Pembatasan 500 Komoditas Impor Terbanyak untuk Barang Konsumsi

Menperin Airlangga menegaskan untuk memenuhi kebutuhan saat ini bisa dimaksimalkan penggunaan produk dalam negeri melalui substitusi impor.

oleh Merdeka.com diperbarui 16 Agu 2018, 16:02 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2018, 16:02 WIB
Kinerja Ekspor dan Impor RI
Suasana aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah tengah mengkaji untuk membatasi impor pada 500 komoditas. Hal itu bertujuan untuk mengendalikan nilai tukar rupiah dan defisit transaksi berjalan.

Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menyebutkan dari 500 komoditas tersebut sebagian besar yang akan dikurangi adalah impor konsumsi.

"Akan di-review lagi dan kebanyakan barang konsumsi," kata Menperin Airlangga saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (16/8).

Sementara itu, impor bahan baku dan barang modal tidak akan banyak yang dibatasi. "Bahan baku tentu tidak dipersulit ya dan juga barang modal," ujar dia.

Menperin Airlangga menegaskan untuk memenuhi kebutuhan saat ini bisa dimaksimalkan penggunaan produk dalam negeri melalui substitusi impor.

Sementara untuk bahan baku, saat ini memang masih banyak yang terpaksa harus didatangkan dari luar sebab belum tersedia di dalam negeri.

"Subtitusi impor kan harus ada barang yang sudah ada di dalam negeri. Nah, itu kita dorong untuk beli di dalam negeri. Tapi kalau barang yang masih diperlukan untuk bahan baku industri, tentu tidak dipersulit," dia menandaskan.

Dia mencontohkan, untuk bahan baku berupa plastik sudah ada pabrik di dalam negeri. Selain itu, bahan kimia untuk kebutuhan industri farmasi yang saat ini impornya cukup tinggi akan diupayakan segera tersedia di dalam negeri.

"Kita sudah ada, kalau subtitusi impor kita bikin pabrik. Misalnya bahan baku plastik. Kan ada 2 pabrik. Bahan kimia kita lihat bahan untuk farmasi. Nah tentu itu akan didorong juga," dia menandaskan.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

 

Identifikasi

Kinerja Ekspor dan Impor RI
Aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pihaknya bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mengidentifikasi terhadap barang atau komoditas yang berhubungan dengan konsumsi dan bahan baku serta barang yang sudah memiliki substitusi produk dari dalam negeri.

"Kita akan lihat, kalau permintaan melonjak tinggi dan dia tidak strategis dan dibutuhkan dalam perekonomian maka akan dikendalikan. Ini kita suspect termasuk berbagai macam belanja online khususnya dari luar yang mengindikasikan impor barang konsumsi yang melonjak sangat tinggi," ujar dia di Jakarta, seperti ditulis Rabu (15/8/2018).

Sri Mulyani mengungkapkan, saat ini ada sekitar 500 komoditas yang akan diidentifikasi, apakah impornya perlu dilakukan segera atau bisa untuk ditindak.

"Kami melakukan langkah drastis dan tegas untuk mengendalikan impor ini. Saat ini kami bersama Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian akan mengidentifikasi 500 komoditas yang bisa di produksi dalam negeri, apakah bisa substitusi impor dan pengendalian dari sisi impor," kata dia.

Sementara itu, terkait impor bahan baku untuk proyek infrastruktur yang dikendalikan pemerintah, PLN dan Pertamina telah diminta melihat komponen impor proyeknya. Hal tersebut karena kedua BUMN yang memiliki komponen impor besar.

"Enggak hanya TKDN, tapi juga melihat secara langsung berapa impor barang modal. Untuk proyek belum financial closing akan ditunda. Kami akan lakukan enam bulan ke depan dengan sangat firm, sehingga kontribusi terhadap impor barang modal dari BUMN bisa dikendalikan. Menteri ESDM akan lihat dari sisi master list semua request impor setop dulu dalam enam bulan ke depan dan dilihat kondisi neraca pembayaran kita harus membaik," tutur dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya