4 Syarat Investor China Bisa Tanam Modal di Indonesia

Calon investor dari China harus membangun industri yang bisa memberikan nilai tambah kepada produk Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Mar 2019, 19:24 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2019, 19:24 WIB
Menperin Airlangga dan Menko Luhut Hadiri Rakorbidnas III Kemaritiman PDIP
Menko Kemaritiman ‎Luhut Binsar Pandjaitan memberi pemaparan dalam Rakorbidnas III Kemaritiman PDIP, Jakarta, Minggu (8/4). Program ini fokus pada pengembangan Industri Maritim Terintegrasi Gotong Royong (IMT GR). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia menawarkan 28 proyek senilai USD 91,1 Miliar atau setara dengan Rp 1.295,8 Triliun kepada China pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) kedua The Belt and Road Initiative atau Jalur Sutra pada April mendatang di Beijing, China.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, dengan adanya kerja sama tersebut, investor China yang akan masuk ke Indonesia tetap tidak akan diistimewakan. Mereka harus memenuhi syarat selayaknya investor asing dari negara lain.

"Pertama, setiap investor yang hendak menanamkan modal harus membawa teknologi terbaik dari negara asal. Kami tidak mau menerima second class technology (teknologi kelas dua), kami mau investor membawa teknologi ramah lingkungan," kata Menko Luhut di Shangri La Hotel, Jakarta, Selasa (19/3/2019).

Syarat kedua adalah ketika investor China membawa teknologi terbaru ke Indonesia maka secara perlahan investor tersebut harus melakukan transfer knowledge atau berbagi pengetahuan serta teknologi kepada pekerja Indonesia.

"Ketiga, investasi tersebut harus mempekerjakan pegawai asal Indonesia sebanyak mungkin," ujarnya.

Keempat, calon investor dari China harus membangun industri yang bisa memberikan nilai tambah kepada produk Indonesia.

Dia menegaskan karena skema kerja samanya adalah B2B maka kedua belah pihak harus saling menguntungkan.

"B2B dan harus saling menguntungkan dan jangan itu ada pemerintah, pemerintah sama sekali tidak terlibat. Tadi misalnya ada yang mau investasi bahan bangunan, sehingga rumah murah, kita harganya lebih rendah dan kualitas lebih bagus dan cepat, kenapa tidak," tutupnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Investor China Siap Investasi Rp 10 Triliun Tahun Ini

20151113-Ilustrasi Investasi
lustrasi Investasi Penanaman Uang atau Modal (iStockphoto)

Sebelumnya, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China menciptakan peluang baru bagi Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa perusahaan manufaktur Negeri Tirai Bambu yang ingin memindahkan basis produksinya ke Indonesia demi menghindari tarif tinggi yang dikenakan AS.

“Beberapa industri tekstil dan alas kaki global sedang mempertimbangkan pemindahan pabrik dari China ke Indonesia,” ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (24/1/2019).

 

Dia memastikan, pihaknya terus mendorong peningkatan investasi, terutama di sektor yang menjadi prioritas dalam penerapan industri 4.0 sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0. Industri tekstil dan pakaian jadi, menjadi salah satu sektornya.

Rencananya pada 2019, ada investor China yang bakal menanamkan modal sebesar Rp 10 triliun di sektor industri tekstil. Investasi ini mengarah kepada pengembangan sektor menengah atau midstream, seperti bidang pemintalan, penenunan, pencelupan, dan pencetakan.

Menurut dia, hal tersebut menunjukkan jika Indonesia dinilai menjadi salah satu negara tujuan utama bagi investor China. Ini seiring pula dengan komitmen pemerintah yang terus menciptakan iklim investasi kondusif dan memberikan kemudahan dalam proses perizinan usaha.

“Salah satu contohnya, para investor dari China membangun kawasan industri baru di Sulawesi Tengah, yang selama lima tahun ini telah berinvestasi sebanyak USD 5 miliar dan ekspor dari lokasi tersebut sudah mencapai USD 4 miliar,” papar dia.

Airlangga menjelaskan, selain ada penambahan investasi baru, perang dagang AS-China juga membawa dampak bagi pelaku industri di Indonesia untuk memacu utilitas atau kapasitas produksinya. Hal ini dalam rangka mengisi pasar ekspor ke dua negara tersebut.

Sebagai contoh, untuk produk baja. ‎Pada Januari-November 2018, ekspor besi dan baja RI ke AS melonjak hingga 87,7 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan total ekspor RI ke AS tercatat tumbuh 3 persen pada periode yang sama.

“Kita telah ekspor baja ke AS, sehingga harapannya bisa memasukkan lebih banyak lagi produk itu,” lanjut dia.

Airlangga mengemukakan, kerja sama ekonomi RI-AS selama ini bersifat komplementer guna saling memenuhi kebutuhan pasar dan sektor manufaktur masing-masing negara. Bahkan, dengan adanya era ekonomi digital baru dari AS, juga ikut membuka peluang pengembangan di Indonesia.

“Misalnya, kami sudah mendapat investasi berupa Apple Developer Academy. Pemerintah juga menjajaki peluang pembangunan data center di Indonesia,” ungkap dia.

Dia juga menekankan, perang dagang pada akhirnya hanya akan menurunkan kinerja perekonomian global. ‎Dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang berkisar 3-3,6 persen, tidak membawa dampak baik pula bagi kondisi di Indonesia. Termasuk juga terjadi di ASEAN.

"Norma baru dengan pertumbuhan yang rendah merupakan kondisi yang tidak ideal bagi semua. Melihat perspektif global economy going forward, pertumbuhan ekonomi yang tinggi pasti lebih baik bagi semuanya,” tandas Airlangga. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya