Liputan6.com, Jakarta PT PLN (Persero) membukukan laba sebelum selisih kurs pada kuartal-III tahun 2018 sebesar Rp 9,6 triliun. Angka ini meningkat 13,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 8,5 triliun.
Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan, kenaikan laba tersebut ditopang kenaikan penjualan dan efisiensi yang dilakukan perusahaan. Serta adanya kebijakan pemerintah terkait penetapan harga khusus batubara untuk sektor kelistrikan.
Advertisement
Baca Juga
“Keadaan PLN jelas sehat secara cash flow. Sebab yang terpenting itu adalah bagaimana menjaga kesehatan cash flow-nya, dan PLN dalam kondisi yang sehat," kata Sarwono, di Jakarta, Kamis (1/11/2018).
Sarwono mengungkapkan, penjualan tenaga listrik naik sebesar Rp 12,6 triliun atau 6,93 persen sehingga menjadi Rp 194,4 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 181,8 triliun.
Volume penjualan sampai dengan September 2018 sebesar 173 Terra Watt hour (TWh) atau tumbuh 4,87 persen dibanding dengan tahun lalu sebesar 165,1 TWh.
"Perusahaan terus mempertahankan tarif listrik tidak naik, dalam rangka menjaga daya beli masyarakat dan agar bisnis serta industri semakin kompetitif guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," tutur dia.
Jumlah pelanggan pada kuartal III 2018 telah mencapai 70,6 juta atau bertambah 2,5 juta pelanggan dari akhir tahun 2017, sehingga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional dari 95,07 persen pada 31 Desember 2017 menjadi 98,05 persen pada 30 September 2018.
"Capaian rasio elektrifikasi ini telah melebihi target tahun 2018 yang dipatok sebesar 96,7 persen," dia menandaskan.
Menteri BUMN Pastikan Kondisi Keuangan PLN Sehat
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menanggapi informasi yang beredar mengenai laporan kinerja keuangan PT PLN (Persero). Dalam laporan tersebut PLN mencetak kerugian Rp 18,48 triliun.
Rini menegaskan tidak ada kerugian sebesar Rp 18,48 triliun di PLN. Menurutnya, dalam yang dimaksud dalam laporan tersebut adalah unrealize loss.
Baca Juga
"Unrealize loss yang tercatat pada laporan keuangan PLN itu karena ketika terjadinya pelemahan rupiah, sementara perseroan memiliki kewajiban atau utang dalam bentuk dolar AS, bahkan seringkali kontrak PLN dengan IPP (Independent Power Producer) pun dalam bentuk dolar AS," Rini menjelaskan, Kamis (1/11/2018).
Sehingga, lanjutnya, kalau kewajiban jangka panjangnya dihitung berdasarkan kurs sekarang ini, maka akan terjadi yang disebut unrealize loss. "Jika PLN sekarang bayar kewajiban-kewajibannya, maka akan melonjak nilainya," tegas dia.
Hanya saja kewajiban jangka panjang tersebut masih jauh masa jatuh temponya. Atas dasar itu disebut sebagai unrealize.
"Keadaan PLN jelas sehat secara cash flow. Sebab yang terpenting itu adalah bagaimana menjaga kesehatan cash flow-nya, dan PLN dalam kondisi yang sehat," pungkas dia.
Advertisement