BI: Tekanan terhadap Rupiah Lebih Kecil pada 2019

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, tekanan nilai tukar rupiah pada 2019 tidak akan sebesar 2018.

oleh Septian Deny diperbarui 03 Okt 2018, 14:36 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2018, 14:36 WIB
20161109- Donald Trump Unggul Rupiah Terpuruk-Jakarta-Angga Yuniar
Petugas menunjukkan mata uang dolar dan mata uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Rabu (9/11). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada saat jeda siang ini kian terpuruk di zona merah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, tekanan nilai tukar rupiah  pada 2019 tidak akan sebesar 2018. Dengan demikian, rupiah diharapkan akan lebih stabil di tahun depan. 

"Apakah tiupan angin masih ada tahun depan?Tekanan nilai tukar di tahun depan akan lebih mereda. Tidak seberat tahun ini," ujar dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (3/10/2018).

Dia menjelaskan, ada tiga faktor yang menyebabkan tekanan nilai tukar lebih mereda. Pertama, kenaikan suku bunga Bank Sentral AS yang diperkirakan hanya sebanyak dua kali, dibandingkan tahun ini yang sebanyak empat kali.

"Kenaikan suku bunga di AS tidak setinggi tahun ini. Tahun ini naik 1 persen, ini 4 kali. Tahun depan 2 kali, jadi setengahnya. Semoga ketegangan tidak berlanjut," kata dia.

Kedua, investor diprediksi kembali menaruh dananya di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Berbeda dengan tahun ini dengan banyak dana asing yang keluar dari Indonesia akibat kebijakan yang diambil oleh AS.

"Investor global tidak mungkin terus pegang tunai, mereka yang menarik dananya dari emerging market, sekarang sudah mulai taruh di emerging market, termasuk indonesia. Tahun depan mulai taruh kembali di emerging market," lanjut dia.

Ketiga, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) Indonesia di 2019 diperkirakan lebih rendah dibandingkan tahun ini. Hal tersebut berkat upaya yang dilakukan pemerintah dalam menekan defisit ini.

"Karena CAD bisa lebih rendah, karena ada langkah bersama untuk turunkan defisit. Ini mengapa tekanan nilai tukar tidak seberat tahun ini. Oleh karena itu mari lakukan langkah bersama, mari gandengan tangan untuk majukan ekonomi bersama," kata dia.

 

 

 

Rupiah Sentuh 15.087 per Dolar AS

Rupiah Menguat 12 Poin atas Dolar
Teller menunjukan mata uang dolar AS di penukaran mata uang, Jakarta, Kamis (13/4). Nilai tukar rupiah terpantau menguat 0,09% atau 12 poin ke Rp13.263 per dolar AS di pasar spot. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus bergerak melemah pada perdagangan Rabu ini.

Mengutip Bloomberg, Rabu 3 Oktober 2018, rupiah dibuka di angka 15.065 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 15.042 per dolar AS. Sejenak kemudian, rupiah tertekan lebih dalam ke 15.077 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.065 per dolar AS hingga 15.087 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 11,23 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 15.088 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.988 per dolar AS.

"Pergerakan rupiah mampu berbalik menguat meski terbatas setelah sempat mengalami tekanan pada hari sebelumnya," kata Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada dikutip dari Antara.

Ia menambahkan ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko diharapkan mereda setelah disepakatinya Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA). "Namun sentimen perang dagang AS dan tiongkok masih membayangi," katanya.

Sementara itu terpantau, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada pukul 10.15 WIB bergerak ke area negatif atau melemah ke posisi 15.082 per dolar AS.

Analis Valbury Asia Futures Lukman Leong mengatakan sentimen mengenai defisit neraca transaksi berjalan masih menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pergerakan rupiah.

"Fundamental ekonomi sebenarnya masih bagus, hanya memang ada beberapa celah yang dinilai pasar masih negatif seperti defisit neraca transaksi berjalan," katanya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya