Sah, Tarif Batas Bawah Ojek Online Mulai Rp 1.850 per Km

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mengumumkan besaran tarif ojek online (ojol) yang dibagi ke dalam 3 zonasi.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 25 Mar 2019, 11:30 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2019, 11:30 WIB
20161003-Demo Ojek Online, Gojek-Jakarta
ojek online

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mengumumkan besaran tarif ojek online (ojol) yang dibagi ke dalam 3 zonasi. Ketentuan tarif ini akan mulai berlaku mulai 1 Mei 2019.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi menyatakan, ketentuan tarif ini akan dibagi ke dalam 3 zona. Zona I yakni Sumatera, Jawa dan Bali kecuali Jabodetabek, Zona II Jabodetabek, dan Zona III untuk wilayah Kalimantan, Sulawesi hingga Maluku.

"Kenapa Jabodetabek berbeda? Untuk pola perjalanan dan ojek online yang ada, itu sudah jadi kebutuhan primer. Artinya di situ sudah jadi kebutuhan utama," ujar dia di Gedung Karsa Kementerian Perhubungan, Senin (25/3/2019).

Adapun ketentuan tarif ojek online yang dipaparkannya berlaku nett untuk pengemudi, dengan pemberlakuan biaya jasa minimal dibawah 4 km. Untuk Zona I, tarif batas bawah Rp 1.850 per km dengan tarif batas atas Rp 2.300 per km. Biaya jasa minimal yang dikenakan Rp 7.000 sampai dengan Rp 10.000.

Sementara pemberlakuan tarif batas bawah untuk Zona II yakni Rp 2.000 per km, dengan ketentuan tarif batas atas Rp 2.500 per km. Biaya jasa minimal yang dikenakan Rp 8.000 sampai dengan Rp 10.000.

Sedangkan pemberlakuan tarif batas bawah untuk Zona II Rp 2.100 per km, dan tarif batas atas Rp 2.600 per km. Biaya pemberlakuan tarif batas bawah untuk Zona III To 7.000 sampai dengan Rp 10.000.

Budi Setyadi menyebutkan, ketentuan tarif ini sudah memperhitungkan dua aspek, yakni biaya langsung dan biaya tak langsung.

"Namun demikian, kita menggunakan biaya langsung saja. Biaya tidak langsung adalah biaya tarif atau jasa untuk aplikator 20 persen. Nanti akan kita normakan dalam Surat Keputusan (SK) yang merupakan turunan Peraturan Menteri (Perhubungan)," paparnya.

SK Menhub tersebut dikatakannya akan ditandatangani Senin ini, dengan masa pemberlakuan pada 1 Mei. Pertimbangan itu diputuskan agar ada waktu penyesuaian dari pihak aplikator ojek online untuk perhitungan algoritma.

"Kita juga pertimbangkan masyarakat akan menyesuaikan dengan tarif baru ini. Jadi biarlah masyarakat berhitung sendiri dengan adanya keputusan tarif ini," pungkas Budi.

Pengusaha Usul Ada Tempat Parkir untuk Ojek Online

PKL dan Ojek Online Bikin Semrawut Stasiun Palmerah
Pedagang kaki lima (PKL) dan ojek online memadati kawasan Stasiun Palmerah, Jakarta, Kamis (6/12). Kurangnya pengawasan petugas menyebabkan trotoar dan bahu jalan dipenuhi oleh PKL dan ojek online. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menerbitkan aturan ojek online melalui Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 12 Tahun 2019. 

Namun, selain soal besaran tarif ojek online yang ramai dibicarakan, pemerintah juga diminta untuk mengatur soal lokasi parkir para ojek online tersebut.

Sebab selama ini keberadaan ojek online ini justru menimbulkan kemacetan lantaran menunggu penumpang di pinggir jalan.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Sarman Simanjorang mengatakan, sejak ada aplikasi ojek online dan terus meningkatkan jumlah pengemudi ojek online membuat kemacetan di lokasi-lokasi tertentu, seperti di stasiun kereta api.

"Ada fenomena baru yaitu motor atau ojek online itu membuat kemacetan. Karena di beberapa stasiun kereta misalnya, mereka parkir di pinggir jalan dan cukup banyak," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin (25/3/2019). 

Dia menuturkan, hal-hal seperti ini harus menjadi perhatian pemerintah. Caranya, dengan menyediakan tempat-tempat parkir bagi para ojek online agar tidak berhenti sembarangan di pinggir jalan.

"Ini perlu dipikirkan oleh pemerintah. Jadi saya mendukung pemerintah harus membuat kantong-kantong parkir di sekitar stasiun," kata dia.

Jika perlu, lanjut Sarman, tempat-tempat parkir tersebut tidak diberikan secara gratis, tetapi berbayar. Dengan demikian, ada pendapatan yang bisa didapatkan pemerintah, khususnya pemerintah daerah (pemda) dan dananya bisa digunakan untuk membangun fasilitas umum lain. "Kalau dibangun tempat parkir itu bagus dan akan menjadi pendapatan," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya