Liputan6.com, Jakarta - Para petani menolak anggapan rendahnya serapan beras lokal oleh Perum Bulog karena produksi padi menurun menyusul musim kemarau.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengatakan, saat ini di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di Jawa Barat justru tengah panen raya.
"Kami sedang panen raya. Sudah terjadi sejak pertengahan Agustus, dan akan berjalan sampai pertengahan Oktober," ungkap Winarno.
Advertisement
Namun sayang, menurutnya hasil panen petani tidak terserap pasar. Sebabnya antara lain lantaran kebijakan penambahan impor beras.
Dalam pandangan Winarno, Pemerintah seharusnya melakukan koordinasi dengan petani, penggilingan hingga Bulog. Sehingga jika benar sempat terjadi penurunan pasokan ke Bulog, pemerintah tahu sumber masalahnya.
Baca Juga
"Mengapa pemerintah tidak mau merevisi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras. Padahal, setiap tahun ada inflasi dan kenaikan harga produksi. Banyak petani enggan menjual, menahan hasil panen karena harga gabah ditetapkan pemerintah terlalu murah," tambahnya.
Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 tahun 2015 untuk gabah Kering Panen (GKP) Rp 3.700 per kilo gram (kg) dan beras Rp 7.300 per kg.
"Petani menjual di atas harga itu. Karena modal produksinya sudah Rp 4.200 per kg. Lalu disimpulkan terjadi kenaikan harga gabah dan beras, akibat produksi turun karena kemarau dan menjadi alasan impor", pungkasnya.
Sementara itu, Ekonom senior Rizal Ramli menambahkan, dirinya justru curiga ada kepentingan kartel di balik kebijakan impor beras saat stok nasional mencukupi.
"Para kartel itu tidak peduli dengan nasib petani. Mereka seenaknya saja melakukan impor pangan meski di Indonesia sedang panen. Sebab, dengan impor itu mereka mendapat keuntungan puluhan triliun rupiah. Padahal, akibat impor ini sangat fatal. Tercipta ketergantungan permanen," pungkas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Beras Impor yang Masuk ke RI Sudah Capai 1,8 Juta Ton
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menyebut beras impor yang sudah masuk ke Indonesia hingga saat ini baru mencapai sekitar 1,8 juta ton.
Jumlah tersebut, terbilang kurang, sebab pemerintah telah mengeluarkan izin terbit impor besar mencapai 2 juta ton pada 2018.
Diketahui, Kementerian Perdagangan telah memberikan izin impor bagi Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) sebesar 1 juta ton di pertengahan tahun ini.
Izin impor ini merupakan ketiga kalinya sebelumnya pemerintah secara berturut-turut memberikan izin impor beras sebesar 500 ribu sebanyak dua kali kepada Bulog. Secara total jumlah impor beras mencapai dua juta ton.
BACA JUGA
"(Hasil rakornya apa?) Yang sudah datang, ada yang masih di pelabuhan juga. Tapi angkanya 1,8 (juta ton)," ujar Darmin pada Senin 28 Agustus 2018.
Darmin menjelaskan, kenapa pemerintah berani memberikan izin impor hingga mencapai 2 juta ton pada 2018.
Dia menyebut, beberapa negara sebelumnya telah menyepakati dan berani menyanggupi untuk memenuhi kebutuhan stok beras di dalam negeri. Namun justru yang terealisasi saat ini baru ada sekitar 1,8 juta ton.
"Karena tadinya ada negara yang bilang iya, tapi sampai tanggal yang dijanjikan enggak datang. Ya enggak usah dibilang negaranya dari mana. Tapi tadinya 2 juta itu aslinya," imbuh Darmin.
Di sisi lain, Darmin pun mengakui, penyerapan beras di dalam negeri yang dilakukan oleh Bulog per semesternya semakin menurun.
Oleh karena itu, pihaknya pun sudah memperingatkan Bulog untuk betul-betul turun tangan. Itu dilakukan, sebab di beberapa pasar, harga beras terus bergerak naik.
"Jangan kemudian yang ditargetkan stocknya berapa, yang harus dilihat kalau perlu operasi pasar, ya operasi pasar. Kalau perlu rasrta dikirim, ya dikirim," ujar Darmin.
Advertisement