Perang Dagang AS-China Mereda, Rupiah Kembali Menguat

Bank Indonesia (BI) memastikan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan stabil ke depan.

oleh Merdeka.com diperbarui 21 Sep 2018, 15:01 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2018, 15:01 WIB
Sri Mulyani, Yasonna Laoly, dan Bambang Brodjonegoro Rapat Kerja Bersama DPR
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (kanan) bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat rapat kerja dengan Banggar DPR, Jakarta, Selasa (4/9). Rapat kerja membahas penyampaian pokok-pokok RUU APBN 2019. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memastikan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan stabil ke depan. Hal ini didorong perang dagang AS dan China yang mereda.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan bahwa perkembangan nilai tukar rupiah akan stabil, bahkan ada kecenderungan menguat terhadap Dolar AS. Kondisi itu didorong oleh beberapa faktor yang berhasil mendukung penguatan rupiah.

"Stabilnya nilai tukar itu pertama, bahwa risiko di pasar keuangan global itu mereda, baik yang terkait ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan China maupun pasar keuangan," kata Perry di Kompleks gedung BI, Jumat (21/9/2018).

Dia mengungkapkan, saat ini investor global sudah melihat kondisi perang dagang akan berdampak buruk pada ekonomi AS. Oleh sebab itu, investor mulai menarik investasinya dari negeri Paman Sam dan mulai menanamkannya kembali ke negara-negara berkembang.

"Perang dagang ini tidak baik untuk ekonomi AS sehingga mereka lihat mulai menginvestasikan ke berbagai negara emerging market," ujar dia.

Indonesia menjadi salah satu negara yang kembali mendapat suntikan investasi. Bahkan arus modal masuk sudah mulai kembali ke Indonesia sebelum insiden krisis keuangan melanda Turki.

"Arus modal asing masuk ke Indonesia sebelum krisis Turki sudah masuk," ujar dia.

Faktor kedua, ia menuturkan, adalah kepercayaan investor dalam negeri maupun global juga sudah kembali seiring kebijakan-kebijakan yang sudah diambil BI selaku otoritas moneter.

"Confident investor domestik maupun global terhadap langkah kebijakan BI cukup kuat kalau ke investor besar Singapura, London, New York, mereka confident ke ekonomi itu kuat, kebijakan moneter preemtive pendalaman pasar valas yang dilakukan, langkah konkret pemerintah untuk turunkan CAD ini kredibel," kata dia.

Dia menuturkan, Indonesia dipandang memiliki prospek yang baik dan dibedakan dengan sejumlah negara emerging market. Perry juga memberi apresiasi pada pemerintah.

"Dalam kesempatan ini terima kasih ke pemerintah," kata dia.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Dolar AS Melemah, Rupiah Mampu Lanjutkan Penguatan

Rupiah Tembus 14.600 per Dolar AS
Petugas menunjukkan uang dolar AS di gerai penukaran mata uang di Ayu Masagung, Jakarta, Senin (13/8). Pada perdagangan jadwal pekan, senin (13/08). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh posisi tertingginya Rp 14.600. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali menguat menjelang akhir pekan ini. Dolar Amerika Serikat (AS) melemah terhadap mata uang menjadi katalis positif untuk rupiah.

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Jumat, 21 September 2018, rupiah menguat 15 poin atau 0,10 persen ke posisi 14.824 per dolar AS dari periode 20 September 2018 di posisi 14.839 per dolar AS.

Sementara itu, kurs Bloomberg, rupiah menguat 29 poin pada pembukaan perdagangan ke posisi 14.820 per dolar AS dari posisi penutupan kemarin di posisi 14.849 per dolar AS. Kini rupiah berada di posisi 14.825 per dolar AS. Sepanjang Jumat siang ini, rupiah bergerak di kisaran 14.805-14.837 per dolar AS.

Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, rupiah mampu menguat didorong dolar AS yang melemah terhadap mata uang utama lainnya.

Dolar AS tertekan didorong sentimen global dengan penguatan mata uang Inggris pound sterling. Hal itu dipicu perkembangan Britain exit (brexit). Josua menambahkan, pemerintahan AS menurunkan tarif impor untuk barang China dari 35 persen menjadi 10 persen juga memberikan katalis positif.

"Pemerintahan AS menurunkan impor tarif dari 35 persen menjadi 10 persen jadi positif untuk emerging market. Pemerintahan AS turunkan tarif memberikan kepercayaan kepada investor asing untuk masuk ke aset berisiko. Selain itu, mata uang emerging market kembali rebound juga bikin confidence," ujar Josua saat dihubungi Liputan6.com.

Dari internal, Josua menyebutkan langkah-langkah pemerintah untuk menurunkan defisit transaksi berjalan mulai dari penerapan biodiesel 20 persen, kenaikan pajak barang impor dan rencana devisa hasil ekspor akan ditahan enam bulan juga memberikan sentimen.

"Investor asing keluar dari pasar obligasi juga mulai tertahan," kata dia.

Josua memperkirakan, nilai tukar rupiah bergerak di kisaran 14.775-14.875 per dolar AS pada Jumat pekan ini. "Rupiah masih berpeluang menguat," ujar Josua.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Pengrajin Tahu Semanan
Pekerja memproses tahu di salah satu industri rumahan Semanan, Kalideres, Jakarta, Rabu (19/9). Naiknya dolar AS membawa dampak pada harga kedelai impor yang merupakan bahan baku para produsen tahu di Semanan. (Merdeka.com/Iqbal S Nugroho)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya