Liputan6.com, Bali - Blok Cepu menjadi salah satu tulang punggung sumber pasokan minyak bumi Indonesia. Produksinya ditargetkan 220 ribu barel per hari (bph) pada 2019. Agar tetap bertahan perlu dilakukan pengembangan lapangan baru.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan mengatakan, produksi maksimal Blok Cepu terutama bersumber dari Lapangan migas Banyu Urip mencapai 200 ribu bph. Jika ingin menambah produksi, berasal dari Lapangan migas Kedung Keris. Dia memperkirakan tambahannya sebanyak 10 sampai 20 ribu bph.
"Kalau lihat plato reservernya mestinya 200 ribu plus itu sudah maksimal. Kalau mau nambah, mungkin 10-20 ribu itu dari Kedung Keris," kata Jonan, di Bali, Kamis (27/12/2018).
Advertisement
Baca Juga
Sementara itu, Kepala Perwakilan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Jawa Bali dan Nusa Tenggara, Ali Mahsyar melanjutkan, Lapangan Kedung Keris bisa menjadi penyumbang tambahan produksi migas dari Blok Cepu. Namun, hal itu perlu dipersiapkan fasilitas produksi yang sesuai dengan jumlah minyak yang diproduksi.
"Secara teknis cadangannya bisa, tapi perlu penyiapan fasilitas, dan itu resiko karena itu pipa-pipa dan sebagainya didesain sebetulnya maksimal itu sudah maksimal," tutur dia.
Menurut Ali, lapangan minyak dan gas (migas) Kedung Keris dapat memproduksi minyak pada 2019. Jika ini terealisasi akan memperpanjang produksi minyak dari blok migas yang terletak di Bojonegoro, Jawa Timur tersebut.
"Iya Kedung Keris tahun depan diharapkan sudah produksi, kita harapkan asumsi 5 – 10 ribu," tutur dia.
Industri Migas Perlu Terapkan Teknologi Digital
Sebelumnya, industri minyak dan gas bumi (migas) harus mengarah pada penerapan Industri 4.0. Hal ini perlu didukung dengan ketersediaan perangkat lunak sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Direktur Pemasaran Industri AspenTech Ron Beck mengatakan, penerapan Industri 4.0 yang ditandai dengan penggunaan teknologi digital. Hal tersebut akan menciptakan efisiensi dan meningkatkan produktivitas.
Misalnya saja, Kilang Minyak Irving yang beroperasi di Kanada. Dengan bantuan AspenTech, mereka mengklaim bahwa terjadi kenaikan laba bersih hingga USD 10 juta per tahun.
Produksinya meningkat sekitar 73 ribu barel per hari dan rata-rata pengilangan Minyak Irving dapat memproduksi hingga 300 ribu barel minyak per hari.
"Pencapaian ini dimungkinkan dengan penggunaan perangkat lunak AspenTech," kata Beck, di Jakarta, Sabtu 22 Desember 2018.
Selain itu bukti lain ada pada Saras S.p.A, perusahaan minyak raksasa Italia. Mereka menikmati peningkatan pendapatan hingga 3 persen dalam setahun. Biaya operasional perusahaan yang dimiliki oleh keluarga Moratti juga dikatakan lebih rendah, sebesar 5 persen.
Perusahaan tersebut menggunakan perangkat lunat asal Amerika, AspenTech.Telah beridiri sejak 37 tahun lalu, AspenTech hadir membawakan solusi yang menarik dan relevan di dunia digital khususnya di sektor energi.
Kedatangan AspenTech ke Indonesia sendiri didasarkan kepercayaan bahwa Indonesia merupakan pasar yang potensial. Apalagi pada tren Industri 4.0 sekarang ini, dimana pemerintah Indonesia juga sangat mendorong pergerakannya.
Dalam proyek integrase pun, sistem manajemen diyakini menjadi semakin kompleks dan bertingkat. Kebutuhan untuk memiliki alat yang lebih canggih untuk memantau sejumlah kegiatan operasional yang berbeda. AspenTech melihat ini sebagai peluang yang memenuhi kekuatan mereka.
“AspenTech percaya bahwa mereka memiliki peluang bagus untuk memberikan kontribusi positifnya dalam prosesrevolusi digital. Di Indonesia, ada beberapa perusahaan dari berbagai industri yang menggunakan solusi mereka, seperti PT Pertamina, PT Rekayasa Industri, PT Tripatra Engineering, PT Candra Asri Petrokimia, dan lainnya," tandasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement