Cerita Lengkap Perusahaan Fintech Ilegal yang Lakukan Penagihan Tak Manusiawi

Cara kerja penagihan fintech ilegal adalah dengan mengakses seluruh data yang ada di HP nasabah.

oleh Merdeka.com diperbarui 08 Jan 2019, 17:24 WIB
Diterbitkan 08 Jan 2019, 17:24 WIB
Fintech
Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Liputan6.com, Jakarta - Tim Direktorat Tindak Pidana Siber (Ditipidsiber) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengungkap kasus praktek penagihan yang tidak manusiawi dilakukan oleh salah satu perusahaan financial technology (fintechpeer to peer lending atau pinjam meminjam.

Kasubdit II Ditipidsiber Bareskrim Polri, Kombes Pol. Asep Safruddin menyebutkan, pihaknya menangkap 4 debt collector (DC) atau dari PT VCard Technology Indonesia dengan merek Vloan. Diketahui perusahaan tersebut merupakan fintech ilegal dan ternyata tidak berbasis di Indonesia.

"Dimana server aplikasi Vloan terletak di daerah Zheijang, China dengan Hosting Server di Arizona dan New York USA," kata dia dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (8/1/2019).

Vloan juga memiliki nama lain yaitu Supercash, Rupiah Cash, super dana, Pinjaman Plus, Super dompet dan super pinjaman.

Cara kerja penagihan adalah dengan mengakses seluruh data yang ada di HP nasabah. Sebab pada saat nasabah mengunduh aplikasi pinjaman Vloan, maka nasabah akan mengikuti dan menyetujui seluruh aturan yang ada di aplikasi agar pinjaman dapat disetujui.

"Setelah menyetujui persyaratan dari Vloan, maka seluruh data yang ada dalam handphone Nasabah akan dapat diakses melalui aplikasi," dia menambahkan.

Adapun data yang harus dicantumkan oleh nasabah pada saat peminjaman adalah Nama (sesuai KTP), NIK, Tanggal lahir, Alamat ,Rekening Bank, Pekerjaan, ID card tempat bekerja, Foto Selfi pemohon dengan memegang KTP dan Emergency Contact ( 5 nomor telepon).

Setelah calon nasabah selesai melakukan install aplikasi di handphone calon nasabah kemudian baru dapat melakukan permohonan pinjaman sesuai nilai atau jumlah yang tersedia dalam aplikasi antara lain mulai Rp 600 ribu hingga Rp 1,2 juta dalam waktu 7 hari dan 14 hari.

"Hasil dari penyelidikan dan penyidikan diketahui bahwa Direktur PT Vcard Indonesia adalah Je Wei alias Clif yang tinggal di China, bahwa Jei Wei menguasai Token Rekening BCA atas nama PT Vcard Technologi Indonesia," ujarnya.

Setelah data nasabah dapat diakses oleh Vloan, maka proses pinjam meminjam uang akan terlaksana, dimana nasabah mengirimkan nomor rekening sebagai penampung uang pinjaman dari aplikasi Vloan.

 

Jasa Payment Gateway

Ilustrasi Fintech
Ilustrasi Fintech. Dok: edgeverve.com

PT Vcard Technology Indonesia (Vloan) menggunakan jasa payment gateway (Bluepay dan Doku) untuk mengirimkan dana pinjaman ke nasabah. Dalam Proses pemberian pinjaman yang dilakukan oleh Vloan tidak sesuai dengan pagu pinjaman yang telah disepakati pertama, salah satu contoh, jika pihak nasabah sebesar Rp 1 juta, maka pihak PT VCARD TECHNOLOGY INDONESIA akan melakukan pentransferan ke-rekening calon nasabah dengan nilai yang berbeda diantaranya Rp 825.000, Rp 875.000 dan Rp 900.000.

Jika dalam proses 7 sampai dengan 14 Hari kerja si nasabah mengembalikan hutangnya maka pihak PT Vcard Technologi Indonesia (Vloan) melalui payment gateway memberikan nomor Virtual Account dari masing-masing rekening Mandiri, Permata, BNI, BRI dan BCA atas nama PT. Vcard Technology Indonesia.

Jika dalam waktu 7 sampai 14 hari para nasabah sudah membayar hutangnya maka tidak akan di hubungi oleh Desk Collector. Jika nasabah sudah jatuh tempo untuk membayar maka pihak Desk Collector Vloan yaitu Indra, Fanji alias Kevin Yuniar, Ronny Sanjaya alias X_X dan Wahyu Wijaya alias Ismed Chaniago akan mengakses Supercash.co/Banshee Vloan kemudian melakukan login dengan menggunakan Username dan password masing–masing DC sehingga dapat masuk ke fitur task dimana dalam Fitur tersebut terdapat data-data nasabah yang akan ditagih," jelasnya.

Selanjutnya, DC akan menyarankan kepada nasabah untuk melakukan pembayaran ke supercash, karena Vloan sudah tidak dapat diakses melalui aplikasi lagi.

Untuk nasabah yang telah jatuh tempo melakukan pembayaran pinjaman uang diatas 15 hari serta tidak dapat dihubungi maka para DC akan melihat data - data kontak dari nomor – nomor telephone nasabah kemudian akan menghubungi dan mengirimkan pesan bahwa nasabah memiliki pinjaman uang yang belum dibayarkan ke PT VCARD TECHNOLOGY INDONESIA.

Jika ada nasabah yang telah jatuh tempo melakukan pembayaran pinjaman uang diatas 30 hari serta tidak dapat dihubungi maka para DC akan membuat Group Whatsapp dan mengundang nomor nasabah dan nomor – nomor teman maupun keluarga dari nasabah yang ada di kontak hanphone nasabah.

"Bahkan dari pihak DC akan menyampaikan pesan berbau pornografi atau Sexual harassment kepada korban yang sudah tergabung dalam group yang dibuat oleh DC. Sedangkan DC lainnya yang tergabung dalam group Whatsapp ikut-ikutan membuat suasana semakin panas dan memberikan tekanan batin kepada korban," ujarnya.

 

Kerugian Korban

20160830-Pameran-Indonesia-Fintech-Festival-&-Conference-2016-Tangerang-FF
Pengunjung saat mengunjungi pameran di Indonesia Fintech Festival & Conference 2016 di Tangerang, Selasa (30/8). Fintech merupakan industri jasa keuangan berbasis teknologi digital. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Adapun kerugian dari para korban adalah, salah satu dari mereka ada yang harus diberhentikan dari pekerjaannya, menangung malu akibat penyebaran utang pada seluruh kontak yang terdapat pada HP korban, merasa terintimidasi dengan perkataan kasar dari para tersangka dan menjadi korban pelecehan seksual dari tersangka yang mengirimkan berbagai konten serta perkataan pornografi dalam group “Whatsapp” yang mereka buat.

Keempat tersangka tersebut dijerat dengan pasal 40, 29 jo Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Kemudian pasal 45 ayat (1) dan (3) Jo Pasal 27 ayat (1) dan (3), Tentang Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik.

Selain itu, tersangka juga dikenai pasal 45B Jo Pasal 29 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Yang terakhir adalah pasal 369 KUHP dan atau Pasal 3, 4, 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya