Freeport Berencana Ajukan Tambahan Kuota Ekspor

Penambahan kuota ekspor tersebut diajukan, sebab Freeport masih mempunyai stok di open pit yang bisa digunakan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 09 Mei 2019, 11:07 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2019, 11:07 WIB
Tambang PT Freeport Indonesia di Papua. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P
Tambang PT Freeport Indonesia di Papua. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P

Liputan6.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia (PTFI) berencana menambah kuota ekspor pada 2019.  Penambahan kuota ekspor tersebut diajukan, sebab Freeport masih mempunyai stok di open pit yang bisa digunakan.

"Ada rencana mengajukan kuota ekspor, tapi belum tau berapa besarnya dan belum tau kapan," kata Juru Bicara PTFI, Riza Pratama, di Jakarta, seperti ditulis Kamis (9/5/2019).

Dia menuturkan, saat ini pihaknya masih menghitung besaran tambahan kuota ekspor yang bakal diajukan. Besaran pengajuan kuota tersebut, lanjut Riza,  selain dipengaruhi oleh stok yang ada perusahaan juga masih menunggu minat pasar ekspor.

"Kalau yang minat atau standby buyer pasti ada. Makanya besarannya berapa tetap perlu kami hitung," ujar Riza.

Terkait pasar ekspor, kata Riza, saat ini PTFI masih mengandalkan pasar-pasar konvensional, seperti China, Jepang dan Korea Selatan. 

"Mereka punya smelter juga, Cina, Jepang, India, Korea. Itu pasar pasar ekspornya," tutur Riza.

Konsentrat yang diekspor oleh Freeport memang menjadi salah satu pasokan konsentrat terbesar bagi negara-negara industri tersebut.

Pada 2019, PTFI mendapatkan jatah produksi sebesar 1,2 juta ton konsentrat. Hasil produksi tersebut digunakan perusahaan untuk memenuhi kapasitas smelter dalam negeri. Sedangkan sisanya diekspor.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Produksi Emas dan Tembaga Freeport Turun, Ini Imbasnya ke Papua

Freeport Indonesia (AFP Photo)
Freeport Indonesia (AFP Photo)

Sebelumnya, turunnya produksi emas maupun tembaga di PT Freeport Indonesia turut memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua. Hal ini diakui oleh Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama.

Riza mengakui memang terjadi penurunan produksi PT Freeport. Penurunan produksi tersebut kemudian berdampak pada perekonomian Papua, terutama pada penerimaan dari pajak dan royalti.

"Penerimaan daerah, pajak akan kurang royalti berkurang karena produksi turun," kata dia di Jakarta, Rabu, 8 Mei 2019.

Dia menegaskan, meskipun terjadi penurunan produksi, tetapi tidak ada perubahan di sisi karyawan dalam artian pengurangan karyawan.

"Perekonomian Timika kan di-drive dengan karyawan. Kita enggak ada perubahan karyawan," tandasnya.

Diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Papua pada triwulan pertama 2019 turun sebesar 20,13 persen dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama.

Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto mengatakan, perlambatan ekonomi terjadi lantaran ada penurunan produksi emas maupun tembaga PT Freeport Indonesia.

"Papua pertumbuhannya negatif karena ada laporan Freeport soal penurunan produksi emas sampai dengan 72 persen dan tembaga turun 53 persen," kata dia dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin, 6 Mei 2019.

 


Smelter Gresik Beroperasi 2023

Tambang Grasberg PT Freeport Indonesia. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P
Tambang Grasberg PT Freeport Indonesia. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P

Sebelumnya, PT Freeport Indonesia akan melakukan peletakan batu pertama atau ground breaking pembangunan pabrik pengolahan mineral (smelter) di Gresik, Jawa Timur pada awal 2020. Saat ini Freeport masih melakukan persiapan awal seperti studi kelayakan.

"Masih penstabilan tanah, AMDAL, engineering sudah beberapa. Tapi infrastruktur belum. Ground breaking perlu persiapan. Kayaknya sih enggak (tahun ini). Mungkin awal tahun depan," Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama menyebut di Jakarta, Rabu, 8 Mei 2019.

Meski demikian, pengoperasian smelter akan berjalan sesuai dengan target yakni tahun 2023. "Kita diberi waktu sampai 2023 untuk operasi. Pemerintah juga tahu timeline-nya," ujar dia.

Terkait porsi pendanaan proyek, lanjut Riza tentu akan dibicarakan dengan PT Inalum sebagai pemegang 51 persen saham. Menurut dia, sebelum divestasi, pendanaan pembangunan smelterditanggung Freeport.

"Seharusnya di-share. Tapi selama ini masih kita. Cuma nanti itu di-share cost-nya. Itu belum dibicarakan. Sejauh ini pakai kas kita," ungkapnya.

Demikian juga terkait pihaknya yang bakal mengoperasikan smelter tersebut setelah selesai dibangun, apakah Freeport sendiri atau bakal menggaet pihak lain untuk bekerjasama.

"Itu yang belum tahu juga. Bisa jadi ada partner yang kita mau. Tapi kemungkinan sih akan PTFI sendiri. Tapi belum diputuskan. Yang penting komitmen kita ke Pemerintah, kita bangun (smelter) dulu. Nanti di jalan ada yang mau partner-an atau bagaimana kita open," tandasnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya