Inflasi AS di Bawah Perkiraan, Rupiah Menguat

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah diperdagangkan di kisaran 15.187 per dolar AS hingga 15.218 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 12 Okt 2018, 12:45 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2018, 12:45 WIB
Rupiah Tembus 14.600 per Dolar AS
Petugas melayani nasabah di gerai penukaran mata uang di Ayu Masagung, Jakarta, Senin (13/8). Pada perdagangan jadwal pekan, senin (13/08). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh posisi tertingginya Rp 14.600. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Jumat ini. Data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan membantu penguatan rupiah. 

Mengutip Bloomberg, Jumat (12/10/2018), rupiah dibuka di angka 15.218 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 15.235 per dolar AS. Pada perdagangan siang hari, rupiah semakin menguat ke 15.194 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah diperdagangkan di kisaran 15.187 per dolar AS hingga 15.218 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 12,12 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 15.194 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 15.253 per dolar AS.

Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, data inflasi Amerika Serikat pada September 2018 yang tercermin dari indeks harga konsumen (CPI) lebih rendah dari estimasi para pelaku pasar.

"Data AS itu menahan laju mata uangnya terhadap sejumlah mata uang dunia, termasuk rupiah," katanya.

Ia mengemukakan CPI pada September 2018 hanya tumbuh 0,1 persen, lebih rendah dari estimasi sebesar 0,2 persen dan juga lebih rendah dari bulan sebelumnya.

"Data yang di bawah estimasi itu kemungkinan dapat menurunkan tingkat agresif the Fed untuk menaikkan suku bunganya," katanya.

Sementara, Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada menambahkan penurunan imbal hasil obligasi Amerika Serikat menjadi salah satu faktor yang menopang rupiah.

"Aksi beli diharapkan kembali marak terhadap aset berdenominasi rupiah," katanya.

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kata Ekonom IMF soal Rupiah Melemah terhadap Dolar AS

Persiapan Uang Tunai Bi
Petugas melakukan pengepakan lembaran uang rupiah di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (21/12). Bank Indonesia (BI) mempersiapkan Rp 193,9 triliun untuk memenuhi permintaan uang masyarakat jelang periode Natal dan Tahun Baru. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ekonom International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional menilai nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) jangan dipandang pesismistis. Hal ini mengingat pelemahan rupiah juga dipengaruhi sentimen eksternal.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah ke posisi terendah dalam dua dekade. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ke posisi 15.233 pada 9 Oktober 2018.

Namun, Ekonom IMF Maurice Obstfeld menuturkan, sangat penting untuk disadari kalau pengetatan kebijakan moneter secara bertahap di AS, kawasan Euro dan pengetatan kondisi keuangan secara umum yang dihadapi pasar baru di seluruh dunia merupakan hal umum. 

"Masalah yang dihadapi dengan mempertimbangkan perkembangan global, adalah benar-benar kekuatan dolar AS,” ujar Obstfeld pada pertemuan IMF-World Bank, seperti dikutip dari laman Straits Times, Selasa (9/10/2018).

"Salah satu cara mengukur ini adalah mencatat meski rupiah tahun ini telah terdepresiasi terhadap dolar AS sekitar 10 persen. Kalau dengan mitra dagangnya hanya 4 persen,” tambah dia.

Ia pun tak ingin melebih-lebihkan hal tersebut. Ia menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan kisah sukses yang nyata. Hal ini di tengah kegelisahan rupiah melemah terhadap dolar AS.

Meski faktor kondisi keuangan global yang lebih ketat, dibayangi perang dagang AS-China, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan cukup kuat.

IMF juga menilai, pendapatan penduduk telah meningkat. Obstfeld menuturkan, pemerintah harus memanfaatkan momen ini untuk lebih meningkatkan kesejahteraan warganya.

"Untuk negara-negara di tingkat pendapatan Indonesia, kita harus berpikir kalau mungkin ada tingkat pendapatan tunai lebih tinggi yang akan memungkinkan investasi dalam sistem pendidikan, bidang infrastruktur, jaringan pengaman sosial yang semuanya akan sangat bermanfaat bagi masyarakat," kata dia.

Ia menyarankan agar Indonesia dapat meningkatkan kemampuan tenaga kerja dan berjuang melawan ketidaksetaraan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya