Liputan6.com, Jakarta - Belakangan beredar informasi mengenai korban penagihan perusahaan pembiayaan atau pemberi kredit secara online (financial technology (fintech)/fintech pendanaan) tak manusiawi.
Bahkan penagihan dilakukan dengan cara mengancam dan mempersilahkan menjual organ tubuhnya demi melunasi hutangnya.
Menanggapi hal itu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai asosiasi resmi bagi para penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (fintech) memastikan perusahaan yang memiliki debt collector tersebut bukan bagian dari anggotanya.
Advertisement
Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Sunu Widyatmoko, mengatakan 73 perusahaan fintech pendanaan yang mendapat izin dari OJK tak memiliki cara penagihan seperti yang diberitakan.
Baca Juga
"Mereka itu adalah penyelenggara pinjaman online ilegal yang tidak terdaftar OJK dan bukan anggota asosiasi. Kalau ilegal, maka tugas penegak hukum yang harusnya menangani. Hal-hal seperti ini jangan sampai merusak industri yang sudah kita bangun," kata Sunu di Office 88, Jakarta, Selasa (6/11/2018).
Tak hanya mengkritisi perusahaan yang melakukan penagihan secara tidak manusiawi, Sunu juga mengkritisi cara nasabah yang hingga memiliki pinjaman hingga ke sembilan perusahaan fintech pembiayaan.
Ia menceritakan, setiap perjanjian pinjaman, pihak perusahaan dan calon peminjam sudah terinformasi dan sepakat mengenai berapa dana yang akan cair, berapa bunga yang harus dibayarkan.
"Memang menurut saya ada upaya mereka ingin menghindari kewajiban pinjaman yang mereka terima. Orang-orang ini bukan tidak mampu bayar tapi dari awal niatnya memang sudah ngemplang," tegas Sunu.
Pada kesempatan sama, Dino Martin selaku Ketua Bidang Pendanaan Multiguna AFPI menambahkan, mengenai perusahaan yang melakukan penagihan di luar batas tersebut, meski tak menjadi anggotanya, akan diperkarakan.
"Meski tak menjadi anggota, kita akan kirimkan surat, kalau perlu kita bantu untuk pelaporan ke polisi. Asosiasi ini ada untuk terus mengawal membangun industri yang baru ini. Kalau ada hal seperti ini kan sama saja apa yang sudah kita bangun ini rubuh begitu saja," Dino menambahkan.
Di dalam asosiasi pun, Dino mengaku proses penagihan ini menjadi satu hal yang wajib disampaikan kepada para anggotanya baik secara formal ataupun personal kepada masing-masing pemiliknya.
Terungkap, Alasan Fintech Beri Pinjaman Tanpa Jaminan
Sebelumnya, industri keuangan memasuki fase baru seiring perkembangan teknologi digital. Hal ini ditandai dengan munculnya layanan financial technology (fintech) yang memberikan fasilitas pinjaman tanpa minta agunan ke peminjam.
Direktur Asosiasi fintech Indonesia Ajisatria Suleiman mengungkapkan, pemberian pinjaman tanpa jaminan bukan berarti industri fintech tidak memperhatikan risiko kredit macet. Sebelum memberikan pinjaman, perusahaan fintech telah melakuan analisis secara digital ke calon peminjam.
"Fintech akan menganalisa, kalau butuh bisa langsung lewat platform kita," kata Ajisatria, dalam acara Financial Institution (FinEXPO) & SunDown Run 2018 Jakarta, Sabtu 27 Oktober 2018.
Ajisatria mencontohkan, salah satu hal yang dianalisa adalah transaksi keuangan si calon peminjam, melalui kegiatan tersebut perusahaan fintech bisa memastikan calon peminjam layak diberikan pinjaman.
"Dengan teknologi kita dapat analisa orang bisa dapat pinjaman atau tidak. Misal kita lihat tukang sate dia sudah masuk GoFood sudah tercatat transaksinya berapa, itu dasar assement," ujar dia.
Fintech biasanya memberikan pinjaman berkisar dari ratusan ribu rupiah hingga Rp 2 miliar. Untuk pinjaman yang mencapai miliaran rupiah biasanya digunakan untuk pelaku usaha.
Selain pinjaman, fintech juga memberikan fasilitas simpanan uang, pembayaran asuransi dan kartu kredit.
"Ada pembayaran, asuransi, produk kartu kredit pinjam meminjam uang. Sekalipun ragamnya banyak lagi," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement