Liputan6.com, Jakarta - Angka Kemiskinan turun hingga menyentuh 9,82 persen. Angka ini diketahui merupakan capaian terbaik Indonesia sepanjang sejarah. Meskipun demikian masih ada sejumlah catatan yang mesti diperhatikan Pemerintah.
Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa, Ah Maftuchan, mengatakan, data dirilis BPS tersebut masih melihat kemiskinan dari satu dimensi ekonomi saja, yakni dari sisi pengeluaran per kapita. Ini berarti BPS mendefinisikan kemiskinan hanya dengan mengukur kemampuan seseorang memenuhi kebutuhan dasar.
Menurut dia, meskipun secara absolut, angka kemiskinan Indonesia sudah satu digit sebesar 9,82 persen atau 25,95 juta orang, namun Garis Kemiskinan (GK) yang digunakan masih condong melihat kemiskinan dari kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar berupa makanan.
Advertisement
Baca Juga
"Hal ini dapat dilihat dari dominannya peranan makanan sebesar 73,48 persen terhadap GK dibanding non-makanan. Ini dapat menyembunyikan kemiskinan yang sesungguhnya karena tidak melihat kemiskinan secara multi-dimensi, dinamis dan relatif berdasarkan standar yang melampaui lapar dan haus saja," ungkapnya dalam diskusi, di Tjikini Lima Cafe, Jakarta, Rabu (8/8/2018).
Agenda pembangunan perlu dipertegas melampaui penurunan garis kemiskinan yaitu dengan menciptakan kesejahteraan dan kualitas hidup yang lebih baik. Pendekatan multi-dimensi dalam melihat kemiskinan akan membantu pemerintah dan pihak lain yang terlibat dalam agenda ini untuk bisa melihat kemiskinan yang mendekati kenyataan riil di lapangan.
“Kita harus bergerak lebih maju, melampaui sekadar penurunan kemiskinan menuju penciptaan kesejahteraan yang lebih substantif. Kita harus membuat ukuran kemiskinan yang mengacu pada standar kualitas hidup yang multi-dimensi misalnya dimensi kesehatan, pendidikan, perumahan, akses terhadap air bersih dan energi,” kata dia.
Dia pun menambahkan, untuk percepatan kesejahteraan maka pemerintah harus segera memperkuat program sosial semisal basic income, padat karya, jaminan kesehatan semesta sekaligus mendorong pembangunan SDM.
"Sehingga dapat menurunkan tingkat pengangguran dan meningkatkan pendapatan," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jumlah Penduduk Miskin Terendah Sejak Krisis 1998
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin atau penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di Indonesia mencapai 25,95 juta orang (9,82 persen) pada Maret 2018. Angka tersebut berkurang 633,2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang sebesar 26,58 juta orang (10,12 persen).
Kepala BPS, Suharyanto, menyebutkan angka tersebut paling rendah sejak krisis moneter yang dialami Indonesia pada 1998 silam.
"Ini pertama kali Indonesia mendapatkan tingkat angka kemiskinan satu digit, terendah sejak 1998, meski penurunan jumlah penduduknya tidak yang paling tinggi," kata Suharyanto pada Senin 16 Juli 2018.
BACA JUGA
Meski turun, Suharyanto menegaskan bahwa tugas pemerintah masih banyak sebab jumlah penduduk miskin masih cukup tinggi.
"Maret 2018 ini adalah untuk pertama kalinya persentase penduduk miskin di angka 1, biasanya dua digit, ini pertama kalinya terendah. Tapi menurut saya kita masih punya banyak PR, kebijakan harus tepat sasaran. Memang persentase paling rendah tapi jumlah (penduduk miskin) masih besar."
Suharyanto mengungkapkan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2017 sebesar 7,26 persen, turun menjadi 7,02 persen pada Maret 2018. Sementara itu, persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2017 sebesar 13,47 persen, turun menjadi 13,20 persen pada Maret 2018.
Selama periode September 2017-Maret 2018, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun hingga 128,2 ribu orang (dari 10,27 juta orang pada September 2017 menjadi 10,14 juta orang pada Maret 2018). Sementara itu, di daerah perdesaan turun 505 ribu orang (dari 16,31 juta orang pada September 2017 menjadi 15,81 juta orang pada Maret 2018).
Advertisement