Harga Minyak Turun 2 Persen Dibayangi Kekhawatiran Soal Permintaan

Sebuah jajak pendapat Reuters menunjukkan para analis lebih pesimis terhadap prospek kenaikan harga minyak yang signifikan tahun ini.

oleh Nurmayanti diperbarui 02 Mar 2019, 07:31 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2019, 07:31 WIB
Ilustrasi Harga Minyak Naik
Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak mentah dunia sekitar 2 persen dan mengakhiri penurunan pekan ini sebesar 3 persen, dipicu kekhawatiran tentang kondisi pertumbuhan permintaan global. Ini setelah data manufaktur AS dilaporkan melemah membayangi pemotongan pasokan yang dipimpin OPEC dan sanksi terhadap Venezuela dan Iran.

Setelah menguat di awal sesi ke level tertinggi dalam tiga bulan, minyak berjangka AS berbalik turun dipicu kekhawatiran permintaan. Indeks aktivitas manufaktur ISM pada bulan Februari merosot ke level terendah sejak November 2016, dan berada di bawah ekspektasi.

Melansir laman Reuters, Sabtu (2/3/2019), harga minyak mentah Intermediate West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD 1,42, atau 2,5 persen, menjadi USD 55,80 per barel, setelah mencapai USD 57,88, tertinggi sejak pertengahan November.

Sementara harga benchmark minyak global Brent untuk Mei, ditutup turun USD 1,24, atau 1,9 persen menjadi USD 65,07 per barel. Meskipun mencapai level tertinggi sejak pertengahan November di pekan ini, secara mingguan Brent tetap lebih rendah 3,3 persen dan WTI turun 2,7 persen.

"Jadi jika perlambatan ekonomi menghadang kami, itu adalah berita buruk bagi harga minyak," kata John Kilduff, mitra Again Capital LLC di New York.

Data ini dinilai mengirim pesan kuat ke pasar yang telah mencari arah, menurut Phil Flynn, Analis Price Futures Group di Chicago. "Saya pikir pasar gelisah, dan ketika mereka mendapatkan data, mereka bereaksi," katanya. Data menambah kekhawatiran bahwa permintaan turun secara global.

Sebuah jajak pendapat Reuters menunjukkan para analis lebih pesimis terhadap prospek kenaikan harga minyak yang signifikan tahun ini, konsumsi bahan bakar global diperkirakan akan turun tahun ini dalam menghadapi perlambatan ekonomi yang luas.

Aktivitas pabrik China Februari turun untuk bulan ketiga karena ekonomi terbesar kedua dunia itu terus berjuang dengan lemahnya pesanan ekspor, mengacu survei.

Pelemahan juga dirasakan negara lain. Ekspor Korea Selatan mengalami kontraksi paling cepat dalam hampir tiga tahun pada Februari karena permintaan dari China melemah.

Meskipun demikian, konsumsi bahan bakar, terutama di negara berkembang Asia yang merupakan pendorong utama permintaan minyak global, sejauh ini bertahan.

 

 

Produksi OPEC

Ilustrasi Harga Minyak Naik
Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)

Di sisi lain, penurunan permintaan potensial dapat mengimbangi upaya produsen untuk mengekang kelebihan pasokan global.

Ke-14 anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak ini memompa 30,68 juta barel per hari (bph) pada Februari, menurut survei Reuters. Ini turun 300.000 bph dari Januari dan total OPEC terendah sejak 2015.

Di Venezuela, ekspor minyak telah anjlok 40 persen menjadi sekitar 920.000 barel per hari. Penurunan terjadi sejak pemerintah AS menjatuhkan sanksi pada industri perminyakan negara ini, pada 28 Januari.

OPEC, di mana Venezuela menjadi anggota pendiri, memimpin upaya untuk menahan sekitar 1,2 juta barel per hari pasokan dari pasar untuk menopang harga. Venezuela dibebaskan dari pemotongan.

Penurunan produksi OPEC terjadi pada saat Amerika Serikat memompa minyak dan mencapai rekornya. Data terbaru menunjukkan produksi mencapai rekor tertinggi sepanjang masa untuk minggu kedua berturut-turut.

Namun, perusahaan energi AS minggu ini memangkas jumlah rig minyak yang beroperasi ke level terendah dalam hampir sembilan bulan karena beberapa produsen menindaklanjuti rencana untuk memotong pengeluaran meskipun kenaikan lebih dari 20 persen minyak mentah berjangka sejauh ini tahun ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya