Liputan6.com, Serang - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, aktifitas Gunung Anak Krakatau sedikit mereda pada bulan ini. Erupsi abu vulkanik di gunung tersebut lebih kecil jika dibandingkan bulan September lalu.
"Jadi memang secara teori aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau sebenarnya yang sangat besar belakangan itu di bulan September tahun ini. Tapi, jika dibandingkan ketinggian erupsi dan amplitudonya, sekarang ini bulan Desember mungkin tidak ada seperempatnya dibanding bulan September," jelas dia di Banten, Jumat (28/12/2018).
Advertisement
Baca Juga
Menteri Jonan menambahkan, infrastruktur kesiapan bencana di Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau Banten juga berfungsi dengan baik. Peralatan itu antara lain penunjuk arah mata angin untuk memonitor pergerakan abu vulkanik, CCTV, infrasonik dan seismograf sebanyak 2 buah dengan dua jenis keakuratan yang ditempatkan di Pulau Sertung.
"Kami akan terus koordinasi dengan BPPT, LIPI dan BMKG untuk mempelajari tsunami kemarin akibatnya karena apa saja. Termasuk sharing pengetahuan dan informasi, dengan negara-negara lain seperti Amerika, Jepang, Perancis, karena kegeologian ini bersifat global," ujarnya.
Sebagai informasi, saat ini, Gunung Anak Krakatau mempunyai elevasi tertinggi 338 meter dari muka laut (pengukuran September 2018). Adapun karakter letusannya adalah erupsi magmatik yang merupakan erupsi eksplosif lemah (strombolian) dan erupsi efusif berupa aliran lava.
Pada tahun 2016, letusan terjadi pada 20 Juni 2016, sedangkan pada tahun 2017 letusan terjadi pada tanggal 19 Februari 2017 berupa letusan strombolian. Sejak tanggal 29 Juni 2018, Gunung Anak Krakatau kembali mengeluarkan letusan hingga tanggal 22 Desember berupa letusan strombolian.
Aktivitas Udara dan Pelayaran Belum Terganggu Erupsi Gunung Anak Krakatau
Jonan juga mengatakan, sampai dengan hari ini, jalur penerbangan yang melewati wilayah Selat Sunda dipastikan belum terganggu dampak erupsi vulkanik Gunung Anak Krakatau.
Kementerian ESDM belum sama sekali menerbitkan larangan atau peringatan penerbangan udara yakni Volcano Observatory for Aviation (VONA) kepada industri penerbangan.
"Penerbangan biasanya kalau debunya sangat banyak dan debunya besar, kita terbitkan yang namanya VONA. Itu pemberitahuan kepada otoritas penerbangan di navigasi udara untuk mengubah atau menyesuaikan udara. Tapi sejauh ini belum ada VONA di penerbangan, begitu juga pelayaran," jelas dia.
Ia menambahkan, abu dari erupsi vulkanik Gunung Anak Krakatau itu juga belum mengganggu batas ketinggian dari industri penerbangan atau pesawat untuk terbang yakni berkisar dari 5.000-10.000 meter.
"Satu atau dua hari ini ketinggian abu kira-kira 500-700 meter. Kalau penerbangan melintas itu kan paling kurang 5.000 sd 10.000 meter. Jadi abunya memang masih dibawah," ujarnya.
Jonan pun menjelaskan, pihaknya sampai saat ini belum ada komunikasi lebih lanjut terkait terganggunya jalur penerbangan udara dengan otoritas bandara terkait.
"Kalau abu berdampak biasanya otoritas bandara ada paper test di runway kira-kira kejatahun abu atau tidak. Kalau sudah mulai kejatuhan abu, maka pasti akan konsultasi dengan navigasi udara dan kami, bahwa ini maunya ruang udara mau ditutup apa enggak. Seperti Bandara Ngurah Rai Bali kan sempat buka tutup karena abunya sampai kesana," tandasnya.
Advertisement