RI Kembali Mewaspadai Perang Dagang AS-China

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati kembali mewaspadai dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Mei 2019, 18:15 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2019, 18:15 WIB
20160929- Menkeu dan Komisi XI Evaluasi Pelaksanaan Tax Amnesty-Jakarta- Johan Tallo
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (29/9). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati kembali mewaspadai dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Dia mengatakan, kondisi perang dagang ini akan terus berjalan dan tidak akan reda dalam jangka pendek, sehingga dikahawatirkan akan berdampak lagi ke Indonesia.

"Karena pola konfrontasinya sangat head to head kalau bisa dikatakan, karena untuk dua negara besar ini yang mencoba secara diplomatis men-towndown itu menjadi lebih sulit, artinya ketegangan ini akan mewarnai cukup panjang," kata dia saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (15/5/2019).

"Artinya sekarang ini ekonomi dalam tekanan global yang sangat serius melalui ketidakpastian, kita harus terus melihat aspek domestik kita dan ini harus terus menjadi kewaspadaaan bagi kita," sambung dia.

Sri Mulyani mengatakan, pengaruh dari perang dagang ini tidak hanya dirasakan oleh Indonesia sendiri akan tetapi berimpas kepada negara-negara di dunia.

"Jelas trade akan slowing down sangat siginifikan. Kemarin saja pertumbuhan 4 persen global trade sudah dianggap sangat rendah," bebernya.

Dengan kondisi itu, akan mempengaruhi pada negara Indonesia yang masih bergantung pada neraca perdagangan eskpor.

"Ini berarti kita tidak mungkin andalkan ekspor sebagai enginee of growth. Tapi positifnya ada banyak barang-barang yang tadinya untuk topang industri kita menjadi tersedia," pungkasnya.

Seperti diketahui, perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) kembali memanas setelah Presiden AS, Donald Trump mengancam untuk meningkatkan lebih dari dua kali lipat tingkat tarif menjadi 25 persen pada USD 200 miliar barang-barang China.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Jajaki Kerjasama dengan Argentina, Langkah RI Antisipasi Perang Dagang

Aktivitas di JICT
Aktivitas di Jakarta International Container Terminal, Jumat (15/3). BPS mencatat nilai ekspor pada Februari 2019 tercatat sebesar US$12,53 miliar atau turun 10,05 persen dari bulan sebelumnya, yakni US$13,93 miliar.(Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, langkah Kementerian Perdagangan (Kemendag) meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi dengan Argentina dan Mercosur dinilai tepat.  Ini karena Argentina merupakan hub atau pintu penting di Amerika Selatan setelah Brazil.

Penjajakan counter trade dengan pola barter juga diyakini mendongkrak neraca perdagangan.

“Berdasarkan kajian yang pernah LPEM UI lakukan, pemetaan non-tradisional partner untuk wilayah Amerika Latin selain Brazil itu ada Chili, Peru, dan Argentina. Jadi saya rasa itu sudah ya,” ujar Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal seperti mengutip Antara di Jakarta, Selasa, 14 Mei 2019.

Menurut Fithra, perang dagang yang masih terjadi membuat Indonesia harus segera mencari negara tujuan ekspor non-tradisional.

Upaya penguatan pasar ekspor nontradisional ini sangat penting sebagai antisipasi dari masih tingginya tensi perang dagang yang terjadi di negara maju.

Selain itu, rencana melakukan barter produk antara lain karet dan minyak sawit untuk memperkuat neraca perdagangan dengan Argentina juga merupakan langkah baik.

Menurut dia, dua komoditas tersebut saat ini tidak hanya terpukul oleh perang dagang, namun juga pengenaan nontariff measure yang makin gencar diberlakukan negara tujuan ekspor tradisional.

Saat ini Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita sedang melakukan kunjungan kerja ke Argentina dan Chili untuk meningkatkan kerja sama perdagangan dengan negara-negara Amerika Selatan.

Kunjungan ini dibutuhkan sebagai upaya diversifikasi pasar ekspor seiring dengan kinerja perdagangan internasional yang diproyeksikan masih terdampak oleh perang dagang

Kerja sama ekonomi Indonesia dengan Argentina juga memiliki nilai geostrategis karena keduanya bisa mempunyai akses untuk memasarkan produk masing-masing di kawasann Asia Tenggara maupun Amerika Selatan.

Dalam kesempatan ini, Indonesia menawarkan kerja sama perdagangan dengan Argentina melalui pola counter trade untuk menekan defisit neraca perdagangan yang tercatat USD 1,2 miliar pada 2018.

 

Penyeimbang Neraca Perdagangan

Kinerja Ekspor dan Impor RI
Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Melalui pola barter ini, Indonesia menawarkan produk unggulan kepada Argentina, seperti karet, CPO, suku cadang otomotif hingga pesawat CN 235. Diharapkan skema perdagangan tersebut bisa menyeimbangkan neraca perdagangan.

Dalam kunjungan ke tersebut, Menteri Enggar bertemu dengan Menteri Luar Negeri dan Kepercayaan Argentina, Jorge Marcelo Fauire, yang berlangsung di Kantor Kementerian Luar Negeri dan Kepercayaan Argentina di Buenos Aires pada Senin 13 Mei 2019 waktu setempat.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, pada 2018 lalu total perdagangan kedua negara mencapai USD 1,67 miliar.

Dari total perdagangan tersebut, Indonesia membukukan defisit perdagangan hingga USD 1,2 miliar. Angka defisit ini melonjak dibandingkan defisit pada 2017 yang sebesar USD 891,22 juta.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya