Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengakui nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih tertekan. Meski demikian, masih ada peluang bagi rupiah untuk kembali menguat.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Aditsyawara mengatakan, nilai tukar rupiah masih tertekan tersebut karena tekanan di Current Account Defisit (CAD) atau defisit transaksi berjalan.
"Sebagai negara yang namanya CAD artinya pasti ada permintaan dolar AS. Defisit itu ekspor dikurangin impor barang dan jasa, jadi pasti ada kebutuhan untuk impor barang dan jasa. Apakah impor barang atau impor jasa. Jadi pasti itu yang kemudian menimbulkan permintaan terhadap valas yang selalu ada di dalam dalam negeri," kata Mirza di Gedung Bank Indonesia, Rabu (27/3/2019).
Advertisement
Baca Juga
Mirza menambahkan, dalam kurun waktu empar tahun terahir, CAD tersebut masih bisa didanai oleh capital inflow atau aliran dana yang masuk sehingga masih bisa berkontribusi dalam menjaga kestabilan nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Bank Indonesia memandang defisit transaksi berjalan memiliki tren yang lebih baik jika dibandingkan 2018. Bahkan pada kuartal I 2019, Mirza yakin angkanya akan lebih baik dibandingkan kuartal IV 2018.
"Sehingga itu yang kemudian membawa juga kepada stabilitas kurs di kuartal 1 2019 dan mudah-mudahan juga akan terus membaik di 2019 ke depan ini," tegasnya.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) cenderung melemah. Hal itu didorong dari indeks dolar AS yang cenderung menguat.
Berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah melemah 31 poin terhadap dolar AS atau sekitar 0,21 persen ke posisi 14.202 pada perdagangan Rabu 27 Maret 2019.
Pada perdagangan Selasa kemarin, rupiah bergerak di posisi 14.171 per dolar AS. Sementara itu, berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka melemah 0,16 persen terhadap dolar AS menjadi 14.195 dari penutupan perdagangan kemarin di kisaran 14.172 per dolar AS.
Pada Rabu siang ini, rupiah bergerak di kisaran 14.212 per dolar AS. Rupiah bergerak di kisaran 14.193-14.213 per dolar AS.
BI Sebut Dompet Digital Kalahkan Sistem Pembayaran Bank
Sebelumnya, kemajuan teknologi dan digital kian menyasar semua sektor tak terkecuali sistem pembayaran (payment system) dan layangan keuangan lainnya.
Hal tersebut membuat masyarakat perlahan mulai meninggalkan aktivitas perbankan dalam aktivitas sehari-harinya.
Saat ini, masyarakat sudah mulai beralih menggunakan sistem pembayaran lain yang dianggap lebih praktis yaitu menggunakan dompet digital. Hanya dengan scan barcode, transaksi pun dapat diselesaikan hanya dengan telepon pintar.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara menyebutkan, kondisi perubahan perilaku masyarakat dalam transaksi menjadi perhatian khusus BI. Bahkan pihaknya telah mengumpulkan para pelaku industri keuangan baik perbankan maupun non bank.
"Payment sistem bahwa pak Perry (Gubernur BI) bersama Dewan Gubernur 2 atau 3 bulan lalu, kita undang teman perbankan, ada perbankan dan non bank," kata dia di Gedung BI, Jakarta, Rabu 27 Maret 2019.
Menurut dia, melihat kondisi yang ada saat ini, industri perbankan nampak kalah dan ketinggalan oleh dompet digital tersebut. Hal itu membuat BI mendorong perbankan untuk turut berinovasi agar tidak tertinggal jauh.
"Yang non bank melesat dan kita bicara gopay dan e-commerce lain, ovo melesat. Sementara teman-teman perbankan kalah," ujar dia
Dia berpesan agar perbankan dapat meningkatkan kapasitas serta layanannya. Dari pihak perbankan sendiri, ada permintaan diterbitkannya regulasi khusus mengatur hal tersebut agar terjadi level persaingan yang setara antara perbankan dengan dompet virtual.
"Kemudian teman teman perbankan(meminta) bagiamana regulator bisa memfasilitasi. Kami di BI ingin bagaimana perbankan jangan ketinggalan. Bagaimana perbankan jangan ketinggalan dan we need banking but we not bank," kata dia.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement