AS Tekor Rp 84,5 Triliun Gara-Gara Shutdown Selama 35 Hari

Penutupan pemerintahan alias shutdown membuat aktivitas ekonomi melambat.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 28 Jan 2019, 07:21 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2019, 07:21 WIB
Presiden Amerika Serikat ke-45 Donald Trump (AP/Nicholas Kamm)
Presiden Amerika Serikat ke-45 Donald Trump (AP/Nicholas Kamm)

Liputan6.com, Washington, D.C. - Pertaruhan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk melakukan penutupan pemerintahan (government shutdown) tidak membuahkan hasil. Kerugian yang diderita pemerintahannya akibat penutupan mencapai USD 6 miliar atau Rp 84,5 triliun (USD 1 = Rp 14.092).

Dilaporkan Money Control, kerugian itu berdasarkan perhitungan S&P Global Ratings atas hilangnya produktivitas para pegawai yang diliburkan. Akibatnya, aktivitas ekonomi pun terdampak.

Ada 800 ribu pegawai federal (PNS) yang diliburkan akibat penutupan ini. Trump mengucapkan terima kasih kepada mereka dan keluarga mereka yang memahami situasi shutdown.

"Saya ingin berterima kasih pada semua pekerja federal yang luar biasa beserta keluarga mereka atas pengabdian di hadapan kesulitan di depan mata. Kalian orang-orang luar biasa, kalian adalah patriot," ujar Trump dalam konferensi persnya di Gedung Putih.

Dalam kesempatan sama, Trump berkata segera menandatangani aturan untuk membuka pemerintahan selama tiga minggu, yakni sampai 15 Februari 2019. Gaji-gaji para pegawai federal pun akan segera dibayarkan. Trump berjanji prosesnya akan dilaksanakan secepat mungkin.

Namun, Trump masih mengingkan anggaran membangun tembok (atau pagar) di perbatasan selatan AS, karena dia percaya tembok bisa mengurangi masuknya kriminal dari wilayah Meksiko. Partai Demokrat dan Republik pun diajaknya agar mau berkompromi bersama mengenai masalah ini.

"Kita bisa menunjukkan rakyat Amerika dan seluruh dunia bahwa semua partai politik bisa bersatu dalam melindungi negara dan rakyat," ujar Trump.

Shutdown pemerintahan AS kali ini adalah yang terpanjang sepanjang sejarah, mengalahkan rekor mantan presiden Bill Clinton selama 21 hari. Trump meminta dana sebesar USD 5 miliar (Rp70,4 triliun) untuk pembangunan tembok beserta fasilitas pelengkapnya.

Kisah WNI di AS yang Terdampak Shutdown Government Donald Trump

Donald Trump menjamu tim Clemson Tigers dengan makanan cepat saji (AP Photo/Susan Walsh)
Donald Trump menjamu tim Clemson Tigers dengan makanan cepat saji (AP Photo/Susan Walsh)

Penutupan pemerintahan di bawah kepemimpinan Donald Trump selama lebih dari satu bulan, tidak hanya merugikan warga negara AS. Pasalnya, warga negara Indonesia yang tengah berada di negeri Paman Sam juga terkena dampaknya.

Di antara mereka adalah Nina Marzoeki yang bekerja sebagai karyawan paruh waktu di Smithsonian's National Zoo, salah satu kebun binatang tertua di AS. Kebun binatang yang menjadi tempat bekerja Nina itu, mendapatkan bantuan dana dari pemerintah.

Sebagai dampaknya, sebagian karyawan kebun binatang terpaksa tidak mendapatkan gaji. Nina adalah salah satu karyawan yang tidak beruntung tersebut, sebagaimana dikutip dari VOA Indonesia . Belum lagi Nina hanya karyawan paruh waktu, sehingga tidak berhak atas bantuan.

Bagi Nina yang telah berdomisili beberapa tahun di AS, kejadian ini bukanlah kali pertama. Pada 2013 silam, ia juga merasakan hal yang sama meskipun hanya berlangsung selama 16 hari.

Setidaknya Nina berhasil mengambil sisi positif dari kejadian ini. Ia dapat meluangkan lebih banyak waktu untuk berlibur bersama keluarga.

Nina tidak serta merta berpangku tangan dalam situasi sulit ini. Ia memanfaatkan waktu untuk mengurus pekerjaan sampingan, yakni sebuah bisnis barang-barang promosi dan cendera mata yang ia dirikan bersama temannya. Bisnis Nina tersebut tidak terdampak penutupan pemerintahan AS.

Lain Nina, lain pula dengan Andre Masfar yang memiliki usaha makanan khas Indonesia.Penutupan pemerintahan telah menyebabkan usahanya yang didirikan sejak 2015 silam, Java Cove, semakin sepi pengunjung.

"Paling banyak 40 served. Tadi cuman 32," tutur Andre.

Usaha Andre tersebut semakin sulit mendapatkan keuntungan, apabila ia mendapatkan tempat di daerah kantor pemerintahan. Hal tersebut mengingat di Washington DC, biasanya pemilik food truck harus mengikuti undian rotasi tempat. Andre menjual paket makanan seperti nasi, rendang, dan sate, seharga US$ 11 (sekira Rp 155.000) untuk setiap porsinya.

Sonny Setiantoko yang juga memiliki usaha makanan bernama Sambal dan Sate Truck, memiliki nasib serupa dengan Andre. Ia mengaku, sejak penutupan pemerintahan barang dagangannya yang berupa mi ayam, sate, dan tempe, mengalami penurunan penjualan sebesar 30 hingga 40 persen.

Harapan Nina dan Sonny seolah diwakili oleh Andre. Ia berharap semoga penutupan pemerintahan di AS segera berakhir. "Minggu depan enggak tahu deh, semakin sepi mungkin. Mudah-mudahan shutdown cepat selesai, deh," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya