Potensi Industri Insurtech Cukup Besar di Indonesia

Hingga saat ini insurance technology (insurtech) masih menunggu regulasi khusus dari OJK.

oleh Athika Rahma diperbarui 27 Mar 2019, 18:15 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2019, 18:15 WIB
(Foto: Liputan6.com/Athika R)
Pendiri Bindcover, Victor Roy (Foto:Liputan6.com/Athika R)

Liputan6.com, Jakarta - Di era 4.0, rasanya sulit menemukan hal yang tidak terdigitalisasi. Mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga asuransi dapat dibeli lewat platform jual beli online.

Tak hanya itu, bahkan aktivitas sederhana seperti klaim asuransi ada jasa digitalnya. Fenomena ini menghasilkan skema bisnis baru dalam sektor asuransi, yaitu insurtech atau singkatan dari insurance technology. Insurtech dinilai memiliki potensi yang besar di Indonesia.

Data Ernst & Young menunjukkan pertumbuhan bisnis online tanah air meningkat 40 persen per tahun. Belanja dan bayar online sudah menjadi gaya hidup.

Pendiri platform Bindcover, Victor Roy menuturkan, sebuah jasa klaim asuransi, memberikan pandangannya terhadap potensi insurtech di Indonesia, terutama di spesialisasi klaim asuransi.

"Generasi zaman sekarang menyukai hal yang praktis dan tidak berbelit. Apalagi soal asuransi, sekarang banyak asuransi yang bisa dibeli online di e-commerce. Urusan klaim, mereka ingin klaim yang cepat dan sesuai ekspektasi," ungkap Victor dalam pemaparannya di Soft Launching Bindcover, Rabu (27/3/2019).

Mengandalkan digitalisasi yang kuat di Indonesia, ditambah kecenderungan generasi muda menggunakan gawai setiap waktu, potensi insurtech akan terus membesar. Meski begitu, hingga saat ini insurtech masih menunggu regulasi khusus dari OJK.

 

Tingkat Pemahaman Klaim Asuransi Masih Minim

20160217-Ilustrasi Asuransi-iStockphoto
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)

Sebelumnya, pemahaman masyarakat Indonesia tentang asuransi masih sangat minim. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2017 menyatakan index literasi asuransi di Indonesia baru mencapai 15,87 persen.

Dari 265 juta penduduk Indonesia, baru 1,7 persen yang memiliki asuransi. Tingkat penetrasi asuransi diklaim tidak lebih dari 3 persen.

Rerata masyarakat Indonesia yang membeli polis juga tidak begitu paham proses klaim asuransi. Dokumen yang seharusnya disiapkan tidak lengkap. Imbasnya, banyak kasus sengketa klaim di Indonesia dimenangkan oleh perusahaan asuransi.

Sebagai inovasi, Bindcover, salah satu insurtech (insurance technology) diluncurkan untuk memudahkan masyarakat mengurus klaim asuransi yang berbelit. Bindcover juga hadir untuk memberi pemahaman klaim asuransi bagi masyarakat.

"Karena minimnya pemahaman terhadap polis, masih banyak nasabah yang tidak bisa menyiapkan dokumen yang diperlukan. Nasabah juga masih merasa proses klaim berbelit. Hal ini bisa berdampak pada jumlah nilai penggantian klaim yang tidak sesuai ekspektasi. Bindcover hadir untuk menyederhanakan semua itu," ungkap Victor Roy, pendiri Bindcover, di Jakarta, Rabu 27 Maret 2019.

Platform Bindcover dapat digunakan oleh nasabah, broker, perusahaan asuransi maupun losa adjuster. Victor menambahkan, Bindcover menyasar Usaha Kecil Menengah (UKM) yang memiliki polis asuransi umum.

Hadirnya Bindcover didukung oleh Ketua Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI), Frans Lamury. Dia menyampaikan, adanya inovasi jasa klaim asuransi digital dapat membantu BMAI mengurangi jumlah sengketa klaim asuransi di Indonesia.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya