Liputan6.com, Jakarta - PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) masih menanti izin persaingan usaha (anti-trust filing) dari China dan Filipina. Proses tersebut merupakan bantuan kepada PT Freeport Indonesia agar bisa mengekspor tembaga ke negara yang menjadi pasar perseroan.
Direktur Utama Inalum, Budi Gunadi Sadikin menuturkan, izin persaingan usaha merupakan dokumen yang menyatakan PT Freeport Indonesia bukan perusahaan kartel, sehingga bisa ekspor ke negara tujuanya. Izin ini juga dibutuhkan Inalum yang akan menjadi pemegang saham mayoritas Freeport Indonesia.
"Itu harus kasih persetujuan kalau tidak, tidak boleh jual ke mereka," kata Budi, di kawasan bisnis Sudirman, Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Advertisement
Baca Juga
Budi menuturkan, Inalum masih menunggu izin dari China. Pihaknya pun telah menemui otoritas di negara Tirai Bambu untuk segera memberikan izin anti trust kepada Freeport Indonesia.
"Freeport, itu kita bantuin, China ke sana, belum selesai, kita sudah lobi," tutur dia.
Budi melanjutkan, Freeport Indonesia juga menanti izin dari pemerintah Filipina. Negara tersebut merupakan salah satu sasaran ekspor tembaga Freeport Indonesia.
"Mereka (Filipina) punya smelter tembaga. Kalau tidak salah Freeport punya investasi di Filipina. Khusus copper iya," ujar dia.
Inalum Tahan Pembelian Saham Freeport
Sebelumnya, PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) menahan pembayaran untuk pembelian 41,64 persen saham PT Freeport Indonesia, meski sudah memperoleh modal dari penerbitan global bond sebesar USD 4 miliar.
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, saat ini Inalum telah memegang uang untuk membeli saham Freeport Indonesia agar genap dimiliki 51 persen, namun pembayaran belum dilakukan.
Sebab perusahaan tersebut masih menunggu proses peralihan status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diterbitkan pemerintah.
"Begitu ESDM siap mengeluarkan izin, uang sudah ada," kata Budi di sela diskusi di Jakarta, Jumat 16 November 2018.
Menurut Budi, pembayaran saham harus berbarengan dengan penerbitan status IUPK, dia berharap Freeport Indonesia segera berdiskusi dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), agar segera menyelesaikan masalah yang mengganjal penerbitan status IUPK.
"Sama-samalah, seharusnya berbarengan. Freeport mesti diskusi dengan ESDM dan lingkungan untuk bisa menyelesaikan urusan antara mereka. Ntar kalau udah selesai kita bayar, uang sudah ada," tutur Budi.
Budi menegaskan, Inalum siap setiap waktu melunasi pembayaran 41,64 persen saham Freeport Indonesia senilai USD 3,85 miliar. Namun dia tidak bisa memastikan targetnya, karena masih menanti pemenuhan syarakat untuk mengubah status menjadi IUPK.
"Targetnya mesti tanya ke sana. Kalau kita Inalum, anytime siap," tandasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement