Tekanan terhadap Rupiah Semakin Dalam, Sentuh 15.087 per Dolar AS

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.065 per dolar AS hingga 15.087 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 03 Okt 2018, 12:05 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2018, 12:05 WIB
Rupiah Tembus 14.600 per Dolar AS
Petugas melayani nasabah di gerai penukaran mata uang di Ayu Masagung, Jakarta, Senin (13/8). Pada perdagangan jadwal pekan, senin (13/08). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh posisi tertingginya Rp 14.600. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus bergerak melemah pada perdagangan Rabu ini.

Mengutip Bloomberg, Rabu (3/10/2018), rupiah dibuka di angka 15.065 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 15.042 per dolar AS. Sejenak kemudian, rupiah tertekan lebih dalam ke 15.077 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.065 per dolar AS hingga 15.087 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 11,23 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 15.088 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.988 per dolar AS.

"Pergerakan rupiah mampu berbalik menguat meski terbatas setelah sempat mengalami tekanan pada hari sebelumnya," kata Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada dikutip dari Antara.

Ia menambahkan ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko diharapkan mereda setelah disepakatinya Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA). "Namun sentimen perang dagang AS dan tiongkok masih membayangi," katanya.

Sementara itu terpantau, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada pukul 10.15 WIB bergerak ke area negatif atau melemah ke posisi 15.082 per dolar AS.

Analis Valbury Asia Futures Lukman Leong mengatakan sentimen mengenai defisit neraca transaksi berjalan masih menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pergerakan rupiah.

"Fundamental ekonomi sebenarnya masih bagus, hanya memang ada beberapa celah yang dinilai pasar masih negatif seperti defisit neraca transaksi berjalan," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pengamat Sebut Rupiah Melemah karena USS 20 Miliar Dana Asing Keluar dari RI

Nilai tukar Rupiah
Petugas menunjukkan pecahan uang dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Rabu (5/9). Nilai tukar Rupiah di pasar spot menguat tipis 0,06 persen ke Rp 14.926 per dollar Amerika. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Ekonom Faisal Basri menyebut penyebab utama pelemahan rupiah pada tahun ini berkaitan dengan keluarnya dana asing hingga USD 20 miliar dari Indonesia pada 2017. Dana tersebut merupakan repatriasi dari keuntungan perusahaan-perusahaan asing yang ada di Indonesia.

"Usaha di Indonesia ini keren banget. FDI (Foreign Direct Investment) datang ke Indonesia untungnya itu banyak. Tapi untungnya itu kan mereka bawa pulang kan," kata Faisal dalam sebuah acara diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (2/10/2018).

Faisal mengungkapkan, pada tahun lalu, asing membawa pulang keuntungan yang berhasil mereka dapatkan di Indonesia hingga USD 20 miliar. 

"Yang mereka bawa pulang itu USD 20 miliar, jadi sumber rupiahnya memburuk itu bukan karena impornya naik , iya itu penyebab , impor minyak juga naik iya itu penyebab, tapi penyebab utamanya adalah repatriasi laba perusahaan asing di Indonesia USD 20 miliar," dia kembali menegaskan.

Dia menjelaskan, angka repatriasi tersebut jauh lebih besar dibanding defisit impor migas sebesar USS 11 miliar.

Dia pun menyarankan pemerintah untuk segera membuat aturan tegas mengenai batas repatriasi. Jika 25 persen profit atau keuntungan asing diwajibkan untuk tetap berada di Indonesia itu akan sangat membantu stabilisasi rupiah di pasar global.

"Tanamkan kembali di Indonesia, 25 persen saja. Jadi 5 persen dari USD 20 miliar kan USD 5 miliar," ujarnya.

Angka USD 5 miliar tersebut bahkan jauh lebih besar dari penghematan yang dilakukan pemerintah yaitu kenaikan bea masuk impor beberapa komodita dan kenaikan pajak Pph pasal 22.

"Itu sudah jauh lebih banyak dari penghematan yang dilakukan oleh negara dengan menahan atau menaikkan bea masuk atau pajak PPh pasal 22 itu. Ribet segala macam itu, efeknya gak sampai USD 1 miliar dolar, ini langsung take USD 5 miliar," tegasnya.

Selain itu, Faisal menjelaskan jika uang tersebut tetap berada di Indonesia akan menguntungkan bagi perusahaan asing itu sendiri.

"Nah mereka kan pumya uang, pilihannya dibawa pulang atau ditanamkan kembali di Indonesia karena kalau ditanamkan kembali di Indonesia hasilnya lebih baik , itungannya cuma hasil, hasilnya lebih tinggi jika ditanam kembali di Indonesia," ujarnya.

Dia berharap pemerintah bisa segera mengambil sikap atas kondisi tersebut. Terlebih saat ini pembagian keuntungan atau dividen sudah di depan mata.

"Ini kan sudah mulai lagi, dividen itu kan triwulanan di bayarnya, ini sudah masuk triwulan keempat, dibayar. Ini harus segera kita tawarkan kepada mereka (perusahaan asing) supaya mereka betul-betul setidaknya bisa menahan (tidak membawa pulang keuntungannya) untuk sementara waktu," tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya