Harga Minyak AS Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang 2019

Ketidakpastian pebicaraan perdagangan AS-China justru membebani harga minyak.

oleh Arthur Gideon diperbarui 20 Feb 2019, 06:16 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2019, 06:16 WIB
lustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak bergerak bervariasi pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Kekhawatiran tentang permintaan minyak mentah global dan ketidakpastian pembicaraan perdagangan AS-China melawan optimisme investor terkait pengetatan pasokan.

Mengutip Reuters, Selasa (20/2/2019), harga minyak mentah Brent yang menjadi patokan harga dunia mengalami tekanan sedangkan harga minyak mentah AS bergerak kebalikannya dan mencetak angka tertinggi.

Harga minyak Brent tergelincir 5 sen dan menetap di USD 66,45 per barel. Angka ini turun dari rekor tertinggi sepanjang 2019 di USD 66,83 yang dicapai pada hari Senin.

Sedangkan untuk harga minyak mentah AS naik 50 sen menjadi USD 56,09 per barel, yang merupakan harga tertinggi sejak November 2018.

Analis Price Futures Group, Chicago, AS, Phil Flynn menjelaskan, kenaikan harga minyak AS terdorong oleh sanksi yang telah diberikan oleh AS kepada Venezuela yang merupakan salah satu pemasok minyak mentah terbesar bagi AS.

"Sentimen tersebut mengangkat harga West Texas Intermediate (WTI) atau minyak mentah AS. Namun ini sepertinya hanya sentimen jangka pendek," jelas dia.

Pelaku pasar tengah mencari alasan untuk terus menjadikan sentimen tersebut untuk mendorong harga minyak. Namun pada kenyataannya ketidakpastian pebicaraan perdagangan AS-China justru membebani harga minyak.

Babak baru pembicaraan perdang dagang antara Amerika Serikat dan Cina dimulai pada hari Selasa di Washington. Pembicaraan ini direncanakan selesai di akhir minggu ini. Sebelumnya, pembicaraan telah dilakukan di China.

Pelaku pasar mengaku bahwa mereka sangat berhati-hati dalam mengambil posisi yang besar sebelum ada kepastian mengenai pembicaraan tersebut.

Selain itu, bendera merah juga berkibar terkait prospek ekonomi setelah bank terbesar Eropa, HSBC, memperingatkan akan menunda beberapa investasi tahun ini karena meleset dari perkiraan laba 2018 akibat perlambatan pertumbuhan China dan Inggris.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pengurangan Produksi

Ini Setiap Kali Perusahaan Hulu Migas Investasi US$1
Perusahaan-perusahaan hulu migas sering dianggap hanya berperan menyediakan pasokan energi dan menghasilkan penerimaan negara

Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) pekan lalu menurunkan perkiraan pertumbuhan permintaan minyak dunia pada 2019 menjadi 1,24 juta barel per hari. Beberapa analis percaya itu bisa lebih lemah.

"Mengingat gambaran ekonomi yang terus-menerus tidak pasti, prospek kami yang sudah relatif bearish untuk 2019 di bawah 1 juta barel per hari dalam pertumbuhan permintaan minyak global dapat dikenakan revisi penurunan lebih lanjut," tulis analis JBC Energy.

Untuk menghentikan penumpukan persediaan yang dapat membebani harga, OPEC dan beberapa negara di luar OPEC seperti Rusia pemangkasan pasokan 1,2 juta barel per hari sejak 1 Januari.

Pemotongan produksi tersebut telah membantu kenaikan minyak harga minyak mentah lebih dari 20 persen.

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud dari Arab Saudi, pemimpin de facto OPEC, mengatakan mereka mendukung kelanjutan koordinasi di pasar energi global.

Investor mengatakan pernyataan itu mengurangi keraguan bahwa Rusia akan tetap berpegang pada pakta tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya