Kebijakan Campuran Sawit ke Solar Tak Ganggu Industri Otomotif
Sebanyak 9 perusahaan penyalur Bahan Bakar Minyak (BBM)Â bakal menandatangani kontrak terkait kewajiban pembelian minyak nabati pada Jumat 31 Agustus 2018. Aturan pembelian minyak nabati selaras dengan program kebijakan Biodiesel 20 persen (B20) yang akan mulai diterapkan pada 1 September 2018.
"Kemarin yang langsung tandatangan kontrak baru dua perusahaan, sementara sembilan lainnya baru tahap head of agreement. Menurut informasi, paling lambat besok semua harus teken kontrak di kantor Kemenko (Perekonomian)," jelas Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Master Parulian Tumanggor di Jakarta, Kamis (30/8/2018).
Sebagai informasi, mengacu Keputusan Menteri ESDM Nomor 1936 K/10/MEM/2018, tercantum harus ada 11 perusahaan penyalur BBM yang menandatangani kontrak terkait pencampuran 20 persen minyak nabati ke dalam bahan bakar yang diperjualbelikan di tiap SPBU.
Saat ini, tercatat baru ada dua perseroan yang meneken kontrak dengan pemasok Fatty Acid Methyl Esters (FAME), yakni ExxonMobil Lubricant Indonesia dan Petro Andalan Nusantara.
Master Parulian Tumanggor menyebutkan, bila 9 perusahaan sisa tidak menandatangani kontrak sampai batas waktu yang ditenggatkan, maka akan ada sanksi yang siap dijatuhkan.
"Kalau perusahaan enggak melakukan penandatanganan kontrak, terutama BU (Badan Usaha) BBM, dia tidak akan diberikan izin impor solar," tegasnya.
"Kemarin dalam pernyataan mereka siap (mematuhi regulasi) di kantor Kemenko (Perekonomian). Hambatan-hambatan yang ada harus mereka selesaikan. Tapi kita kemarin juga carikan jalan keluarnya biar 1 September (program B20) jalan," dia menambahkan.
Â
Â
* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini
Â
Advertisement
Kebijakan Campuran Sawit ke Solar Tak Ganggu Industri Otomotif
Penerapan kebijakan pencampuran CPO ke solar sebesar 20 persen atau B20 dinilai tidak akan mengganggu industri otomotif dalam negeri. Pasalnya, kendaraan yang diproduksi industri tersebut masuk dalam kategori public service obligation (PSO) atau tidak diwajibkan untuk mengkonsumsi B20.
"Terkait implementasi B20, untuk otomotif itu kan termasuk yang di PSO. Jadi yang didorong kan yang nonPSO seperti untuk industri, pertambangan. Industri sudah declare siap implementasikan B20," ujar Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika di Yogyakarta, Kamis (30/8/2018).
Dia mengungkapkan, sebenarnya tanpa perlu didorong, kendaraan yang produksi saat ini telah mampu mengkonsumsi B20. Sebab, solar yang tersedia di SPBU saat ini juga telah mengimplementasikan B20.
"Di pompa bensin itu sudah B20. Semua bus gunakan itu jadi tidak ada kendala. Itu semua sudah menjalankan," lanjut dia.
Jika ada laporan yang menyebut kendaraannya bermasalah akibat mengkonsumsi B20, menurut Putu sebenarnya kendaraan tersebut hanya membutuhkan adaptasi dengan bahan bakar ini.Pasalnya penggunaan konsumsi B20 akan merontokkan kotoran di mesin kendaraan, sehingga kotoran tersebut menyumbat saringan dan menyebabkan mesin bermasalah.
‎"Bagi yang baru (mengkonsumsi) itu jumlahnya tidak banyak, cuma mobil tertentu. Itu perlu perlu membiasakan. Karena biofuel ini membersihkan. Jadi yang kotor-kotor jadi tercampur dan masuk ke filter. Itu dibersihkan tiga kali saja sudah lancar lagi," tandas dia.
Â
Â