BJB Raup Laba Rp 1,3 Triliun pada Kuartal III 2018

PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tbk mencatatkan pertumbuhan kinerja positif tengah ketidakpastian ekonomi global.

oleh Septian Deny diperbarui 26 Okt 2018, 17:12 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2018, 17:12 WIB
Bank BJB
Petugas teller Bank BJB menghitung uang di kantor Bank BJB Cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. (Liputan6.com/Fery Pradolo

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) mencatatkan pertumbuhan kinerja positif tengah ketidakpastian ekonomi global.

Selain itu, sentimen negatif dari eskalasi perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China.  Direktur Keuangan BJB, Nia Kania, mengatakan‎ pada kuartal III 2018, BJB membukukan laba bersih sebesar Rp 1,3 triliun atau tumbuh sebesar 25,4 persen (yoy). Total Aset bank bjb tercatat sebesar Rp 114,1 triliun. 

"Hal ini seiring dengan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan per Juli 2018. Di mana sejak awal Tahun, tingkat pendapatan bersih bank terus mengalami peningkatan” ujar dia di Jakarta, Jumat (26/10/2018).

Nia menjelaskan, selain itu, Net Interest Income BJB juga tumbuh sebesar 4,1 persen (yoy). Sedangkan Fee Based Income berhasil tumbuh secara signifikan sebesar 23,2 persen (yoy).

"Di sisi pendanaan, dengan komitmen Bank BJB untuk terus meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Indonesia dan didukung dengan pengembangan teknologi yang baik untuk mempermudah layanan transaksi nasabah dengan cepat,” ujar dia.

"Bank BJB berhasil menghimpun Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan total sebesar Rp 89,5 triliun, diikuti oleh meningkatnya porsi dana murahnya atau Current Account Saving Account (CASA) di level 51,8 persen," tambah dia.

Selain itu, lanjut Nia, BJB juga telah menyalurkan kredit dengan total kredit sebesar Rp 74,6 triliun. Berkaitan dengan penyaluran kredit itu, BJB terus menjaga kualitas kredit dengan Non Performing Loan  (NPL) pada level 1,58 persen. 

Rasio NPL ini lebih baik dibandingkan catatan OJK mengenai NPL industri perbankan yang berada di level 2,74 persen per Agustus 2018.

"Bank BJB memperhatikan berbagai indikator penting dalam rasio keuangan agar tetap terjaga dengan baik, di mana selain profitabilitas bank yang positif, Bank BJB juga secara konsisten berhasil menjaga tingkat efisiensi serta kualitas aset," kata dia.

 

Harga Saham BJB Naik Tiga Kali Lipat Sejak Pertama Kali Melantai di BEI

Bank BJB
Petugas teller Bank BJB menghitung uang di kantor Bank BJB Cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. (Liputan6.com/Fery Pradolo

Sebelumnya, Bank Jabar Banten (BJB) dengan kode saham BJBR merupakan salah satu bank BUMN milik pemerintah Jawa Barat dan Banten yang telah melantai di Bursa Efek Indonesia sejak 2010. Penawaran saham BJB dulunya sebesar Rp 600, dan kini mencapai Rp 1.800 per lembar saham atau tiga kali lipat harga penawaran pertama.

Corporate Secretary BJB Asadi Budiman mengatakan, porsi kepemilikan masyarakat di BJB sebesar 25 persen. Pada 2 hari setelah perdagangan bursa perdana, BJBR mencatatkan Auto Reject Atas (ARA) atau batas pergerakan tertentu. Hal ini dapat terlihat dari kondisi oversubscribe sebanyak 11,2 kali ketika masa penawaran.

"Pertama saat IPO dulu harga saham kami Rp 600 per lembar. Kami sempat mencapai harga tertinggi pada 28 Desember 2016 yaitu di level Rp 3.400 per lembar. Sekarang di tengah volatile, ini per 24 Oktober 2018, harga saham Rp 1.800. Artinya naik 3 kali lipat dari harga awal pada saat IPO," ujarnya di Gedung BEI, Jakarta, Jumat 26 Oktober  2018.

Asadi menjelaskan, ada sejumlah keuntungan yang diperoleh BJB setelah menjadi perusahaan publik. Pertama, meningkatkan brand image, kedua valuasi perusahaan dapat terukur dengan baik, ketiga meningkatkan akses terhadap pendanaan modal. Keempat, mendapatkan insentif pajak. Kelima, mendorong inovasi dan peningkatan kinerja serta keenam menumbuhkan loyalitas karyawan.

"Alhamdulillah, kami merasakan manfaat insentif pajak sejak tiga tahun lalu. Sehingga pajak badan PPh final itu hanya 20 persen dari sebelumnya harus 25 persen yang dibayarkan kepada pemerintah," jelasnya.

Meski demikian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menjadi perusahaan publik. Pertama, melakukan kewajiban pelaporan rutin. Kedua harus menyediakan informasi perusahaan yang dapat diakses publik. Ketiga, terjadi dilusi (perubahan) kepemilikan pemegang saham pemerintah daerah.

"Keempat, harus dapat menjaga hubungan dengan investor. Kelima, keuangan perusahaan terekspose kondisi di pasar keuangan. Keenam, harus meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perusahaan terbuka," jelas Asadi.

Asadi menambahkan, IPO kinerja keuangan perseroan juga semakin membaik, aset perusahaan pada 2009 tercatat sebanyak Rp 32 triliun sedangkan aset hingga kuartal III 2018, tercatat naik menjadi Rp 114 triliun. Dari sisi kredit pada 2009, hanya tercatat sebesar Rp 20 trilun. Di kuartal III ini total kredit tercatat sebanyak Rp 78 triliun.

"Dari DPK juga pada 2009 hanya Rp 24 triliun, dan hari ini mencapai Rp 89 trilun. Laba bersih juga meningkat. Dari di 2009 laba bersih kami hanya Rp 0,71 triliun, saat ini per September laba bersih mencapai 1,34 triliun. Dari sisi aset, kredit, DPK, laba Alhamdulillah in line dengan peningkatan kinerja," tandasnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya