Chatib Basri: Investor Asing Lebih Optimistis Memandang Ekonomi RI

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada rata-rata di angka 5 persen juga seharusnya bisa menimbulkan optimisme.

oleh Septian Deny diperbarui 22 Jan 2019, 11:26 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2019, 11:26 WIB
Chatib Basri
(Foto: Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan, investor lokal seharusnya lebih optimistis terhadap perekonomian Indonesia. Pasalnya selama ini investor asing justru yang lebih optimistis melihat ekonomi Indonesia ketimbang investor lokal.

"Bicara dengan investor yang melihat Indonesia, optimismenya tinggi sekali," ujar dia di Jakarta, Selasa (22/1/2019).

Chatib mencontohkan, saat menjadi Menteri Keuangan, piha‎k pernah menerbitkan surat utang negara dengan jangka waktu 30 tahun. Namun surat utang tersebut tetap laku terjual.

"Contoh, waktu jadi Menteri Keuangan, kita jual obligasi pemerintah jangka waktu 30 tahun. Kalau investor tidak optimis dengan negara kita, tidak akan beli obligasi itu.‎ Kalau kita jualan surat utang oversubcribed. Itu surat utang bukan jangka wktu 1-2 tahun tapi 30 tahun," kata dia.

Selain itu, lanjut Chatib, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada rata-rata di angka 5 persen juga seharusnya bisa menimbulkan optimisme. Sebab, banyak negara lain yang ekonominya tidak mampu tumbuh setinggi itu.

"Persepsi mengenai Indonesia lebih optimis kalau dilihat dari persepsi orang luar, ketimbang kita sendiri. Tumbuh 5 persen itu lebih bagus ketimbang negara lain yang 2,5 persen," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Bank Dunia: Saat Ekonomi Dunia Suram, Indonesia Tetap Stabil

2018, Menko Perekonomian Patok Pertumbuhan Ekonomi Harus 5,4 Persen
Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (28/4). Pertumbuhan ekonomi Indonesia, menurut Darmin Nasution, masih kecil lantaran belum ada orientasi ekspor dari industri dalam negeri. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bank Dunia merilis data terbaru terkait prakiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2019 hingga 2021 mendatang. Laporan tersebut bertajuk Darkening Skies, cerminan dari situasi ekonomi dunia akibat perang dagang.

"Darkening Skies menyorot betapa rawannya juncture (titik krusial) ekonomi terkini. Singkatnya, pertumbuhan telah melemah, ketegangan dagang masih tinggi, beberapa ekonomi negara berkembang mengalami stres finansial, dan outlook risiko telah bertambah," tulis laporan Bank Dunia. 

Bagaimana nasib Indonesia?

Jika melihat laporan tersebut, Gross Domestic Product (GDP) Indonesia terpantau perlahan tapi pasti naik selama tiga tahun berturut-turut.

Pada tahun 2016, ekonomi Indonesia ada di angka 5 persen, tahun selanjutnya naik 5,1 persen, dan tahun 2018 menjadi 5,2 persen.

Pada tahun yang "muram" ini, ekonomi Indonesia untungnya diprediksi tidak menurun, melainkan stabil di angka 5,2 persen. Barulah tahun selanjutnya ekonomi akan kembali naik ke level 5,3 persen.

Dibandingkan negara berkembang lain seperti negeri jiran Malaysia, kondisi Indonesia relatif baik. Sebab, ekonomi Malaysia justru secara perlahan stagnan dan menurun dari 4,7 persen ke 4,6 persen hingga 2021.

Kondisi ekonomi Indonesia malah jauh lebih stabil ketimbang Turki. Ekonomi negara itu terjun bebas dari 7,4 persen di 2017 menjadi 3,5 persen di 2018, dan diprediksi terperosok ke 1,6 persen tahun ini.

Pemerintah Indonesia juga sudah menyadari kondisi ekonomi dunia di tahun 2019. Solusi yang ditempuh Presiden Joko Widodo di antaranya perkembangan Sumber Daya Manusia (SDM), dan Menteri Keuangan Sri Mulyani juga meminta berbagai pihak untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kondisi ekonomi global.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya