Jelang HPS 2018, Lahan Sawah 240 Hektare di Jejangkit Muara Sudah Siap Panen

Menjelang Hari Pangan Sedunia 2018, padi di lahan sawah yang berada di Desa Jejangkit Muara, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan sudah siap panen.

oleh Cahyu diperbarui 12 Okt 2018, 13:52 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2018, 13:52 WIB
Lahan sawah di Desa Jejangkit
Menjelang Hari Pangan Sedunia 2018, padi di lahan sawah yang berada di Desa Jejangkit Muara, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan sudah siap panen.

Liputan6.com, Barito Kuala Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-38 tahun 2018 sudah semakin dekat, tepatnya pada 18 – 21 Oktober 2018. Pusat kegiatan HPS tahun ini akan berlangsung di Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan.

Adapun tema nasional yang diangkat dalam HPS ke-38 adalah 'Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Rawa Lebak dan Pasang Surut Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia 2045'. Sesuai dengan tema ini, salah satu kegiatan utama dari HPS 2018 ialah Panen Raya Padi Rawa di lahan rawa lebak yang sudah diolah menjadi lahan sawah di Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala. Saat ini, padi di lahan seluas ratusan hektare sudah memasuki tahap siap panen.

Kepala Dinas Dinas Pertanian TPH, Zulkipli Yadi Noor, mengatakan bahwa terdapat lahan pertanian seluas 120.000 hektare di Kabupaten Barito Kuala. Namun, baru 4.000 hektare yang sudah diolah dan bisa melakukan penanaman padi dua kali setahun.

“Di Desa Jejangkit Muara sendiri ada 750 hektare yang disiapkan untuk panen. Lahan ini terbagi menjadi dua cluster, yaitu 240 hektare dan 510 hektare. Presiden Joko Widodo akan melakukan panen di cluster 240 hektare,” ujarnya, di Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Jumat (12/10/2018).

Hamparan padi di cluster 240 hektare tersebut memang sudah tampak menguning, siap untuk dipanen. Bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dan petani, kondisiini bagaikan sebuah anugerah. Untuk pertama kalinya, padi bisa dipanen pada Oktober.

Sebelum lahan rawa tersebut diolah pemerintah melalui Kementerian Pertanian, petani di sana hanya bisa melakukan cocok tanam dan panen satu kali setahun. Pasalnya, pada Oktober hingga April, wilayah sawah akan terendam oleh air.

Akhirnya, masalah itu kini bisa teratasi setelah Kementerian Pertanian membuat polder di lahan rawa tersebut yang tingginya melebihi batas air pasang minimal. Panjang polder di lahan seluas 750 hektare itu mencapai 60,3 km.

“Kami ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa sekarang wilayah kamu juga bisa melakukan cocok tanam seperti di Jawa. Cocok tanamnya pun sudah terbagi dalam cluster-cluster, sebagian ada yang sedang proses penanaman, pemupukan, dan siap panen,” kata salah seorang perwakilan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR).

KemenPUPR juga turut andil dalam optimalisasi lahan rawa lebak dan pasang surut tersebut. Mereka merancang infrastruktur sistem irigasi untuk membantu pengairan sawah.

Kementan
Pompa air untuk mengalirkan air di lahan rawa lebak Desa Jejangkit.

“Kini sudah ada dua pompa air yang berfungsi. Kecepatannya 100 liter per detik. Nantinya, akan ada tujuh pompa,” ujar Wakil Bupati Kalimantan Selatan, Rahmadian Noor.

Pompa air tersebut mengambil air dari dua sumber utama, yaitu Sungai Alalak dan Jejangkit. Juga dari sumber sekunder, yaitu empat handil yang dibangun di sekitar lahan rawa.

Kesuksesan pengolahan lahan rawa tersebut pun diharapkan dapat menjadi contoh bagi wilayah lain di Indonesia yang juga punya potensi lahan rawa. Contohnya, Sumatera Selatan, Jawa, dan Maluku.

Menguntungkan petani

Kesuksesan program pemerintah dalam mengolah lahan rawa lebak dan pasang surut juga membawa dampak positif bagi para petani di Kalimantan Selatan. Kini, pada akhir tahun mereka tak lagi menganggur dan bisa panen.

“Luar biasa sekali pemerintah. Dulu, bulan-bulan segini biasanya lagi nganggur. Padi baru bisa ditanam pada Juni atau Juli lalu panen September. Nah, sekarang dengan adanya HPS, petani jadi enggak nganggur,” ucap salah satu petani yang bekerja di lahan rawa, Ikin.

Ikin berasal dari Desa Sampurna yang berada tak jauh dari Desa Jejangkit. Dirinya bersama beberapa petani lain yang berasal dari luar desa Jejangkit datang berbondong-bondong untuk ikut mengolah lahan rawa lebak di Desa Jejangkit. Sawah mereka sendiri saat ini sedang bukan dalam masa cocok tanam.

Adapun jumlah petani yang bekerja di lahan rawa lebak Desa Jejangkit sebanyak 340 orang dari beberapa Kelompok Tani (poktan). Setiap petani diberi tanggungjawab mengolah 16-20 hektare lahan.

Ikin dan para petani lain pun berharap pengolahan tersebut bisa lebih baik lagi, sehingga bisa menanam hingga tiga kali setahun.

 

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya