Pembangunan Infrastruktur Harus Ramah bagi Perempuan

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam masa kepemimpinannya fokus dalam pembangunan infrastruktur.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 22 Nov 2018, 13:45 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2018, 13:45 WIB
Penataan Ulang Trotoar Sudirman Persempit Jalur Pejalan Kaki
Aktivitas alat berat saat penataan ulang trotoar Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (25/10). Jalur hijau trotoar tersebut dibongkar ulang guna menata kembali sekaligus meningkatkan kenyamanan pejalan kaki. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam masa kepemimpinannya fokus dalam pembangunan infrastruktur. Hanya saja, dalam proses pembangunannya, disarankan untuk juga memperhatikan ramah terhadap perempuan.

Deputi Direktur untuk Kesetaraan Gender, Inklusi Sosial, dan Keterlibatan Masyarakat Sipil di Kemitraan Indonesia Australia untuk Infrastruktur (KIAT), Jan Edward mengatakan, saat ini perempuan memiliki potensi risiko lebih besar karena kemiskinan, isolasi, tigkat pendidikan rendah dan layanan dasar yang tidak memadai.

"Misal saja perjalanan saat malam hari atau saat pergi ke sekolah, ke pasar, atau ke tempat kerja risiko pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan sering kali muncul, tidak hanya di perkotaan tapi juga di pedesaan. Untuk itu pembangunan infrastruktur memiliki peran yang penting demi menciptakan ruang aman bagi mereka," kata Edward di Gedung Sekretariat Negara, Kamis (22/11/2018).

Dengan peningkatan infrastruktur yang ramah terhadap perempuan dan anak perempuan ini, menurut Edward secara jangka panjang akan meningkatkan kemajuan ekonomi bagi perempuan itu dan anak perempuan sendiri menjadi SDM yang berkualitas.

Sementara itu, di kesempatan yang sama Staf Khusus Presiden Bidang Keagamaan Internasional, Siti Ruhaini Dzuhayatin mengatakan, memang belum semua wilayah Indonesia memadai mengenai infrastruktur ini.

Terlebih yang ramah terhadap perempuan dan anak perempuan. Dia mencontohkan paling banyak di pedesaan. Seperti minimnya penerangan jalan mampu meningkatkan resiko perempuan dan anak perempuan terhadap pelecahan dan kekerasan.

"Kita juga pernah temukan misalnya ada perempuan penyandang disabilitas dia terpaksa merangkak untuk pergi ke pasar atau kemana saja, karena kondisi jalannya tidak memungkinkan untuk dialalui kursi roda," ujar dia.

Meski begitu, pemerintah saat ini tengah berupaya menyelesaikan hal ini. Melalui dana desa yang setiap tahun terus meningkat, terbukti telah memperbaiki layanan infrastruktur di pedesaan tersebut.

"Pada akhirnya itu berdampak kepada akses perempuan dan disabilitas yang lebih baik," pungkasnya. (Yas)

 

Kementerian PUPR Ingin Pembangunan Infrastruktur Diakses Seluruh Warga

(Foto: Dok Kementerian PUPR)
Staf Ahli Menteri Bidang Sosial dan Peran Masyarakat Kementerian PUPR Baby Setiawati Dipokusumo (Foto: Dok Kementerian PUPR)

Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) terus menggenjot pembangunan infrastruktur yang mengadopsi pengarus utamaan gender (PUG). Infrastruktur itu dapat diakses dan memiliki fasilitas ramah bagi perempuan, anak-anak dan difabel.

Staf Ahli Menteri Bidang Sosial dan Peran Masyarakat Kementerian PUPR, Baby Setiawati Dipokusumo mengatakan, akses infrastruktur Indonesia juga harus memberikan perhatian bagi wanita serta kaum difabel. 

"Selain tantangan penyediaan fasilitas infrastruktur yang dapat diakses semua orang, isu lainnya adalah peluang yang sama bagi kaum wanita dalam  keterlibatan pembangunan infrastruktur," tutur dia dalam keterangan tertulis Kamis 16 Agustus 2018.

Baby mencontohkan, salah satu upaya Kementerian PUPR mengakomodir kebutuhan wanita, anak-anak dan difabel, yakni telah disediakan 31 ruang ibu dan anak, tempat penitipan anak, jalur landai, lift dan ruang parkir, khusus bagi difabel di kantor Kementerian PUPR.

Baby menambahkan, saat ini dari 16 pejabat tinggi Madya, empat di antaranya merupakan wanita yakni Sekjen Anita Firmanti, Dirjen Pembiayaan Perumahan Lana Winayanti, Kepala BPSDM Lolly Martina Martief, dan Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Sosial Budaya Baby Setiawati Dipokusumo. 

Baby mengungkapkan, implementasi PUG di Kementerian PUPR telah dimulai dari 1997 dengan pelibatan kaum perempuan pembangunan infrastruktur pedesaan yang dikenal menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).  

Peran perempuan dalam program tersebut mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan infrastruktur. 

Sebagai informasi, Kementerian PUPR dinilai berhasil meningkatkan capaian dalam penerapan PUG dengan menerima penghargaan Anugrah Parahita Ekapraya

(APE) yang diberikan pada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang dinilai melaksanakan pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Penghargaan APE tersebut antara lain ditingkat Pratama pada 2008, tingkat Madya pada 2009-2010, tingkat utama tahun 2011-2013, hingga tingkat mentor pada 2014 - 2016.

 

 Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya