Petani Minta Tunda Penyederhanaan Tarif Cukai Tembakau

Petani tembakau menilai kebijakan penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai rokok berpotensi merugikan petani.

oleh Septian Deny diperbarui 26 Okt 2018, 15:15 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2018, 15:15 WIB
20160308-Ilustrasi-Tembakau-iStockphoto1
Ilustrasi Tembakau (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Petani tembakau menilai kebijakan penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai rokok berpotensi merugikan petani. Oleh sebab itu, petani meminta agar pemerintah menunda dan mengkaji ulang kebijakan tersebut.

Ketua DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji, mengatakan penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017 terkait simplifikasi tarif cukai tembakau perlu mempertimbangkan dan memperhatikan dampaknya secara keseluruhan, baik terhadap petani tembakau maupun industri kretek nssional. 

Lantaran, implementasi simplifikasi tarif cukai berpeluang berdampak langsung terhadap petani tembakau, juga menurunkan penerimaan negara dari cukai rokok.

Dia menuturkan, PMK 146/2017 tersebut mengatur penggabungan golongan Sigaret Putih Mesin (SPM) dengan Sigaret Kretek Mesin (SKM), termasuk penggabungan kuota.

Jika kebijakan ini diberlakukan akan merugikan petani sebagai penjual tembakau dan pada umumnya produk kretek sebagai produk nasional.

"Simplifikasi tarif cukai akan mematikan industri kretek nasional yang merupakan penyerap tembakau petani lokal, bahkan nasional," ujar dia di Jakarta, Jumat (26/10/2018).

Sementara itu, lanjut dia, klausul lain terkait penyederhanaan tarif menjadi lima layer akan mengakibatkan semua pabrikan nasional yang kategori besar hingga menengah dan kecil berpotensi gulung tikar. Lantaran pabrikan ini tidak sanggup bersaing dengan pemain besar yang sudah mempunyai merek internasional.

Petani Nilai Ganggu Tembakau Lokal

20160308-Ilustrasi-Tembakau-iStockphoto1
Ilustrasi Tembakau (iStockphoto)

 

Penggabungan tarif cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT) Golongan 1A dan 1B juga akan memberangus SKT produk pabrikan yang masih bertahan hingga saat ini.

"Kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) yang terlalu tinggi juga akan lebih mempercepat kematian pabrikan menengah dan kecil, karena konsumen mereka sangat sensitif terhadap kenaikan harga," ungkap dia.

Agus mengingatkan, jika pengaturan simplifikasi tarif cukai tetap diterapkan, kebijakan tersebut akan berdampak pada matinya industri kretek nasional menengah ke bawah.

"Selama ini industri menengah ke bawah juga berkontribusi terhadap perekonomian petani sebagai penyerap tembakau kelas tiga mengingat semua tembakau yang kurang bagus tidak terserap semua oleh industri besar," kata dia.

Selain itu, menurut Agus, dampak kebijakan simplifikasi tarif cukai yang paling berbahaya adalah penggunaan bahan baku impor akan meledak, sehingga ke depan ada rokok di Indonesia tapi tanaman tembakau  sudah tidak ada di Indonesia.

"Prediksi ke depan, aturan ini akan memberangus tembakau lokal, dan mematikan penghidupan petani tembakau. APTI meminta Ibu Menteri Keuangan selaku pembuat regulasi untuk menunda penerapan kebijakan ini," ujar dia.

Kebijakan Penyederhaan Cukai Rokok untuk Tekan Konsumsi

20160308-Ilustrasi-Tembakau-iStockphoto
Ilustrasi Tembakau (iStockphoto)

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan jika kebijakan penyederhanaan (simplifikasi) layer cukai rokok menjadi bagian dari strategi pemerintah mengurangi konsumsi di masyarakat.

"Kami konsisten dalam tiga tahun ini, karena roadmap-nya bertujuan mengurangi konsumsi rokok," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi seperti mengutip Antara, Minggu 14 Oktober 2018.

Dia mengatakan, pemerintah akan tetap konsisten menjalankan roadmap simplifikasi tarif cukai sesuai Peraturan Menteri Keuangan 146/2017.

Sesuai dengan roadmap tersebut, jumlah layer cukai rokok akan dipangkas secara bertahap dari 12 layer pada 2017 menjadi sepuluh layer pada 2018.

Selanjutnya, jumlah layer akan dipangkas lagi menjadi delapan layer di tahun 2019, enam layer di 2020 dan lima layer di 2021. 

Peneliti Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Abdillah Ahsan menyatakan kebijakan yang dibuat Kementerian Keuangan sudah tepat.

Wacana kebijakan penyederhanaan layer tarif cukai dinilai tidak perlu dilakukan. Jika kebijakannya direvisi, maka tidak akan memberikan manfaat bagi masyarakat.

"Kami ingin meyakinkan pemerintah sebagai pembuat kebijakan cukai agar konsisten dengan yang sudah diputuskan, karena PMK sudah keluar," kata Abdillah.

Menurutnya, kebijakan penyederhanaan layer cukai sudah memiliki kekuatan hukum tetap, apabila PMK direvisi, maka dapat menciptakan polemik di masyarakat.

Penyederhanaan tarif cukai rokok akan menutup celah bagi pabrikan besar membayar tarif lebih rendah dari ketentuan golongannya.

Penyederhanaan struktur cukai rokok juga membuat pabrikan besar tidak bisa lagi membayar tarif cukai yang rendah. Dengan demikian, persaingan industri rokok akan menjadi lebih adil.

 

 Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya