Liputan6.com, Nusa Dua - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menjadi keynote speaker dalam salah satu agenda pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Nusa Dua, Bali yang bertemakan 'Bali Fintech Agenda'. Di sini, Jokowi mengingatkan kepada dunia tentang bagaimana langkah tepat dalam mengatur perkembangan financial technology (Fintech).
Pada prinsipnya, Jokowi mengaku mengacu pada kebijakan Amerika Serikat (AS) yang merupakan negara kelahiran internet. Di sana, Bill Clinton menciptakan regulasi yang ramah dan akuratif tentang internet tersebut.
Hasilnya, banyak perusahaan berbasis internet seperti salah satunya Yahoo. Saat yang bersamaan, masyarakat AS terus melakukan eksperimen tentang internet tanpa takut sanksi jika eksperimen itu gagal.
Advertisement
Baca Juga
"Artinya, regulasi yang terlalu mengekang di tingkat nasional akan memaksa kreator menuju ranah internet yang tidak teregulasi. Pada akhirnya tanpa sadar kita mendorong mereka semakin jauh dari ruang regulasi kita," kata Jokowi di Nusa Dua, Kamis (11/10/2018).
Saat ini, internet menjadi satu hal utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi di setiap negara. Untuk itu, Jokowi tidak ingin melewatkan pertumbuhan industri fintech di Indonesia yang belakangan ini berkembang pesat.
Dipaparkannya, pemerintah Indonesia dengan otoritas terkait, tengah mencoba membuat beberapa regulasi mewadahi fintech tersebut.
"Di Indonesia kita harus akui bahwa kita masih punya banyak tugas untuk menyuarakan situasi ini. Tapi saya yakin, kita bisa membantu industri ini berkembang dengan standar platform dunia," pungkas dia.
Untuk itu, di pertemuan tahunan IMF-Wolrd Bank di Bali ini, diharapkan bisa menghasilkan beberapa rekomendasi untuk mengawal pertumbuhan fintech ke depannya. Hal ini jelas akan bermanfaat bagi negara-negara berkembang yang tengah mengembangkan teknologinya.Â
Â
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
IMF Ingatkan Ekonomi Global yang Belum Aman
Sebelumnya, Managing Direktur International Monetery Fund (IMF), Christine Lagarde, mengatakan pertumbuhan ekonomi global yang diprediksi di level 3,7 persen pada 2018 dan 2019, dianggap belum cukup kuat. Ini karena belum terbagi secara merata ke seluruh dunia.
Di sisi lain meningkatnya tensi dalam hubungan perdagangan global turut mengganggu kinerja pertumbuhan ekonomi global. IMF merekomendasikan agar negara-negara bersedia menurunkan tensi perdagangan.
"Rekomendasi kami de-escalate (turunkan tensi). Untuk perdagangan yang lebih kuat, adil, dan sesuai tujuan masing-masing,"Â kata dia Kamis 11 Oktober 2018.
Tak hanya itu, kondisi perekonomian global pun masih belum dapat dikatakan aman. Pascakrisis keuangan global 2008, memang perekonomian global berangsur pulih, tapi masih belum cukup aman.
"Utang global, swasta dan publik tinggi. Perubahan kecil saja bisa mengubah outlook ekonomi dan stabilitas di emerging market. Rekomendasi kami, jelas, mendorong negara untuk memiliki kombinasi tepat dengan kebijakan domestik dengan instrumen di dalam negeri. Begitu juga global," kata dia.
Situasi ekonomi yang belum cukup kuat dan aman ini juga diikuti dengan distribusi 'kue ekonomi' global yang belum merata.
"Apa keuntungan pertumbuhan terbagi adil untuk ekonomi global dan sustain? Keuntungan dari pertumbuhan tidak cukup dibagi bersama. Ketidakadilan begitu banyak dalam beberapa tahun terakhir. Ketidaksetaraan teknologi, perdagangan, kebijakan yang tidak menguntungkan dari sisi tenaga kerja khususnya di negara maju. Maka butuh reformasi, inklusif, dan berkelanjutan," imbuhnya.
"Kita harus mengemudikan kapal, jangan sampai kapal tergeser. Deskalasi ketegangan perdagangan, perbaiki sistem, bauran kebijakan yang baik, kebijakan jangka menengah-panjang. Kita butuh kerja sama yang kuat," kata dia.
Advertisement