Liputan6.com, Jakarta Tahun 2019 diprediksi akan menjadi tahun dengan tren suku bunga naik imbas dari kebijakan AS yang agresif melakukan kenaikan suku bunga di negaranya. Beberapa negara di kawasan regional diperkirakan akan berlomba menaikkan suku bunga acuannya guna menarik dana untuk menjaga likuiditas.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo menyebutkan pihaknya belum dapat menentukan apakah Indonesia akan mengikuti tren suku bunga naik atau tetap.
"Jadi tentunya kami belum bisa bilang suku bunga akan naik atau turun atau tetap, tapi tergantung pada assessment ke depan. Sebentar lagi akan ada Rapat Dewan Gubernur, kelihatan nanti di hasil rapat," kata Dody di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (6/11/2018).
Advertisement
Dia menyatakan, BI akan melihat semua faktor dan perkembangan yang terjadi, baik global maupun domestik. "Yang lebih penting forward looking-nya bagaimana kami melihat risiko, proyeksi ke depan untuk kebijakan makro. Jadi stance kebijakan sendiri apakah kami akan mengubah posisi dari suku bunga? Sangat data dependent," ujarnya.
Selain itu, kondisi ekonomi global terutama adanya perang dagang diduga akan sangat berpengaruh. Kondisi tersebut akan sangat ditentukan oleh hasil pertemuan-pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping.
"Kami lihat dulu outlook globalnya seperti apa, apakah tekanan trade itu akan semakin tinggi atau hasil dari pertemuan itu konteksnya lebih positif, jadi itu nanti akan pengaruhi negara-negara lain dalam mengambil posisi. Jadi ini sangat dinamis dari waktu ke waktu," dia menandaskan.
Â
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
BI: Rupiah Menguat Bukti Keberhasilan Pemerintah Tekan Impor
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo menyebutkan penguatan yang terjadi saat ini merupakan bukti keberhasilan kebijakan bank sentral dan pemerintah dalam menjaga stabilisasi rupiah.
Rupiah dibuka menguat pada level 14.945 per Dolar AS pada Selasa (6/11/2018) pagi ini. Rupiah menguat tipis dibanding penutupan perdagangan kemarin di posisi 14.976 per Dolar AS.
"Iya, artinya beberapa kebijakan pemerintah, terutama dengan menekan atau mengelola defisit transaksi berjalan, sudah mulai terlihat hasilnya," kata dia di Jakarta.
Baca Juga
Kendati demikian, dia menegaskan saat ini dampak kebijakan - kebijakan tersebut belum maksimal. Terutama dalam hal pembatasan impor.
"Memang belum bisa dilihat secara maksimal, jangan secara langsung dampak impor berkurang, karena bagaimana pun juga ada impor untuk capex, itu yang terus berjalan. Karena untuk kebijakan investasi, infrastruktur, itu juga masih terus berlangsung," ujarnya.
Namun untuk impor non strategis, misalnya konsumsi sudah relatif lebih rendah. Angka pertumbuhan impor riil di kuartal III-2018 juga turun dibandingan kuartal II-2018.
"Jadi itu sudah dukungan, meski sebenarnya kebijakan itu baru di September, sehingga hasilnya belum begitu terasa di kuartal III-2018. Jadi mungkin lebih banyak kita lihat di kuartal IV 2018," ujarnya.
Dia menegaskan BI dan pemerintah akan terus menjaga rupiah tetap berada di fundamentalnya.
"Stabilisasi rupiah terus kami lakukan, meski tentunya dalam beberapa hal itu dalam tentunya dari kombinasi kami memainkan suku bunga, intervensi, dan nilai tukar itu sendiri didepresikan secara gradual," tutupnya.
Â
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement