Liputan6.com, Jakarta - Penyambungan listrik pada pedesaan (lisdes) di wilayah terdepan, terluar dan terpencil (3T) tidak sesuai alokasi. Hal ini sebab DPR memangkas anggaran Penyertaan Modal Negara (PMN) 2019 untuk PT PLN (Persero).
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Andy Noorsaman Sommeng, mengatakan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Negara (RAPBN) PMN untuk PLN diajukan sebesar Rp 10 triliun. Anggaran itu dialokasikan untuk program listrik desa sebesar Rp 8,5 triliun dan pembangunan transmisi serta Gardu Induk (GI) sebesar Rp 1,5 triliun.
"PMN 2019 alokasi Rp10 triliun, ini mengejar rasio elektrifikasi 99,9 persen 2019," kata Andy, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (24/9/2018).
Advertisement
Baca Juga
Namun, pengajuan tersebut ditolak DPR. Menurut Andy, alokasi PMN PLN diputuskan Rp 6,5 triliun. Dampak dari penurunan anggaran PMN tersebut adalah penurunan alokasi anggaran listrik pedesaan menjadi Rp 5,9 triliun.
"Diputuskan Rp 6,5 triliun, karena Rp 3,5 triliun ke Hutama Karya untuk jalan tol. Listrik desa jadi Rp 5,9 triliun," tutur Andy.
Andy mengungkapkan, akibat penurunan anggaran listrik desa, membuat jadwal penyambungan listrik ke desa yang saat ini belum menikmati listrik tertunda. Dia pun memperkirakan baru bisa dilakukan pada 2020.
"Kita hitung lagi apakah ada penundaan listrik desa dengan Rp 5,9 T. Sehinga ada daerah yang rasio elektrifikasinya belum sampai 92 persen tertunda," ujar dia.
Penyambungan Listrik Warga Tak Mampu Disubsidi Tahun Depan
Sebelumnya, usulan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang asumsi makro Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2019 disetujui Komisi VII DPR. Usulan tersebut antara lain subsidi penyambungan listrik.
Menteri ESDM Ignasius Jonan menyambut baik keputusan rapat komisi VII DPR dengan jajaran instansinya. Hasil keputusan tersebut akan dilanjutkan pembahasannya ke Badan Anggaran (Banggar) DPR.
"Mengenai penetapan asumsi dasar makro sebagaimana yang sudah dilaksanakan rapat pada 13 September 2018 lalu dan dilanjutkan dengan beberapa eselon 1, SKK Migas, BPH Migas dan Direksi PLN bersama bapak ibu dan pimpinan Komisi VII, telah diperoleh kesepakatan seperti dinyatakan Pak Ketua tadi, Kami terima dengan baik. Kami anjurkan pimpinan melanjutkan ke Banggar," kata Jonan, di Gedung DPR, Senin malam 17 September 2018.
Adapun asumsi makro yang telah disepakati adalah harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP pada 2019 sebesar USD 70 dolar per barel.
Kemudian besaran lifting migas sebanyak 2.025 ribu BOEFD, cost recovery USD 8 miliar-USD 10 miliar, subsidi solar Rp 2.000 per liter. Kemudian subsidi listrik Rp 57 triliun dan tambahan subsidi penyambungan Rp 1,2 triliun.
Dalam postur asumsi makro RAPBN 2019 tersebut, Kementerian ESDM memasukkan subsidi baru, yaitu penyambungan listrik untuk rumah tangga tidak mampu sebesar Rp 1,2 triliun, daya listrik yang disambung sebesar 450 Volt Ampere (VA).
Sebelumnya Jonan mengungkapkan, dari anggaran Rp 1,21 triliun, bisa menomboki penyambungan listrik 2,4 juta rumah tangga tidak mampu, dengan besaran subsidi Rp 500 ribu per rumah tangga. Adanya subsidi tersebut akan dapat mempercepat sambungan listrik pada keluarga tidak mampu.
"Kami sudah bicarakan dengan PLN Kementerian Keuangan, subsidi menjadi Rp 500 ribu, itu bisa 2,4 juta keluarga segera dipasang listriknya," tutur Jonan.
Menurut Jonan, rumah tangga yang akan mendapat subsidi penyambungan listrik letaknya bukan di wilayah terpencil yang belum terdapat jaringan kelistrikan, tetapi di wilayah yang sudah ada jaringan listriknya. Namun, rumah tangga tersebut tidak mampu untuk menyambung listrik.
"Untuk diketahui di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta ada calon pelanggan baru yang tidak mampu menyambung daya, bukan tidak mampu bayar bulanan. Ini bukan di tempat jauh-jauh, di DKI ada 30 ribu sampai 35 ribu yang tidak mampu menyambung listrik," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement