Kenaikan Cukai Dikhawatirkan Perburuk Industri Hasil Tembakau

Pada kuartal pertama 2019, penerimaan cukai rokok naik Rp 21,35 triliun atau tumbuh 165 persen.

oleh Nurmayanti diperbarui 08 Mei 2019, 18:16 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2019, 18:16 WIB
20160308-Ilustrasi-Tembakau-iStockphoto1
Ilustrasi Tembakau (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai pada pertengahan 2019 dinilai akan berdampak baik bagi industri hasil tembakau (IHT) terhindar dari keterpurukan.

Anggota Dewan Penasihat Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi), Andriono Bing Pratikno mengatakan, keputusan tak adanya kenaikan cukai tepat. Adapun pemerintah pada Oktober 2018 menetapkan untuk tidak menaikkan tarif cukai pada 2019.

""Ini efeknya ke daya beli masyarakat, konsumen akan cenderung beli rokok ilegal karena rokok legal mahal. Ini akan jadi pesaing rokok golongan II dan pabrikan kecil yang dirugikan," ujar dia seperti dikutip dari Antara, Rabu (8/5/2019).

Wacana kenaikan tarif cukai pada pertengahan tahun ini telah mengemuka sejak April. Terdapat dua hal yang menjadi pertimbangan pemerintah. Pertama, dampak dari banyaknya kegiatan penertiban rokok ilegal. Kedua, kontribusi terhadap total penerimaan cukai.

Namun, wacana tersebut langsung diklarifikasi Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang menyebutkan bahwa untuk cukai masih tetap dengan keputusan yang ada saat ini.

Andriono mendukung kebijakan tersebut, dengan menilai bahwa saat ini tidak alasan yang kuat untuk menaikkan tarif cukai. Selain bakal menekan IHT, naiknya tarif justru semakin mendorong peredaran rokok ilegal.

Pada kuartal pertama 2019, penerimaan cukai rokok naik Rp 21,35 triliun atau tumbuh 165 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018.

Menurut Andriono, kenaikan ini tidak terlepas dari pemberantasan rokok ilegal yang dilakukan pemerintah, sejalan dengan target pemerintah menekan peredaran rokok ilegal turun menjadi 3 persen.

Sementara itu, anggota Komisi Keuangan dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno, mengatakan industri hasil tembakau harus diberi ruang agar bisa bertahan dari tren yang sedang menurun.

"Keputusan tidak menaikkan cukai cukup bijaksana. Industri jangan malah ditenggelamkan oleh regulasi dan kebijakan yang memberatkan," ujar Hendrawan.

Pemerintah Pilih Opsi Tindakan Hukum buat Capai Penerimaan Cukai

Imas Krwati, menunjukan deretan kebun tembakau Gunung Putri
Imas Krwati, menunjukan deretan kebun tembakau Gunung Putri (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau pada tahun ini. Sebagai gantinya, langkah yang diambil pemerintah untuk mencapai target penerimaan adalah melalui penindakan hukum.

Kepala Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga Dasar, DJBC Kementerian Keuangan, Sunaryo mengatakan, dengan tidak adanya kenaikan tarif opsi penindakan hukum menjadi pilihan. Kebijakan penegakan hukum ini pun melanjutkan aksi serupa pada tahun- tahun sebelumnya.

Berdasarkan data DJBC melalui kebijakan ini secara otomatis mampu efektif menekan peredaran rokok ilegal dari 12 persen pada 2016 menjadi 7 persen pada tahun lalu.

"Penindakan itu masif kita lakukan. Jangan sampai orang yang merokok tidak membayar cukai, sudah gak sehat rokoknya gak bayar cukai lagi," kata Sunaryo saat ditemui di Jakarta, Rabu (27/3/2019).

Dia mengatakan, melalui penindakan hukum ini akan membuat perubahan pola pelaku usaha terutama yang bermain di ranah ilegal. Gencarnya penegakan hukum menjadi cara bea cukai untuk membuat pelaku usaha beralih ke sektor legal.

Dengan demikian, dia berharap penerimaan cukai hasil tembakau dapat tercapai tahun ini. Hal ini sekaligus mengkompensasi tidak adanya kenaikan tarif dengan memperluas basis pungutan cukai.

Seperti diketahui, pemerintah menargetkan penerimaan cukai tahun ini mencapai Rp 165,5 triliun atau tumbuh 6,5 persen dari target 2018 yang dipatok Rp 155,4 triliun. Target setoran sebesar Rp 158,8 triliun itu di antaranya merupakan setoran Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang sebesar Rp 148,2 triliun.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

BKF: Jumlah Rokok Ilegal di RI Lebih Kecil Ketimbang Malaysia

Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai (BKF) Kementerian Keuangan, Narsrudin Djoko Surjono mengklaim, peredaran rokok ilegal di Indonesia masih berada di bawah rata-rata negara Asia.

Bahkan, total rokok ilegal pada 2018 hanya mencapai 7,04 persen dari total penjualan rokok.

"Kalau paling tinggi rokok ilegal ada di Malaysia, Pakistan dan Singapura. Jumlah rokok-rokok ilegal di Indonesia tidak terlalu besar dibanding negara asia lainnya," kata dia saat ditemui di Jakarta, Rabu (27/3/2019).

Pihaknya pun menargetkan, agar jumlah rokok ilegal pada 2019 dapat ditekan, paling tidak bisa setengahnya dibandingkan tahun lalu. Tentu saja, penekanan ini pun tidak lepas dari permintaan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

"Tingkat peredaran rokok ilegal kita tetap perhatikan agar yang ilegal ini terus turun dan disamopikan Ibu Menteri pasang target 3 persen tahun ini," kata dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya