Pasokan Global Membanjir Bikin Harga Minyak Jatuh

Pasar fokus pada rekor produksi minyak mentah AS dan sinyal output dari Irak, Abu Dhabi dan Indonesia akan tumbuh lebih cepat dari perkiraan pada 2019.

oleh Nurmayanti diperbarui 09 Nov 2018, 06:15 WIB
Diterbitkan 09 Nov 2018, 06:15 WIB
Ilustrasi Harga Minyak Naik
Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, New York Harga minyak mentah dunia turun hampir 2 persen karena investor fokus pada membengkaknya pasokan minyak mentah global, yang meningkat lebih cepat daripada perkiraan.

Melansir laman Reuters, Jumat (9/11/2018), harga minyak mentah berjangka Brent, patokan minyak global, turun USD 1,42, atau 1,97 persen, menjadi USD 70,65 per barel, posisi terendah sejak pertengahan Agustus.

Sementara harga minyak mentah berjangka AS turun USD 1, atau 1,6 persen, menjadi USD 60,67 per barel, terendah sejak 14 Maret.

Pasar fokus pada rekor produksi minyak mentah AS dan sinyal kenaikan pasokan dari Irak, Abu Dhabi dan Indonesia akan tumbuh lebih cepat daripada perkiraan pada 2019.

Kekhawatiran akan melimpahnya pasokan potensial mengurangi reli di awal sesi yang didorong data China yang menunjukkan adanya rekor impor minyak.

"Ada trifecta masalah yang dibuat oleh stockpile AS, kelebihan produksi OPEC dan berkurangnya sanksi Iran," kata Bob Yawger, Direktur Berjangka Mizuho di New York.

Adapun impor minyak mentah China tercatat naik menjadi 9,61 juta barel per hari (bpd) pada Oktober, naik 32 persen dari tahun sebelumnya, menurut data bea cukai.

China masih akan diizinkan untuk mengimpor minyak mentah Iran di bawah sanksi AS. Ini memungkinkan China untuk membeli 360.000 bpd selama 180 hari, mengutip dua sumber yang mengetahui masalah tersebut kepada Reuters.

Produksi minyak mentah AS mencapai rekor tertinggi baru sebesar 11,6 juta barel per hari pada minggu terakhir. AS kini telah melampaui Rusia sebagai produsen minyak terbesar dunia. 

Lembaga Administrasi Informasi Energi AS mengatakan, pihaknya mengharapkan output minyaknya bisa mencapai di atas 12 juta bpd pada pertengahan 2019, berkat minyak serpih. 

Bahkan dengan sanksi AS terhadap minyak Iran, investor percaya ada lebih dari cukup pasokan untuk memenuhi permintaan. Sanksi dikatakan tidak dapat membatasi pasokan minyak mentah sebanyak yang diharapkan semula.

Pandangan ini tercermin dalam grafik harga yang menunjukkan perdagangan kontrak berjangka minyak mentah Brent pada Januari hingga Februari.

Struktur harga ini, yang dikenal sebagai contango, terwujud ketika pelaku pasar percaya ada kelebihan pasokan dan memutuskan untuk menyimpan minyak daripada menjualnya. Ini menciptakan kumpulan minyak mentah tak terjual yang lebih besar.

Beberapa pengamat pasar percaya Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutu termasuk Rusia dapat mengambil langkah-langkah untuk mengurangi pasokan.

"OPEC dan Rusia dapat menggunakan (produksi) pemotongan untuk mendukung USD 70 per barel," kata Ole Hansen, Kepala Strategi Komoditas di Saxo Bank.

Lembaga think tank terkemuka yang didanai pemerintah Arab Saudi sedang mempelajari kemungkinan efek pada pasar minyak jika OPEC pecah, seperti dilaporkan Wall Street Journal.

 

Produksi AS Cetak Rekor, Harga Minyak Merosot

Ilustrasi Harga Minyak Naik
Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)

Harga minyak tergelincir usai pasokan Amerika Serikat (AS) cetak rekor dan persediaan domestik melebihi dari apa yang diharapkan.

The US Energy Information Administration (EIA) menyatakan persediaan minyak domestik meningkat 5,8 juta barel, melebih dari harapan analis. Hasil produksi sentuh 11,6 juta barel per hari. Produksi mingguan tersebut merupakan rekor. Berdasarkan data Agustus menunjukan produksi lebih dari 11,3 juta barel per hari.

Harga minyak AS melemah 54 sen ke posisi USD 61,67 per barel, hampir dekati 20 persen di bawah rata-rata tertinggi USD 76,41 per barel pada awal Oktober.

"Pasar masih membuktikan ini dapat berlanjut, jadi dalam jangka pendek masih negatif,” kata Analis Price Futures, Phil Flynn, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (8/11/2018).

Sementara itu, harga minyak Brent susut enam persen menjadi USD 72,07 per barel. Hal itu didorong dari laporan sebelumnya Rusia dan Arab Saudi sedang membahas apakah akan memangkas produksi minyak tahun depan.

Sementara ekspor minyak Iran diperkirakan jatuh usai sanksi AS mulai berlaku pada Senin. Laporan OPEC telah indikasikan pasar minyak global dapat alami surplus pada 2019. Ini karena melambatnya permintaan. AS juga mengabulkan keringanan sanksi Iran kepada delapan negara yang impor minyak negara dari Iran.

“Pasar sekarang akan melihat OPEC dan produsen non OPEC untuk mengendalikan produksi karena AS telah memberikan delapan negara keringanan dari sanksi yang pada dasarnya menambah pasokan,” ujar Presiden Lipow Oil Associates, Andrew Lipow.

Rusia dan Arab Saudi, produsen utama minyak memulai pembicaraan bilateral tentang kembali memangkas produksi minyak pada 2019. Hal itu berdasarkan kantor berita Rusia TASS. Pada Juni, kelompok produsen memutuskan mengendurkan hasil produksi sejak 2017 usai tekanan dari Presiden AS Donald Trump.

Analis mengatakan negara itu mungkin lebih bersedia untuk memangkas produksi usai pemilihan paruh waktu AS berakhir.

"OPEC merasakan tekanan Trump tetapi produsen mengambil tindakan dengan pemikiran mereka hanya perlu melewati pemilihan AS. Kami berharap untuk mulai dengar komentar publik dari para menteri OPEC pada akhir pekan ini tentang menarik kembali produksi,” kata Analis Hedgeye, Joe McMonigle.

Sebuah komite menteri yang terdiri dari beberapa anggota OPEC dan sekutu bertemu pada Minggu di Abu Dhabi untuk membahas prospek pada 2019.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya