Liputan6.com, Jakarta CEO KLY Network, Steve Christian bercerita mengenai perkembangan digital di Indonesia. Dia menilai jika dibandingkan saat pertama kali membangun jaringan KapanLagi pada 15 tahun silam, tepatnya pada 2003, kondisi digital di Indonesia mengalami banyak perubahan yang signifikan hingga saat ini.
"Kita dikunjungi oleh sekitar 120 juta orang. Pada waktu pertama kita mulai tahun 2003 itu hanya sekitar di bawah 10 juta, jadi jumlahnya sudah 12 kali lipat dibanding pada waktu itu ya," kata Steve saat jadi pembicara dalam acara peluncuran PermataMobile X, di Epicentrum, Jakarta, Rabu (1/8/2018).
Pada waktu itu, menurut dia, jaringan media online terbesar di Indonesia tersebut belum dapat memasang iklan. "Pada waktu itu kita gak bisa jualan iklan karena jumlahnya sangat terbatas," ujar dia.
Advertisement
Dia menjelaskan, zaman dahulu orang lebih banyak mengakses situs online melalui komputer dekstop. "Tapi sejak Tahun 2012 tren berubah, jumlah user terus meningkat dan di Indonesia kita bisa lihat perubahan yang paling drastis sejak adanya smartphone (telepon pintar)," dia menambahkan
Menurutnya, beberapa tahun lalu masyarakat yang mengakses situs online lewat komputer sebanyak 50 persen, dan 50 persen sisanya mengakses melalui telepon pintar.
"Hari ini itu 80 persen sudah pindah semua ke mobile, jumlah user di dekstop terus stagnan. Saya bilang dan sudah mulai turun karena orang lebih banyak mengakses layanan layanan di mobile," jelas dia.
Pergeseran tersebut, lanjutnya, terjadi juga pada layanan online sektor perbankan. Bila dulu layanan hanya bisa diakses di komputer namun sekarang sudah beralih dalam bentuk aplikasi di telepon pintar.
"Seperti contoh saya dulu menggunakan Permatanet di dekstop dan sekarang saya sudah mungkin sudah 2 atau 3 tahun gak pernah memakai permatanet, semuanya sudah selesai dengan PermataMobile," dia menandaskan.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Tantangan Sektor Keuangan Terapkan GCG di Era Digital
Ketua Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ahmad Hidayat mengungkapkan, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi industri sektor keuangan di era transformasi digital, untuk menerapkan praktik tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporte Governance/GCG).
Ahmad mengatakan, dalam implementasi GCG di sektor jasa keuangan, pertama harus membutuhkan kepemimpinan yang tidak hanya kuat dan berintegritas, namun juga agile dan adaptif terhadap disruptive innovation atau inovasi.
"Pemimpin yang harus berubah dengan cepat, proaktif, jika ingin tetap berada sebagai the head of the market," kata Ahmad saat ditemui di Jakarta, Selasa (31/7/2018). Di dalam satu organisasi, kata dia, perlu membangun generasi baru pemimpin yang digital-ready leaders dengan tetap menerapkan GCG.
Lebih dari itu, pemimpin organisasi juga harus mampu membentuk budaya agar seluruh karyawan bergerak bersama beradaptasi dalam revolusi industri 4.0. Ahmad mengatakan, di era revolusi industri 4.0 juga tak lepas dari IT governance.
Sebab teknologi informasi menjadi tulang punggungnya. "Kami perlu menekankan hal ini karena dimungkinkan ada perusahaan yang kurang memberikan perhatian serius pada sisi teknologi informasi," imbuh dia.
Saat ini, kata Ahmad teknologi bukan sebagai sebuah prioritas lagi, namun menjadi kebutuhan dalam menjaga kelangsungan bisnis yang tidak lagi bisa ditawar. Pemimpin organisasi membutuhkan mentalitas perbaikan terus-menerus serta responsif terhadap lingkungan yang dinamis.
"Strategi teknologi informasi harus sejalan dengan strategi bisnis organisasi. IT Governance mengawal prinsip GCG yang penerapannya disesuaikan dengan kebutuhan spesifik organisasi," kata Ahmad.
Di sisi lain, yang perlu diperhatikan kata dia adalah melihat kembali governance process apakah sudah beradaptasi dengan perubahan proses bisnis dan model bisnis yang terus berubah. "Proses dan mekanisme pengambilan keputusan perlu di tata ulang," ujar dia.
Kemudian, perhatian selanjutnya dari sisi assurance, baik yang dilakukan oleh audit internal maupun OJK. Menurut Ahmad, cara pandang dan pendekatan audit yang dilakukan memerlukan adaptasi terhadap dinamika yang ada.
Hal ini akan berdampak tidak hanya pada jenis dan model audit yang dilaksanakan, namun juga membutuhkan kemampuan dan metodologi tersendiri.
"Pemikiran kritis, komunikasi, kolaborasi, persuasi, etika profesional, dan memahami audit adalah skills utama audit di era transformasi digital yang seharusnya dimiliki oleh para penyedia asuransi," kata dia.
Advertisement