Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) menilai jika laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun ini tetap terjaga. Apalagi, situasi global masih banyak mendapatkan sentimen yang mengharuskan beberapa ekonomi di negara lain justru melambat sampai akhir 2018.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan, meski ekonomi Indonesia mampu bertahan, namun masih ada beberapa tantangan untuk bisa menjadikan Indonesia sebagai negara maju.
Tantangan tersebut setidaknya ada tiga hal, yaitu soal Current Account Defisit (CAD), inflasi dan funding.
Advertisement
"Tantangan menurut kami yang selalu jadi bahan diskusi Rapat Dewan Gubernur (RDG) yaitu terkait current account defisit. Dan terkait defisit transaksi berjalan, untuk tahun ini menuju target 2,5 persen dari PDB," ucap Mirza di Gedung Bank Indonesia, Rabu (27/3/2019).
Soal Inflasi, Bank Indonesia saat ini terus berkoordinasi dengan pemeritah daerah dalam pengendaliannya. Bahkan BI rutin menggelar Rapat Korodinasi Pemerintah Pusat dan Daerah setiap tiga bulan sekali. Rakorpusda ini dilakukan untuk mengkoordinasikan masalah dan bagaimana meningkatkan ekonomi daerah.
Sementara soal funding, Mirza mengatakan saat ini juga masih dihadapkan pada beberapa tantanga. Ini dikarenakan aliran dana yang masuk ke Indonesia sangat tergantung sentimen global, terutama soal kebijakan The Fed tentang suku bunga.
"Perjalanan Indonesia dari 2000-2018 apa yang mempengaruhi suku bunga, apa yang mempengaruhi inflasi, banyak terkait Fed policy," tegas dia.
Meski demikian, Mirza percaya kondisi ekonomi Indoensia pada 2019 akan lebih baik jika dibandingkan 2018. Hal ini terlihat dari target kredit yang masih optimis di 10-12 persen dan inflasi yang terkendali pada 2,5-4,5 persen.
Dunia Tak Ramah Sejak 2018, Indonesia Mampu Bertahan
Bank Indonesia (BI) meluncurkan buku laporan perekonomian Indonesia sepanjang 2018. Peluncuran tersebut merupakan tradisi BI setiap tahun.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengungkapkan, buku tersebut berisi laporan menyeluruh kondisi perekonomian Indonesia serta dinamika global yang mempengaruhinya.
"Memuat secara menyeluruh, dinamika global maupun domestik, dan respons yang ditempuh BI. Juga memuat prospek dan tantangan ke depan, arah kebijakan BI, dan koordinasi kami dengan OJK dan LPS," kata dia dalam acara peluncuran, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (27/3/2019).
Baca Juga
Dia mengungkapkan, pada 2018 bukan merupakan tahun yang baik untuk Indonesia. Perekonomian domestik banyak terpengaruh oleh dinamiko global yang penuh ketidakpastian.
"Sejak tahun 2018 dunia tidak ramah, termasuk ke Indonesia, bahkan semakin menjadi-jadi sejak saya jadi Gubernur BI," ujar dia.
Beberapa ketidakramahan tersebut di antaranya adalah The Federal Reserve atau bank sentral Amerika Serikat (AS) yang sangat agresif mengerek suku bunga acuannya, perang dagang antara AS dan China, ekonomi global yang melambat, turunnya harga komoditas serta ketidakpastian keluarnya Inggris dari Eropa (Brexit).
Hal tersebut di atas membuat negara-negara berkembang atau emerging market termasuk Indonesia, mengalami kesulitan. Banyak dana asing yang kabur keluar sehingga memukul nilai tukar mata uang di negara emerging market tak terkecuali rupiah.
Kendati demikian, Indonesia ternyata cukup tangguh menghadapi semua gejolak ekonomi tersebut.
"Kita patut bersyukur, harus bersyukur bahwa kinerja ekonomi Indonesia pada tahun 2018 cukup baik. Stabilitas bisa kita pulihkan, inflasi terkendali, nilai tukar dapat dikendalikan, stabil, bahkan menguat. Stabilitas ekonomi terjaga, mengendalikan defisit transaksi berjalan, stabilitas ketahanan pangan," ujarnya.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi pada 2018 juga berada pada rentang yang cukup baik. "Pertumbuhan ekonomi bisa dijaga momentumnya terus meningkat, 5,13 persen di tengah negara lain alami resesi, ini capaian cukup baik. Meski ekspor msh sulit didorong tapi sumber dalam negeri konsumsi dan investasi bida ditingkatkan," ujar dia.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement