Menteri Bambang: RI Penghasil Sampah Makanan Terbesar Setelah Arab

Tingkat stunting di Indonesia saat ini berada pada level 30 persen namun di luar itu Indonesia juga menjadi negara pembuang sampah makanan terbesar.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Feb 2019, 11:49 WIB
Diterbitkan 19 Feb 2019, 11:49 WIB
Komisi XI DPR RI Gelar Rapat Kerja Dengan Bappenas
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (19/9). Bambang memaparkan pagu anggaran 2019 untuk Kementerian PPN/Bappenas turun menjadi Rp1,781 triliun. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang Brodjonegoro memberi pidato kunci pada workshop nasional fortifikasi pangan dengan tema Fortifikasi Pangan: Intervensi Cost Effective dalam Mengoptimalkan Penurunan Stunting. Stunting (kerdil) merupakan terhalangnya pertumbuhan tubuh akibat kekurangan makanan dan gizi sejak dalam kandungan.

Bambang mengatakan, tingkat stunting di Indonesia saat ini berada pada level 30 persen. Angka ini cukup memprihatinkan sebab dibalik kekurangan makanan dan gizi, Indonesia merupakan negara kedua pembuang sampah makanan terbesar di dunia setelah Arab Saudi.

"Di satu sisi Indonesia masih kekurangan gizi sehingga berpotensi stunting. Di sisi lain Indonesia adalah penghasil sampah makanan terbesar kedua di dunia setelah Saudi Arabia," ujar Menteri Bambang Di Hotel Ayana, Jakarta, Selasa (19/2/2019).

Menyikapi hal ini, Menteri Bambang mengatakan, Indonesia masih jauh dari bebas stunting. Perlu langkah konkret agar stunting dapat ditekan, disamping mengubah perilaku masyarakat agar membiasakan diri mengkonsumsi makanan dengan bijak dan bertanggung jawab.

"Indonesia masih jauh dari bebas stunting. Ke depan kalau kita ingin naikkan faktor itu maka pengurangan stunting ini harus jadi bagian integral. Permasalahan ganda pada gizi (double burden), kita upaya dengan penambahan gizi terutama gizi anak dan balita," jelasnya.

Mantan Menteri Keuangan itu melanjutkan, masa depan Indonesia sangat tergantung pada kualitas SDM, dan fortifikasi (pengayaan gizi) pangan merupakan salah satu bentuk intervensi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi masyarakat sekaligus mendukung target pengurangan stunting.

"Dengan mendukung fortifikasi pangan, kita dapat menurunkan prevalensi stunting dan masalah gizi lainnya sekaligus meningkatkan kualitas SDM Indonesia," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jokowi: Tak Mungkin Bersaing Jika Stunting Masih Tinggi

Keakraban Jokowi dan Prabowo Usai Debat Kedua Pilpres
Capres No urut 01, Joko Widodo usai debat kedua Pilpres 2019 yang mengusung di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2). Debat bertema energi, pangan, infrastruktur, SDA, dan lingkungan hidup. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk terus menurunkan stunting atau tumbuh tidak sempurna. Jokowi mengatakan, apabila angka stunting berada di titik terendah, sumber daya manusia Indonesia dapat bersaing dengan negara lain.

"Tidak mungkin kita bersaing sama negara lain dengan SDM kita, jika stunting setinggi itu. Tidak mungkin," kata Jokowi saat membuka Rapat Kerja Kesehatan Nasional di ICE BSD, Tangerang Banten, Selasa (12/2/2019).

Pada 2014, Jokowi mengatakan, angka stunting berada di angka 37 persen dan saat ini sudah turun menjadi 30 persen. Jokowi ingin stunting di Indonesia terus menurun dan hilang.

"2014 stunting kita 37%. Alhamdulillah berkat kerja keras kita semua sudah turun menjadi 30%. Ini harus turun lagi menjadi 20%, menjadi 10%, dan hilang," jelasnya.

Untuk itu, mantan Gubernur DKI Jakarta itu meminta kepala-kepala dinas kesehatan di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota untuk berkonsentrasi menghilangkan stunting di daerah.

"Kalau di kabupaten, kota, atau provinsi masih ada stunting. Kejar ini, selesaikan ini," ucap Jokowi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya