Tiru Jepang, OJK Ingin Remaja di Bawah 17 Tahun Bisa Buka Rekening Saham

Ini juga bertujuan untuk mendorong layanan di pasar modal.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Feb 2019, 15:29 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2019, 15:29 WIB
20151117-Pasar-Modal-Jakarta-AY
Peserta memantau monitor bursa saham pasar modal di Bursa Efek Jakarta, Selasa (17/11). Hal ini sejalan dengan salah satu inisiatif pemerintah melalui Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni menambah jumlah investor pasar modal. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana membuat aturan terkait pembukaan rekening baru di pasar modal. Nantinya, dalam aturan ini usia remaja yang belum menyentuh 17 tahun akan diperbolehkan untuk membuka rekening saham.

"Jadi belum 17 tahun, belum punya KTP (Kartu Tanda Penduduk) tapi dia sudah bisa buka rekening, nanti kita sedang kaji dan persiapkan," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen di Jakarta, Senin (18/2).

Dia mengatakan, saat ini untuk membuka rekening pasar modal, salah satu persyaratan wajib yakni harus memiliki kartu identitas seperti KTP. Namun, apabila berkaca kepada negara maju seperti Jepang, Negeri Sakura tersebut telah memiliki program usia dini.

"Kita juga lagi berfikir karena pengalaman dan pengamatan kita di beberapa negara di Jepang salah satunya itu ada Junior Program. Jadi bagi adik adik pecinta industri keuangan mungkin sudah ada yang belum punya KTP (di sana)," kata Hoesen.

Dengan aturan tersebut diharapkan para generasi muda ataupun generasi milenial dapat dengan mudah memiliki rekening saham. Sehingga, ini juga bertujuan untuk mendorong layanan di pasar modal.

"Harapannya nanti di usia mereka remaja sudah punya memiliki rekening dan mengenal. Karena sekarang tabungan itu anak SD (Sekolah Dasar) sudah punya tabungan tapi kalau di pasar modal belum. Itu beberapa negara memang punya program khusus untuk itu," pungkasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Terjebak di Zona Merah, IHSG Ditutup Naik 3,34 Poin
Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (16/5). Sejak pagi IHSG terjebak di zona merah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Inarno Djayadi mengaku optimistis nilai transaksi harian saham akan meningkat pasca penerapan percepatan penyelesaian transaksi dari tiga hari (t+3) menjadi dua hari (t+2) di bursa saham.

Lantaran, nilai transaksi harian saham naik menjadi rata-rata Rp 10 triliun. Sedangkan pada 2019, BEI menargetkan nilai transaksi harian mencapai Rp 9 triliun.

"Kita sudah disetujui ya untuk (target) itu, jadi mungkin nanti di saat kita ingin mengubah kalau sekiranya nanti ada di atas terus kita ubah saat revisi. Kita cukup optimis begitu saat kita T+2, kita akan naik dari segi jumlah maupun segi frekuensinya," ujar dia di Gedung BEI, Jumat (8/2/2019).

Dia menambahkan, jika dimungkinkan untuk merevisi target transaksi, akan dilakukan sekitar September-Oktober. Namun, BEI menekankan akan fokus untuk mendorong jumlah produk investasi terlebih dahulu pada 2019.

"Untuk revisi biasanya September-Oktober. Tapi kita berusaha untuk meningkatkan Sekolah Pasar Modal dulu, ini juga cara kita untuk mensosialisasikan, jadi masih banyak inisiatif kita yang perlu pembiayaan. Terutama penambahan-penambahan produk tahun ini segala macam," ujar dia.

Dia menuturkan, pihaknya kini masih akan mengamati terlebih dahulu potensi kenaikan transaksi harian saham sepanjang tahun ini.

"Potensi target nilai transaksi kalau pada saat perkembangannya naik ke atas jauh ya tentunya kita akan merevisi jadi Rp 10,5 atau Rp 11 triliun. Tapi targetnya berapa kita enggak bisa ngomong," pungkasnya.

Mengutip data BEI per Kamis 7 Februari 2019, rata-rata transaksi harian saham mencapai Rp 10,51 triliun. Volume perdagangan saham 13,37 miliar saham. Total frekuensi perdagangan saham harian 460.708 kali. Kapitalisasi pasar saham tercatat Rp 7.428 triliun.

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya