Liputan6.com, Jakarta - Kementerian ESDM kini mengalihkan izin membangun pembangkit tenaga listrik melalui online single submission/OSS Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang dapat diakses di http://oss.go.id. Hal ini untuk mempermudah dan percepat layanan.
"Ada enam izin ketenagalistrikan secara umum yang sudah masuk OSS, juga empat izin tambahan bagi pembangkit panas bumi, semuanya sekarang sudah diproses melalui OSS," kata Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, dalam laman Setkab, Jumat (10/5/2019).
Pengalihan perizinan pembangunan pembangkit tenaga listrik dari Kementerian ESDM ke OSS BKPM itu dilakukan Kementerian ESDM merespons arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta izin dipangkas lagi saat meresmikan forum perencanaan Musrenbangnas 2019 dan RKP 2020 di Hotel Shangri-La, Jakarta Selatan pada Kamis 9 Mei 2019.
Advertisement
Baca Juga
Agung mengatakan, perizinan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang ditangani oleh Kementerian ESDM melalui OSS pun hanya dua izin saja yaitu izin usaha penyediaan tenaga listrik (IUPTL) dan izin usaha jasa penunjang tenaga listrik (IUJPTL).
Agung menuturkan, perizinan ini diperlukan agar pembangunan pembangkit tenaga listrik dapat memenuhi aspek keselamatan ketenagalistrikan karena listrik selain bermanfaat juga berbahaya.
"IUPTL dan IUJPTL ini segera dapat diberikan kepada pengembang melalui sistem OSS setelah pengembang menyampaikan komitmen untuk memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Bidang Ketenagalistrikan," terang Agung, mengutip laman Setkab, Jumat (10/5/2019).
Enam Izin Usaha Ketenagalistrikan
Secara rinci Agung menguraikan, enam izin usaha ketenagalistrikan yang dapat diproses melalui OSS yaitu:
(1) Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik;
(2) Izin Operasi;
(3) Penetapan Wilayah Usaha;
(4) Izin Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara;
(5) Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik yang dilakukan oleh BUMN atau PMA atau yang mayoritas sahamnya dimiliki PMA; dan
(6) Izin Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Telekomunikasi, Multimedia, dan Informatika dari pemegang izin yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Sementara itu, empat perizinan panas bumi yang telah diproses melalui OSS meliputi Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi, Izin Panas Bumi, Persetujuan Usaha Penunjang Panas Bumi, dan Izin Penggunaan Gudang Bahan Peledak Panas Bumi.
Agung menyebut, selain perizinan yang dikeluarkan dari Kementerian ESDM, setidaknya investor membutuhkan lebih dari 50 izin lain yang diproses melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat, PTSP Provinsi dan PTSP Kabupaten/Kota.
Selain itu, menurut Agung, di dalam membangun pembangkit tenaga listrik terdapat beberapa perizinan yang dikeluarkan oleh Kementerian/Lembaga, antara lain BKPM, Kementerian Keuangan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Kemudian Kementerian Perhubungan, Kementerian Angraria/BPN, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kementerian Dalam Negeri/Pemerintah Daerah, serta Kementerian ESDM.
"Dengan OSS nantinya diharapkan Kementerian/Lembaga terkait izin pembangunan pembangkit listrik juga dapat memangkas alur perizinan sehingga semakin memudahkan investor dalam mendapatkan izin ke depannya," pungkas Agung.
Advertisement
Begini Cara PLN Bangun Sektor Kelistrikan
Sebelumnya, dalam Pembangunan infrastruktur kelistrikan di Indonesia, pemerintah dan PT PLN (Persero) memiliki acuan yang tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk sepuluh tahun mendatang.
Vice President Public Relations PLN Dwi Suryo Abdullah mengatakan, RUPTL disusun untuk memenuhi kebutuhan listrik sepuluh tahun yang akan datang di wilayah usaha PLN. Dalam RUPTL juga mempertimbangkan jenis energi primer yang akan digunakan seperti energi baru dan terbarukan, gas, batu bara serta minyak.
"Selain itu juga mempertimbangkan dana yang akan dibutuhkan agar lebih ekonomis guna menghasilkan daya listrik yang cukup, handal dan energi primer dimanfaatkan dan dipilih tersedia secara kontinyu, berorientasi pada pengelolaan lingkungan hidup yang bersih sehingga dapat terhindar dari ketidakefisienan sejak tahap perencanaan," kata Dwi, di Jakarta, Sabtu, 27 April 2019.
Proyeksi kebutuhan tenaga listrik dapat dihitung melalui dua jenis pendekatan, yaitu melalui pertumbuhan penduduk yang fokusnya pembangunan jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan, dan melalui pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
Kebijakan ketenagalistrikan merujuk pada beberapa aspek, yaitu tentang ekonomi makro, rasio elektrifikasi, pertumbuhan penduduk, dan focus group discussion (FGD) dengan Kementerian Lembaga terkait, Pemerintah Provinsi dan badan usaha, serta Dewan Energi Nasional (DEN).
Mengenai ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi mengacu kepada APBN, sedangkan tahun Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) mengacu kepada visi ekonomi Indonesia dari Bappenas, sedangkan pembuatan RUKN merupakan amanat dari Kebijakan Energi Nasional (KEN).
"Salah satu poin dalam penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) adalah Pemerintah Daerah diminta untuk membuat perencanaan pembangkit listrik sesuai dengan potensi daerahnya masing-masing," tutur dia.
Cari Potensi Daerah
Menurut dia, perencanaan pembangkit listrik berbasis potensi daerah bertujuan untuk memenuhi target ketahanan energi nasional. Sebagai contoh jika di suatu daerah memiliki tambang batu bara, maka bisa dibuat mine-mouth coal-fired power plant atau pembangkit listrik tenaga uap mulut tambang, begitu pula jika terdapat geothermal, maka sebaiknya membangun pembangkit berbasis panas bumi.
“Kalau misalnya kecepatan anginnya tinggi, seperti di Kabupaten Sidrap dan Jeneponto di Sulawesi Selatan, serta Kabupaten Tanah Laut di Kalimantan Selatan didorong untuk membuat pembangkit listrik tenaga angin,”Bila hal ini diakomodir akan berimplikasi mengurangi ketergantungan terhadap impor energi," ujarnya.
Sehingga proses penyusunan RUPTL tidak hanya usulan PLN namun telah dikonsultasikan ke publik disaat penyusunannya, mengingat penyusunan RUPTL melalui tahapan yang sangat panjang mulai tingkat daerah yang tertuang dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD), selanjutnya menjadi dasar dalam penyusunan RUKN dengan mempertimbangkan masukan dari Dewan Energi Nasional dan visi ekonomi Indonesia 5 hingga 10 tahun mendatang.
Sasaran RUPTL yang ingin dicapai sepuluh tahun ke depan secara nasional adalah pemenuhan kebutuhan kapasitas dan energi listrik, pemanfaatan energi baru dan terbarukan, peningkatan efisiensi dan kinerja sistem tenaga listrik sejak dari tahap perencanaan yang meliputi:
1. Tercapainya pemenuhan kebutuhan kapasitas dan energi listrik setiap tahun dengan tingkat keandalan yang diinginkan secara least-cost.
2. Tercapainya bauran energi (energy-mix) pembangkitan tenaga listrik yang lebih baik untuk menurunkan Biaya Pokok Penyediaan yang dicerminkan oleh pengurangan penggunaan bahan bakar minyak, sejalan dengan target pemerintah.
3. Tercapainya pemanfaatan energi baru dan terbarukan sesuai dengan program Pemerintah, terutama panas bumi, tenaga air serta energi terbarukan lain seperti surya, bayu, biomas, sampah dan sebagainya.
4. Tercapainya rasio elektrifikasi yang digariskan pada RUKN.
5. Tercapainya keandalan dan kualitas listrik yang makin baik.6. Tercapainya angka rugi jaringan transmisi dan distribusi yang makin rendah.
Advertisement
Evaluasi Berkala
RUPTL meski disusun untuk jangka sepuluh tahun namun akan dievaluasi secara berkala setiap tahun, dengan tetap mempertimbangkan keseimbangan kebutuhan permintaan tenaga listrik dan penyediaan pasokan listrik (demand dan supply).
Selain itu, penyusunan RUPTL ini mengingat dalam pelaksanaannya perlu diselaraskan dengan pertumbuhan ekonomi, adanya proyek strategis nasional yang berjalan tidak sesuai jadual, adanya kendala di lapangan seperti perijinan, pendanaan, sehingga memaksa jadual Commersial Of Date (COD) tidak sesuai jadual yang direncanakan, adanya kebijakan pemerintah terkait lingkungan hidup sehingga perlu diatur kembali terhadap komposisi bauran energi primernya.
Dengan hal tersebut maka pemerintah setiap tahun melakukan evalusi kembali atas RUPTL, evaluasi tersebut disusun berdasarkan permintaan tenaga listrik dari masing-masing provinsi atau wilayah yang diagregasikan oleh PLN Pusat, dievaluasi oleh Kementrian ESDM dan disahkan oleh Menteri ESDM.
"Evaluasi tahunan ini dilakukan agar dapat menyajikan rencana pengembangan sistem yang mutakhir dan dapat dijadikan sebagai pedoman implementasi proyek-proyek tenaga listrik," tandasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini: