Persero). Hal tersebut tertuang dalam Head of Agreement yang ditandatangani beberapa waktu lalu.

‎Direktur Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatakan, meski pun HoA ini bukan merupakan suatu ikatan legal bagi Freeport McMoRan maupun pemerintah Indonesia, namun ada unsur moral yang harus dipenuhi keduanya.

"Mengenai HoA (Head of Agrement), dalam bisnis internasional HoA biasa. Karena di situ diatur untuk menuju transaksinya bagaimana, harganya bagaimana, memang caranya harus begitu, kalau tidak diatur duluan bagaimana. Maka itu ada HoA untuk memastikannya. Maka HoA punya ikatan moral," ujar dia dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 di Jakarta, Senin (23/7/2018).

‎Bambang mengungkapkan, Freeport beroperasi melalui KK (Kontrak Karya) tahun1991 yang diperbaharui karena ketika kontrak pertama Freeport pada 1967, kepemilikannya masih berbadan hukum asing. Kemudian pada 2017, terjadi perubahan lagi dimana KK menjadi izin Usaha Pertambangan Khusus ‎(IUPK).

"Sebetulnya divestasi perubahan kegiatan penambangan Papua oleh Freeport, termasuk pembangunan smelter, termasuk dalam perubahan KK mejadi IUPK. Kita lihat ke divestasi sudah diatur dalam KK, pasal 24 ayat 2A-2B mengatur bahwa kewajiban mereka mendivestasi melalui pasar modal. Atau langsung diatur di tahun pertama sebanyak 10 persen, hingga tahun ke 10 mencapai 20 persen," jelas dia.

Pada perkembangannya, lanjut Bambang, dalam UU Nomor 4 Tahun 2009, menyebutkan sejak 5 tahun harus divestasi dan jumlah diatur menjadi 25 persen.

Selanjutnya keluar PP Nomor 7 Tahun 2014 bagi perusahaan melakukan penambangan bawah tanah berkewajiban melakukan 30 persen divestasi saham. Kemuadian pemerintah mengeluarkan PP Nomor 1 Tahun 2017 di mana divestasi menjadi 51 persen.

Menurut Bambang, setelah itu ada beberapa kebijakan yang dituangkan dalam IUPK, yaitu mendivestasikan 51 persen saham, membangun smelter serta ketentuan adanya stabilitasi investasi.

"Kita tidak bisa menunggu sampai tahun 2021. Kita tidak bisa menolak perpanjangan kontrak tanpa alasan yang wajar, Freeport tahunya sampai 2041, tapi kita tahunya sampai 2021," kata dia.

Bambang menjelaskan, jika kegiatan Freeport berhenti di 2021, maka Indonesia digugat di pengadilan arbitrase internasional.

"Nah, jika sudah digugat maka prosesnya panjang, dan operasional tambang akan berhenti. Padahal operasional tambang ini tidak boleh berhenti. Jika berhenti recovery-nya akan mahal, jika lebih parah lagi tambang akan ambruk dan rusak. Dalam IUPK tidak otomatis diberikan sampai 2041. Kita akan beri persayaratan, jika Freeport memenuhi persyaratan tersebut maka bisa sampai tahun 2041 kontraknya," tandas dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya