Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menilai langkah PT Hero Supermarket Tbk (HERO) menutup gerai menjadi strategi efisiensi agar bertahan di tengah ketatnya persaingan.
Wakil Ketua Umum Aprindo, Tutum Rahanta menuturkan, kondisi global dan makro ekonomi mempengaruhi daya beli masyarakat. Hal tersebut juga pengaruhi kinerja bisnis termasuk ritel.
Untuk tetap bertahan, Tutum menilai, pelaku usaha ritel memilih strategi efisiensi dengan menutup outlet atau gerai yang tak menguntungkan dengan menggantikan lokasi baru.
Advertisement
Baca Juga
"Tutup outlet yang jelek juga merupakan bagian dari efisiensi,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, Senin (14/1/2019).
Tutum menuturkan, selain faktor kondisi global, persaingan bisnis dengan usaha sejenis dan digital juga pengaruhi sektor ritel.
Oleh karena itu, para pelaku usaha juga harus beradaptasi dengan perubahan. Salah satu contohnya dengan lokasi gerai yang disesuaikan dengan target pasar.
Tutum menambahkan, pihaknya melihat ada kemungkinan pelaku usaha ritel lainnya yang akan menutup gerai ke depan.
Hero Tutup 26 Gerai
Sebelumnya, PT Hero Supermarket Tbk (HERO) memutuskan hubungan kerja (pemutusan hubungan kerja/PHK) terhadap 532 karyawannya hingga kuartal III 2018. Tak hanya itu, 26 gerai jaringan ritel Giant pun berhenti beroperasi.
Corporate Affairs GM PT Hero Supermarket Tbk, Tony Mampuk, mengatakan, kinerja keuangan perusahaan melemah sejak kuartal III 2018. Kondisi keuangan tersebut membuat perusahaan terpaksa mem-PHK karyawannya.
"Sampai dengan kuartal ke-III 2018, PT Hero Supermarket mengalami penurunan total penjualan sebanyak 1 persen atau senilai Rp 9,849 triliun," ujar dia, di kantor Pusat PT Hero Supermarket Tbk, di Bintaro, Tangerang Selatan, Jumat 11 Januari 2019.
Penurunan kinerja ritel itu disebabkan oleh penjualan pada bisnis makanan yang lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Hingga kuartal III 2017, pendapatan mencapai Rp 9,961 triliun.
"Meski demikian, bisnis non makanan tetap menunjukkan pertumbuhan yang cukup kuat. Atas hal tersebut, perusahaan meyakini bahwa keputusan akan langkah efisiensi tersebut adalah hal yang paling baik dalam menjaga laju bisnis yang berkelanjutan," terang Tony.
Menurut Tony, PT Hero Supermarket Tbk (HERO Group), telah menerapkan strategi yang mendukung keberlanjutan bisnis dengan memaksimalkan produktivitas kerja melalui proses efisiensi.
"Sejauh ini dari 532 karyawan yang terdampak dari kebijakan efisiensi tersebut, sebanyak 92 persen karyawan telah mengerti dan memahami kebijakan efisiensi ini dan menyepakati untuk mengakhiri hubungan kerja," ujar dia.
Sementara 532 karyawan tersebut berasal dari 26 gerai ritel Giant Supermarket yang ditutup sepanjang 2018. Tony pun memastikan, semua hak karyawan yang diatur oleh pemerintah, sudah diberikan.
"Semua telah mendapatkan hak sesuai dengan Undang-Undang Kementerian Tenaga Kerja RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan” ujarnya.
Menurut dia, perusahaan saat ini menghadapi tantangan bisnis khususnya dalam bisnis makanan.
Seperti diketahui, dalam laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), perseroan membukukan laba tahun berjalan naik menjadi Rp 86,18 miliar hingga 30 September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 70,40 miliar.
Sedangkan pendapatan perseroan turun tipis dari Rp 9,96 triliun hingga 30 September 2017 menjadi Rp 9,84 triliun hingga 30 September 2018.
Atas kebijakan ini, ribuan pekerja dari serikat pekerja hero supermarket (SPHS) berunjuk rasa, lantaran menolak pemutusan kerja sepihak oleh perusahaan.
"Ini tidak mendadak, kami sudah berikan pemberitahuan 3 bulan sebelum gerai di tutup. Dari jumlah itu, akhirnya 532 karyawan menerima dan menyepakati di PHK," ujar salah seorang pendemo. (Pramita Tristiawati)
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement