Harga Minyak Menguat Terbatas Imbas Kekhawatiran Ekspor Venezuela

Harga minyak naik terbatas usai harga minyak acuan Brent naik di atas USD 73 per barel.

oleh Agustina Melani diperbarui 01 Mei 2019, 05:30 WIB
Diterbitkan 01 Mei 2019, 05:30 WIB
20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, New York - Harga minyak naik terbatas usai harga minyak acuan Brent naik di atas USD 73 per barel. Ini karena pasar khawatir kalau pemberontakan terhadap Presiden Venezuela Nicolas Maduro akan memukul ekspor minyak mentah negara itu.

Harga minyak naik setelah pemimpin oposisi Venezuela, Juan Guaido menyerukan dukungan militer untuk akhiri pemerintahan Maduro. Namun, harga minyak naik terbatas usai pemerintah menyatakan operasi perusahaan minyak milik negara PDVSA tidak terganggu dan pemimpin militer tetap setia.

"Kemungkinan Guaido akan mengendalikan situasi tidak sekuat yang dirasakan pagi ini. Jika Maduro bertahan, Anda akan melihat pasar tetap rendah," tutur Direktur Mizuho, Bob Yawger, seperti dikutip dari laman Reuters, Rabu (1/5/2019).

Harga minyak Brent mencapai level tertinggi di USD 73,27 per barel dan berakhir di posisi USD 76. Harga minyak Brent naik 1,1 persen ke posisi USD 72,80. Pada pekan lalu, harga minyak Brent mencapai level tertinggi dalam enam bulan di atas USD 75.

Harga minyak berjangka AS ditutup ke posisi USD 63,91 atau naik 41 sen atau 0,7 persen usai mencapai level tertinggi di USD 64,75 per barel.

Harga minyak naik terbatas dalam sesi perdagangan usai American Petroleum Institute (API) melaporkan persediaan minyak mentah AS naik 6,8 juta barel pada pekan lalu. Angka ini lebih tinggi dari perkiraan analis 1,5 juta barel.

Survei Reuters juga menunjukkan ekspor minyak OPEC Venezuela telah berkurang dengan sanksi AS terhadap PDVSA membantu mengekang produksi OPEC ke level terendah dalam empat tahun.

Jika pemerintah Maduro tetap berkuasa lebih lama, ekspor dan produksi minyak mentah Venezuela akan terus menurun karena produsen OPEC bergulat dengan pemadaman listrik dan masalah lainnya.

"Situasi tampaknya menjadi jauh lebih buruk dari pada lebih baik. Produksi minyak mereka akan terus merosot," ujar Analis RFO Futures, Phillip Streible.

Sebelumnya harga minyak mentah mendapat dukungan ketika Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih mengatakan kesepakatan antara produsen untuk mengurangi produksi dapat diperpanjang hingga akhir 2019.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Selanjutnya

20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Presiden AS Donald Trump telah menekan OPEC untuk meningkatkan produksi karena AS telah memperketat sanksi terhadap Iran.

OPEC dan sekutu lainnya yang dipimpin Rusia telah sepakat untuk memangkas produksi sekitar 1,2 juta barel per hari selama enam bulan hingga akhir Juni.

OPEC akan melakukan pertemuan pada 25-26 Juni untuk memutuskan langkah selanjutnya. Selain itu, mendukung harga minyak lainnya yaitu data pemerintah AS.

Dari data pemerintah AS menunjukkan produksi minyak mentah AS turun pada Februari untuk bulan kedua berturut-turut merosot 187 ribu barel per hari menjadi 11,7 juta barel per hari.

"Itu sedikit mendukung harga. Kami melihat kemunduran dalam operasi sebagai reaksi terhadap harga lebih rendah dari tahun lalu. Ini menunjukkan ke depan produksi semakin tinggi," ujar Partner Again Capital LLC, John Kilduff.

Adapun naiknya produksi sehingga capai rekor membuat AS menjadi produsen minyak global teratas, membantu meningkatkan stok minyak mentah domestik ke level tertinggi sejak Oktober 2017.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya