Liputan6.com, Jakarta Cadangan batu bara dalam negeri tercatat hanya tiga persen dari cadangan dunia. Langkah perusahaan tambang di Indonesia mengekspor batu bara secara berlebihan sangat disayangkan.Â
"Kita ekspornya paling besar (batu bara). Nah, ini jadi masalah. Kita tidak bisa memakai batu bara itu secara terus-menerus untuk memberikan energi kepada negara lain," kata Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan, Bappenas, Josaphat Rizal Primana, di Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Rizal menilai, sebaiknya produksi batu bara di dalam negeri itu dijaga, bukan untuk terus masuk ke pasar ekspor. Dengan begitu, keseimbangan penggunaan dalam negeri sendiri diyakini akan terus meningkat dan produksi batu bara ke depan juga tetap terjaga.
Advertisement
Baca Juga
"Waktu kita katakan bahwa kalau begitu sudahlah supaya batu bara ini kita jaga saja produksinya, supaya keseimbangan dalam penggunaan dalam negeri akan lebih bagus. Komposisinya akan bisa lebih bagus 70 persen dalam negeri dan 30 persen ekspor," kata Rizal.
Dia menilai pemerintah juga seharusnya memanfaatkan batubara ini untuk modal pembangunan, bukan sebagai komoditas. "Harusnya industri yang mulai berperan. Industri kita punya pekerjaan rumah yang berat," jelas dia.
Sebelumnya, pengamat energi Marwan Batubara mengatakan, saat ini cadangan batu bara Indonesia diperkirakan sebesar 20 miliar ton. Namun, dengan produksi batu bara sekitar 450 juta ton per tahun, artinya cadangan batu bara Indonesia hanya akan cukup hingga 40 tahun dan kemudian habis.
"Kalau kita terus ekspor, maka kita tidak punya lagi. Kalau minyak kira-kira 3,6 miliar barel. Gas sekitar 110 triliun cubic feet. Itu termasuk kecil juga. Minyak dengan rate 800 juta barel per tahun, mungkin akan habis dalam 12 tahun. Kalau gas habis dalam 20-30 tahun, maka cadangan itu sangat perlu," jelas dia.
Jika cadangan energi fosil ini sudah habis semua, maka Indonesia akan mengalami krisis energi. Kecuali jika pemerintah secara serius mau mengembangkan energi alternatif, seperti yang dilakukan oleh negara-negara lain.
Â
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Harga Batubara Acuan Oktober Turun Jadi USD 100,89 per Ton
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga batu bara acuan (HBA) pada Oktober 2018 sebesar USD 100,89 per ton. Harga ini turun dibandingkan September 2018.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, ‎HBA bulan ini turun 3,7 persen, dibandingkan HBA September yang berada di level USD 104,81 per ton.
"HBA Oktober ditetapkan USD 100,89 per ton, atau 3,7 persen lebih rendah dari September 2018," kata Agung di Jakarta, Selasa (2/10/2018).
Penyebab turunnya HBA karena stok batu bara yang berlebih di pasar. Meski turun, harga batu bara masih lebih tinggi di Oktober, ketimbang HBA pada awal 2018. "Stok di pasar global melebihi permintaan pada September," ujarnya.
Pada September 2018, HBA juga turun dari bulan sebelumnya sebesar USD 3,02 dari HBA Agustus 2018 sebesar USD 107,83 per ton.
Sementara itu, salah satu penyebab HBA September 2018 lebih rendah dari pada bulan sebelumnya dipengaruhi kebijakan proteksi impor Tiongkok.
"Sebagai salah satu konsumen terbesar batu bara, tentu kebijakan ini berpengaruh terhadap penurunan HBA di bulan September," tandas Agung.
Formula HBA ditetapkan Kementerian ESDM berdasarkan index pasar internasional. Ada empat indeks yang dipakai, yakni Indonesia Coal Index (ICI), New Castle Global Coal (GC), New Castle Export Index (NEX), dan Platts59. Adapun bobot masing-masing index sebesar 25 persen dalam formula HBA.
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Advertisement