Kementerian ESDM Lengkapi Perekam Aktivitas Vulkanik Gunung Anak Krakatau

Kondisi alat pemantauan aktivitas Gunung Anak Krakatau yang sudah mumpuni, pemantauan gunung tersebut bisa jauh lebih akurat.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 25 Mar 2019, 17:15 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2019, 17:15 WIB
Memantau Aktivitas Gunung Anak Krakatau Lewat Seismograf
Petugas memantau aktivitas Gunung Anak Krakatau lewat seismograf di sebuah pos pengamatan di Carita, Banten, Kamis (27/12). Petugas terus memantau aktivitas Gunung Anak Krakatau pascatsunami Selat Sunda. (AP Photo/Achmad Ibrahim)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) telah melengkapi alat perekam aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau, yang sebelumnya rusak akibat erupsi dan vandalisme.

Kepala Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kasbani mengatakan, ‎peralatan pengamatan aktivitas Gunung Anak Krakatau yang terdapat di Pulau Karkatoa mengalami kerusakan akibat erupsi pada 22 Desember 2018, sehingga pihaknya menggunakan alat pemantau yang terdapat di Pulau Sertung.

"Pada saat kejadian erupsi merusak peralatan di Gunung Anak Krakatau, kita pakai alat di Pulau Sertung, bukan ditubuh gunung," kata Kasbani, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (25/3/2019).

Kasbani menuturkan, sejak Februari, instansinya memasang alat pemantau aktivitas vulkanik Gunung Anak Karakatau di satu pulau yang terdapat gunung terebut. Alat tersebut berupa alat seismik untuk memantau getaran dan deformasi untuk memantau kembang kempisnya gunung.

"Secara monitoring sudah lengkap, untuk deformasi dan seismik, kita bisa melakukan pemantauan visual," tutur dia.

Kasbani menyatakan, dengan kondisi alat pemantauan aktivitas Gunung Anak Krakatau yang sudah mumpuni, pemantauan gunung tersebut bisa jauh lebih akurat.

‎"Instrumen ini bisa mengukur dari jauh, bisa tau detak jantungnya gunung ini terpantau dengan baik," ujar dia.

Selain rusak karena erupsi, alat pemantau aktivitas vulkanik tersebut juga sempat mengalami kerusakan akibat aksi vandalisme.

Dia pun meminta masyarakat untuk ikut menjaga ‎fasilitas tersebut agar aktivitas Gunung Anak Krakatau bisa terpantau dengan baik dan mitigasi bencana dilakukan secara optimal sehingga dapat meminimalkan korban jiwa.

‎"Kalau 22 Desember lalu karena erupsi mendadak tidak berfungsi. Memang sebelumnya ada peralatan yang diambil, jangan lagi ada yang seperti itu, karena alat itu mata telinga kita dari jauh, kalau tidak ada bagaimana kita mau melakukan pemantauan saya harap supaya tidak ada lagi vandalisme seperti itu," kata dia.

 

Kementerian ESDM Turunkan Level Gunung Anak Krakatau Jadi Waspada

Penampakan Volume Gunung Anak Krakatau yang Menyusut
Pengamatan Gunung Krakatau dan Anak Krakatau dari Dusun Tiga Regahan Lada, Pulau Sebesi, Lampumg Selatan, Senin (31/12). Gunung Anak Krakatau diperkirakan kehilangan volume sekitar 150-180 juta m3. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menurunkan status Gunung api Anak Krakatau dari level III atau Siaga menjadi level II atau waspada, terhitung sejak 25 Maret 2019 pukul 12.00 WIB.

Kepala Badan Geologi, Rudy Suhendar mengatakan, ‎berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data visual maupun instrumental hingga  25 Maret 2019, tingkat aktivitas Gunung Anak Krakataucenderung menurun walaupun berfluktuasi kecil.

Meski potensi erupsi masih ada, tapi dengan intensitas yang kecil dibandingkan periode erupsi Desember 2018 dan sebaran material hasil erupsi yang membahayakan hanya tersebar pada radius 2 kilo meter (km) dari kawah aktif Gunung Anak Krakatau.

"Berdasarkan hasil pengamatan, analisis data visual maupun instrumental hingga 25 Maret 2019, maka tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau diturunkan dari Level III (Siaga) menjadi Level II (Waspada) terhitung tanggal 25 Maret 2019 pukul 12.00 WIB," ujar Rudy, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin 25 Maret 2019.

Rudi menuturkan, secara visual Gunung Anak Krakatau, pasca periode erupsi intensif sejak Juni 2019 - 9 Januari 2019, masih sesekali mengeluarkan letusan asap putih uap air dengan tinggi kolom asap maksimal mencapai 1.000 meter di atas puncak. 

Pengamatan energi tremor cenderung menurun, walaupun berfluktuatif serta tidak memperlihatkan indikasi deformasi yang signifikan pada tubuh gunungapi.

Rekomendasi  tingkat aktivitas Level II atau waspada ini adalah agar masyarakat atau pengunjung tidak beraktivitas dalam radius 2 km dari kawah aktif Gunung Anak Krakatau, yaitu di dalam pulau Gunung Anak Krakatau.

"Masyarakat tidak diperbolehkan mendekati Gunung Anak Krakatau dalam radius 2 km dari Kawah Aktif," tutur Rudi.

Untuk diketahui, Gunung Api Anak Krakatau merupakan salah satu gunung api aktif yang berada di Selat Sunda, muncul di antara Pulau Panjang, Pulau Sertung dan Pukau Rakata (Komplek Vulkanik Gunung Krakatau).

Gunung api Anak Krakatau sejak pemunculannya 11 Juni 1927 hingga 2019, telah mengalami erupsi lebih dari 120 kali dengan waktu istirahat berkisar antara 1 - 6 tahun.

Erupsi selama lima tahun terakhir adalah letusan abu dan aliran lava. Pada Juni-Desember 2018 erupsi menerus terjadi beberapa kali dengan intensitas energi tremor erupsi terkuatnya terjadi pada bulan September. 

Pada 22 Desember 2018, aktivitas meningkat kembali, dengan terekamnya tremor vulkanik menerus yang berasosiasi dengan letusan menerus, serta letusan surtseyan pada 28 Desember 2018. Sehingga pada 27 Desember 2018, tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau dinaikkan dari Level II Waspada menjadi Level III Siaga.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya